Kisruh antara ATB dan BP Batam sepertinya semakin meruncing. Perusahaan air swasta tersebut bahkan melaporkan BP Batam ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait proses tender pelelangan mitra kerjasama penyelenggraan operasi dan pemeliharaan sistem penyediaan air minum di Batam, Kepulauan Riau.
Berdasarkan informasi dari beberapa portal berita, ATB merasa dipersulit saat proses lelang. FYI, ATB merupakan mitra kerjasama pengelolaan air bersih di Pulau Batam selama hampir 25 tahun terakhir ini. Konsesi tersebut akan berakhir pada pertengahan Nopember 2020 mendatang.
Meski BP Batam kini sudah resmi menunjuk PT Moya untuk mengelola air bersih di Pulau Batam selama masa transisi, kisruh tersebut belum usai. ATB justru semakin gencar memberikan pernyataan melalui media, terutama media lokal Batam, tekait "ketidakharmonisan" dengan BP Batam.
Mengapa Harus Menunjuk Perusahaan Baru?
Mengapa BP Batam harus repot menunjuk pengelola air perpipaan baru selama masa transisi? Mengapa tidak langsung saja diperpanjang sementara waktu dengan ATB?
Pertanyaan tersebut sempat terlintas di benak saya, mungkin juga di benak hampir seluruh warga Batam. ATB sudah lebih dari dua dasawarsa mengelola air perpipaan di Batam, sudah tahu tantangan yang harus dihadapi, kendala yang harus diatasi. Mengapa BP Batam "gambling" menyerahkan pengelolaan air ke perusahaan baru?
Selain itu, mengapa BP Batam tiba-tiba kembali mengadakan kerja sama dengan perusahaan swasta untuk mengelola air perpipaan di Batam? Tidak hanya selama masa transisi --selama enam bulan, tetapi rencananya akan kembali melakukan kerja sama dengan pihak swasta untuk 25 tahun ke depan? Padahal awal 2020 lalu, BP Batam dengan sangat percaya diri menyatakan akan mengelola sendiri pengelolaan air bersih di Pulau Batam.
Hingga sekarang jawaban dari pertanyaan tersebut belum terungkap. BP Batam belum memberi pernyataan secara gamblang mengapa akhirnya mengadakan lelang mitra kerjasama untuk enam bulan ke depan. Mengapa ada rencana untuk kembali melakukan konsesi selama 25 tahun.
Namun, berdasarkan keterangan Kepala BP Batam, Rudi, melalui beberapa media, upaya yang dilakukan BP Batam selama ini --termasuk menunjuk PT Moya untuk mengelola air perpipaan selama masa transisi-- adalah untuk meningkatkan pelayanan air bersih di Pulau Batam.
Selain itu, karena BP Batam tidak memiliki SDM yang berpengalaman untuk mengelola air perpipaan. Instansi pemerintah tersebut mungkin memiliki banyak ahli yang menguasai keilmuan terkait sumber daya air. Namun, sosok yang berpengalaman mengelola perusahaan air minum, nyaris tidak ada.
Namun, bila menelisik informasi yang beredar melalui media, BP Batam sepertinya terkendala mengelola sendiri air perpipaan karena ATB menolak menyerahkan Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) dan ATB Integrated System (AIRS). Teknologi informasi yang memungkinkan semua sistem pengolahan dan pendistribusian air bersih terintegrasi.