Dulu saya pernah juga punya teman kantor yang bernama M. Lukito. Awalnya saya mengira M pada nama teman kantor tersebut merupakan kepanjangan dari kata Muhammad, seperti halnya nama-nama depan pria Indonesia pada umumnya. Namun ternyata saat berkesemnpatan melihat langsung kartu identitas dari teman kantor itu, saya sempat terlonjak kaget.
M yang disematkan pada nama depannnya merupakan kepanjangan dari M*m*k, (maaf) jenis alat kelamin perempuan. Berdasarkan beberapa cerita dari rekan-rekan, orangtua bapak tersebut tidak bermaksud memberi nama yang berasosiasi seperti itu. Ada arti lain yang cukup baik, namun karena kita tinggal di Indonesia dan kata "M" itu identik dengan jenis alat kelamin perempuan sehingga untuk berbagai urusan akhirnya disamarkan dengan hanya menyebutkan inisial saja, tidak disebutkan secara utuh.
Dulu ada juga murid TK saya yang diberi nama oleh orangtuanya Prince. Sebenarnya itu nama yang baik ya, gagah, tidak sedikit anak-anak lain yang diberi nama tersebut juga oleh orangtuanya. Mungkin si orangtua berharap si anak kelak bisa seperti seorang pangeran atau anak raja.
Namun apa jadinya bila nama tersebut disematkan pada anak perempuan yang sangat feminim. Berambut panjang, sering menggunakan pita berwarna pink. Saat itu tidak ada yang merasa aneh, mungkin saya saja yang terlalu kepo mengaitkan nama dengan salah satu gender. Entah karena anak tersebut masih TK, teman-temannnya belum ngeh, atau saru dengan Bahasa Inggris. Kan Prince dengan Princess sedikit mirip ya.
Lalu, Perlukah UU Perlindungan Nama Anak?
Saya pribadi jujur bingung menjawabnya, apalagi tidak sedikit orangtua yang berpikiran, anak-anak saya, suka-suka saya mau memberi nama apa. Namun menurut saya pribadi tidak adil juga bila orangtua memberi nama anak yang tidak pantas yang ujung-ujungnya nanti si anak merasa tidak nyaman dengan nama yang tersemat.
Apalagi saat anak tersebut lahir, tidak bisa memilih atau menentukan ingin diberi nama siapa. Jangankan memilih nama, orang bisa bertahan hidup saja masih sangat bergantung pada orang dewasa, dalam hal ini orangtua. Kecuali mungkin anak tersebut sudah bisa berbicara sejak lahir ya hehe.
Meski tidak harus mengeluarkan peraturan pelarangan nama-nama tertentu seperti beberapa negara --salah duanya Arab Saudi dan Prancis, mungkin pemerintah ada baiknya memberi batasan agar orangtua tidak memberikan nama tertentu bagi anak mereka, terutama nama-nama yang kelak bisa membuat si anak tidak nyaman, seperti nama yang berasosiasi dengan (maaf) jenis alat kelamin perempuan atau laki-laki misalkan.
Kalau pendapat teman-teman Kompasianer lain bagimana? Salam Kompasiana! (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI