Apa yang paling ditunggu setiap anak setiap kali Idulfitri menjelang? Selain pakaian dan sepatu baru, jawabannya pasti "salam tempel". Uang yang disimpan dalam amplop kecil dengan nominal yang beragam, mulai dari pecahan ribuan, puluhan ribu, hingga ratusan ribu. Tergantung siapa yang memberi.
Bila yang memberi keluarga dekat, biasanya uangnya mencapai ratusan ribu, atau setidaknya puluhan ribu. Terlebih bila kita sudah mulai beranjak remaja. Namun untuk kerabat-kerabat jauh atau tetangga yang hubungannya tidak terlalu dekat, biasanya nominal uangnya hanya sekitar ribuan.
Meski hanya ribuan, bila dikumpulkan lumayan banyak. Apalagi bila ditambahkan pemberian dari keluarga-keluarga dekat. Jumlahnya lumayan juga. Tahun lalu, jumlah angpau yang diterima anak saya bisa mencapai Rp1 juta juga. Lumayan banyak untuk ukuran anak yang masih berusia lima tahun.
Tak Pernah Meminta, Tapi Pasti Diberi
Anak-anak biasanya tak pernah meminta angpau-angpau tersebut. Apalagi anak-anak yang masih balita. Biasanya mereka belum mengerti. Namun para orangtua, atau pasangan yang sudah menikah, biasanya memang sudah menyiapkan dana khusus untuk dibagikan kepada anak-anak.
Di keluarga suami biasanya dibagikan usai doa bersama. Usai shalat berjamaah di lapangan Pulau Belakangpadang, Batam, Kepulauan Riau, kami berkumpul di suatu ruangan. Semua anak-menantu, cucu, cicit berkumpul bersama. Kakek suami biasanya yang memimpin doa.
Setelah bedoa dan salam-salaman antar keluarga. Satu persatu keluarga yang sudah menikah membagikan amplop kecil kepada balita hingga anak yang berstatus mahasiswa. Kalau yang sudah bekerja, meski belum menikah biasanya tidak akan diberi.
Kalau kerabat dan tetangga biasanya memberi saat kami berkunjung, atau sebaliknya waktu mereka berkunjung ke rumah. Menjelang pulang, mereka menyelipkan amplop kecil ke setiap anak. Bila anaknya dua, amplop yang diberi dua, anaknya tiga, ya tiga, kalau anaknya satu, meski dia memberi ke keluarga tersebut empat amplop, tetap diberi satu. Itu makanya, pepatah banyak anak banyak rezeki sangat berlaku kala lebaran.
Saya dan suami biasanya jauh-jauh hari menyiapkan amplop-amplop tersebut. Kami menghitung berapa banyak anak yang wajib diberi. Saking banyaknya saudara, sampai kami bikin catatan di setiap amplop. Untuk saudara, biasanya kami beri amplop khusus, untuk anak tetangga kami berikan begitu saja uangnya.
Dulu saat anak kami baru lahir, kami membuat amplop khusus. Ada foto anak dan tulisan-tulisan menarik yang didesain sendiri. Namun ternyata merepotkan. Akhirnya beberapa tahun belakangan ini kami beli amplop kecil-kecil yang banyak dijual di berbagai supermarket dekat rumah, lebih praktis.
Meski tidak ada yang memaksa, sejak menikah kami membiasakan memberi salam tempel kepada anak-anak. Tujuannya untuk sekadar berbagi, belajar untuk saling memberi meski dengan nominal yang tidak banyak. Bukankah saling memberi itu kegiatan yang paling membahagiakan?