Batam, Kepulauan Riau, merupakan salah satu kota di Indonesia dengan pendatang terbanyak. Hampir semua suku menetap di pulau yang berbentuk kalajengking tersebut, mulai dari suku Minang, Batak dan Jawa yang memang hobi merantau, hingga suku Sunda yang kata kebanyakan orang lebih betah tinggal di kampung halaman sendiri.
Beragam suku yang berbeda agama dan berasal dari aneka provinsi tersebut hidup berdampingan. Beberapa bahkan mewariskan kosakata baru, kebiasaan dan adat istiadat baru yang disesuaikan dengan kondisi Batam, hingga menambah beragam kuliner lezat yang ditawarkan kedai-kedai di Kota Batam.
Alhasil dengan aneka kuliner yang ditawarkan, siapapun yang tinggal Batam akan merasa tinggal di kampung halaman sendiri. Orang Aceh bila kangen kampung halaman bisa mencicip mie Aceh, penjual mie Aceh yang lezat dengan harga yang lumayan terjangkau ada di sekitar daerah Sei Panas.
Begitu pula dengan orang Sunda. Bisa mencicip aneka makanan khas Jawa Barat yang tersebar hampir di setiap titik sepuasnya, mulai dari pencok, nasi tutug oncom, hingga es goyobod. Apalagi makanan-makanan khas Palembang dan Sumatera Barat yang memang sudah sangat familiar, tinggal pilih, mau beli pempek, tekwan, atau rendang.
Banyaknya pendatang di Kota Batam, ditambah dengan akulturasi budaya yang cukup baik, terkadang membuat sebagian pendatang bertanya-tanya, lalu siapa sebenarnya penduduk asli Batam, orangnya seperti apa? Meski tak berniat rasis, terkadang sesekali terlontar juga pertanyaan itu setiap kali kami para pendatang mengobrol ringan.
Suku Laut/Tambus
Berdasarkan buku "Mengungkap Fakta Pembangunan Batam" yang diterbitkan oleh BP Batam, penduduk asli Batam diperkirakan adalah orang Melayu yang disebut Suku Laut. Beberapa ada juga yang menyebutnya dengan Suku Tambus. Mereka umumnya tinggal di wilayah pesisir, beberapa bahkan ada yang berpindah-pindah dengan menggunakan perahu.
Mereka diperkirakan mulai menetap di Batam sekitar tahun 1300 atau awal abad ke-XIV pada masa Kerajaan Temasek (Singapura). Saat musim selatan mereka umumnya menetap di pesisir laut Pulau Batam, sementara pada musim utara mereka menetap di Pulau Bertam, yang saat ini masuk ke wilayah Kelurahan Kasu, Kecamatan Belakangpadang.
Sekedar informasi, Pulau Batam dan Kota Batam berbeda definisi. Pulau Batam adalah pulau utama yang ada di Kota Batam, sementara Kota Batam adalah wilayah yang menanungi seluruh pulau-pulau tersebut, baik pulau utama maupun pulau-pulau kecil lain yang tersebar di sekitar pulau utama.
Selain Suku Tambus, ada juga beberapa kelompok penduduk pendatang yang telah ratusan tahun mendiami Pulau Batam. Mereka umumnya adalah Suku Bugis yang tinggal menyebar di sepanjang pesisir pantai, mulai dari Batu Besar, Bakau Serip, Tanjung Sengkuang, Tanjung Uma, Tanjung Pinggir, dan Tanjung Riau.
Menurut buku "Almanak Sumatera" yang dikutip BP Batam melalui buku "Mengungkap Fakta Pembangunan Batam", saat itu jumlah Suku Laut yang bermukim di Pulau Batam diperkirakan sekitar 300 kepala keluarga. Sesuai dengan namanya, mereka tidak bisa dipisahkan dari laut. Mereka senantiasa mengarungi lautan luas dengan menggunakan sampan.
Apakah mereka masih eksis?
Berdasarkan jurnal tulisan Atik Rahmawati M.Kesos dengan judul "Kehidupan Suku Laut di Batam: Sebuah Fenomena Kebijakan Pembangunan di Pulau Bertam Kota Batam" yang diterbitkan Universitas Padjajaran, suku laut masih ada, bahkan ada program khusus untuk Suku Laut di Pulau Bertam.