HIMBAUAN KEPADA PENGIRIM PAKET
Kalimat tersebut saya baca di salah satu unggahan Instagram sebuah perusahaan logistik saat heboh pemberitaan terkait larangan/imbauan untuk mengambil gambar di dalam pesawat sebuah perusahaan penerbangan nasional. Beberapa perusahaan memang memanfaatkan momen pemberitaan yang lumayan viral tersebut. Umumnya hanya untuk lucu-lucuan.
Selain perusahaan, banyak juga netizen yang ikut meramaikan momen tersebut. Mereka membuat imbauan yang lumayan mengundang tawa, atau setidaknya senyum yang lumayan lebar. Namun saat diperhatikan, ternyata masih banyak yang menggunakan kata "himbauan", bukan kata baku "imbauan".
Mereka menulis kata tersebut entah karena belum tahu kata baku dari kata tersebut, atau karena kebiasaan. Terkadang walaupun sudah tahu suka "keseleo" jari. Efek kebiasaan. Apalagi saat menulis di media sosial kan biasanya kita menggunakan kalimat/kata sehari-hari. Terlebih kita juga sepertinya memang lebih akrab dengan kata "himbauan", bukan "imbauan".
Sama seperti halnya dengan penulisan kata "Idulfitri" atau "Iduladha". Kita sering menulis "Idul Fitri" atau "Idul Adha" padahal yang baku adalah "Idulfitri" dan "Iduladha". Begitu juga dengan kata "risiko". Masih banyak yang menulis "resiko", padahal yang baku adalah "risiko". Begitu juga dengan kata "antre", masih banyak yang menulis "antri".
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Fungsi dasar bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Selama bahasa yang digunakan tersebut dipahami oleh orang-orang yang sedang berkomunikasi, sebenarnya sah-sah saja. Terlebih kalimat-kalimat yang disampaikan di media sosial umumnya lebih banyak untuk berkomunikasi secara informal.
Saya sering juga mengunggah status dengan kata yang tidak baku. Kata ganti orang pertama tidak menggunakan "saya" atau "aku", malah menggunakan kata "gue", itu pun dengan huruf "g" dan "w", jadi "gw". Pertimbangannya karena hanya menulis di media sosial, bukan menulis sebuah artikel.
Beberapa waktu lalu ada teman yang "protes" terkait hal itu. Ia bilang, nanti kebiasaan. Menulis dengan kata yang dimodifikasi sendiri juga bukan contoh yang baik bagi generasi muda yang masih berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa. Terlebih bila kita berstatus sebagai pengajar dan berteman dengan mereka. Khawatir nanti terbawa saat membuat tulisan resmi. Tidak lucu kan saat mengoreksi karangan di sekolah terselip kata, "rumah mevvah", bukan "rumah mewah" hehe.
Namun menurut saya pribadi sah-sah saja bila kita menggunakan kata tidak baku bila hanya untuk konsumsi teman-teman satu komunitas, bukan untuk hal resmi, yang diunggah di media pribadi. Entah Whatsapp, atau media sosial. Apalagi bila sudah lumayan akrab. Mungkin lain hal bila kita menggunakan kata-kata tidak baku itu untuk akun resmi perusahaan/instansi/lembaga.