Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pak Gubernur Kepri, Yakin Kenaikan Pajak Air Permukaan Sudah Tepat?

13 Oktober 2017   09:04 Diperbarui: 13 Oktober 2017   11:01 1965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Intake untuk mengambil air baku yang akan diolah menjadi air bersih di Waduk Duriangkang, Batam. | Dokumentasi ATB

Demi Menaikan PAD Kepri, Mengapa Harus Membebani Masyarakat Batam?

Masih berdasarkan informasi yang dipublikasikan "Batam Pos" edisi Kamis, 12 Oktober 2017, pajak air permukaan merupakan salah satu target PAD Kepri. Provinsi yang dipimpin Nurdin Basirun tersebut menargetkan PAD 2017 dari pajak air permukaan sebesar Rp12.288.919.500.

Tidak salah memang, apalagi PAD tersebut juga nantinya akan digunakan untuk pembangunan di seluruh wilayah Kepri. Namun masalahnya, pengelolaan air bersih di Batam itu murni swasta. Agar air bersih bisa mengalir dari instalasi pengolahan air ke bangunan-bangunan  milik masyarakat, sepenuhnya dibiayai oleh pelanggan sendiri.

Untuk biaya operasional --membeli air baku, mengolah air bersih, membayar pajak air permukaan, hingga membangun dan menyewa infrastruktur untuk pengolahan dan pendistribusian air, tidak ada bantuan dana dari APBD maupun APBN. Biaya tersebut dilakukan secara urun-rembug antar pelanggan, yang dilakukan melalui pembayaran tagihan setiap bulan.

Bila kemudian pajak air permukaan naik hingga berlipat-lipat, otomatis tagihan air yang harus dibayar oleh pelanggan juga akan naik. Kalaupun mungkin tidak naik, pasti akan ada pembangunan infrastruktur untuk penguatan pelayanan air bersih yang akan dikorbankan.

Mengapa? Namanya juga perusahaan swasta, tidak mungkin ATB yang harus menalangi biaya tersebut. Setiap perusahaan yang berinvestasi pasti ingin untung, tidak mungkin ada yang ingin "buntung", meski keuntungannnya harus tetap wajar karena berkaitan dengan pelayanan publik.

Menurut saya ada banyak potensi lain untuk meningkatkan PAD Kepri, diluar menaikan pajak air permukaan Batam. Rasanya miris, masyarakat Batam "ditekan" untuk berkontribusi menambah PAD yang akan dinikmati oleh semua wilayah kota/kabupaten di Kepri. Sementara, untuk menikmati air bersih, masyarakat Batam harus berdikari dengan biaya sendiri.

Selintas, kenaikan air baku yang katanya kini Rp180/m3 tidak terlalu besar. Bila hitung-hitungannya hanya kenaikan air baku, ditambah air bersih yang  dikonsumsi memang tidak akan besar. Namun coba kalikan dengan jumlah konsumsi air yang digunakan oleh masyarakat Batam yang jadi pelanggan ATB. Jumlahnya lumayan juga. Terlebih bila pelanggan ATB juga harus kulakan menomboki tunggakan yang mencapai belasan miliar tersebut.

Apalagi bila memang kenaikan pajak tersebut dibebankan kepada pelanggan, saya yakin nanti pelanggan ATB tidak hanya akan dibebankan dengan kenaikan pajak air baku sesuai dengan  jumlah air bersih yang mereka pakai, namun dengan keseluruhan air yang diolah oleh ATB. Penghitungan tersebut nanti pasti akan dikalkulasikan dengan jumlah rata-rata penggunaan air baku --termasuk dengan air baku yang gagal menjadi air bersih atau air baku yang jadi air bersih, namun gagal dikonsumsi pelanggan karena bocor saat proses distribusi.

Entahlah, mungkin Pemprov Kepri sudah mempertimbangkan kenaikan pajak air permukaan tersebut secara matang sehingga agak ngotot mengimplementasikannya. Namun sebagai pelanggan ATB dan masyarakat Batam, sempat terbersit tanya, mengapa tidak nanti saja kenaikannya saat konsesi ATB-BP Batam habis pada 2020 mendatang. Agar bisa diatur ulang dari awal konsesi berapa harga air baku, dan berapa pajaknya. Apalagi saat ini perekonomian di Batam sedang tidak bergairah. Salam Kompasiana! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun