Kota Pintar sepertinya memang layak disematkan kepada Batam. Kota yang hanya terpisah sekitar 20 kilometer dari Singapura tersebut memiliki laju pertumbuhan cukup signifikan. Begitupula dengan laju pertumbuhan ekonomi. Bahkan menurut situs resmi BP Batam www.bpbatam.go.id, laju pertumbuhan ekonomi Batam lebih tinggi sekitar 8,39% (2013) dari laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi membuat Batam ditetapkan sebagai Zona Perdagangan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ). Selain itu, Batam juga dijadikan sebagai pendorong laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau, sekaligus pemacu pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Dok bright PLN Batam/Kantor PLN Batam.
LISTRIK CUKUP MUMPUNI
Batam yang terus tumbuh menjadi salah satu kawasan industri yang diperhitungkan di kawasan Asia Pasifik, membuat pemerintah sangat konsen menyediakan infrastruktur yang mumpuni. Selain membangun jalan dan fasilitas pendukung, pemerintah juga menyediakan sumber energi untuk mendukung kegiatan usaha dan industri di Kota Batam melalui bright PLN Batam.
Otorita Batam selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat, kala itu sangat sadar bahwa listrik merupakan kebutuhan vital dalam dunia industri dan usaha. Itu makanya, saat sudah banyak investor yang tertarik menanamkan modal di Batam dan mereka cukup kewalahan mengelola kelistrikan di Batam, pengelolaan kelistrikan diserahkan ke PT PLN (Persero) Wilayah Khusus Batam.
Penyerahaan pengelolaan tersebut sangat tepat. Hal tersebut dikarenakan, pasokan listrik di Kota Batam terus meningkat. Bila saat dikelola Otorita Batam suplai tenaga listrik masih dibawah 100 MW, kini daya tersebut sudah meningkat berlipat-lipat seiring dengan pertumbuhan Kota Batam.
Bila diibaratkan dengan masakan, listrik seperti garam. Sehebat apapun kawasan industri, tidak akan berjalan baik bila tidak tersedia sumber energi yang cukup untuk menjalankan industri tersebut. Saat listrik tidak dapat diandalkan, para investor satu persatu pasti akan berpikir ulang untuk menanamkan modal mereka.
Lalu bagaimana dengan kondisi kelistrikan di kota yang memiliki penduduk 1.164.352 ini? Berdasarkan berita yang dirilis Antara, bila dirata-rata, beban puncak lisrik harian di Kota Batam adalah 320 MW, sementara daya yang yang tersedia adalah 340 MW. Berarti masih ada marjin sebesar 20 MW.
Marjin yang terlalu tipis tentu tidak baik bagi industri di Batam, apalagi kota yang berjuluk Bandar Dunia Madani tersebut memiliki setidaknya 22 kawasan industri yang sangat bergantung pada listrik. Bila listrik sampai padam, berapa kerugian yang harus mereka tanggung?
Itu makanya, pemerintah membangun lima proyek terkait listrik pada tahun 2014 lalu, yakni pipa gas ruas dua Pulau Pemping-Tanjung Uncang, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Tanjung Uncang, Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tanjung Uncang, Gardu Induk Tanjung Uncang , dan transmisi 150 kilovolt yang menghubungkan Sagulung-Tanjung Uncang.
Pipa gas bawah laut Pulau Pemping-Tanjung Uncang sepanjang 13,5 kilometer akan memasok gas dari sumur gas di Natuna ke Batam dan melayani energi untuk PLTGU Tanjung Uncang, yang berkapasitas 2 X 42,5 megawatt. Jumlah gas alam yang akan dipasok mencapai 18 miliar British thermal unit per hari (BBTUD). (selengkapnya dapat dibaca di: http://bisnis.tempo.co/read/news/2014/03/01/090558538/Lima-Proyek-Tenaga-Listrik-Dibangun-di-Batam)
Terkait listrik, Batam sepertinya cukup beruntung. Meski wilayah perbatasan dan bukan ibukota provinsi, listrik di Batam lumayan handal. Kota Tanjung Pinang, selaku ibukota Provinsi Kepulauan Riau, yang menaungi Batam, mengalami krisis listrik yang cukup parah hingga hampir seluruh masyarakat berdemo ke kantor PLN Tanjung Pinang beberapa hari lalu – termasuk Walikota Tanjung Pinang dan Gubernur Kepri.
[caption id="attachment_385442" align="aligncenter" width="500" caption="Dok ATB/Tempat Pengolahan Air Duriangkang."]
AIR BERSIH CUKUP HANDAL
Meski tidak memiliki sumber daya air alami, air bersih di Batam cukup handal. Pemerintah melalui Otorita Batam (kini BP Batam) membangun tujuh dam – Dam Duriangkang, Dam Sei Ladi, Dam Nongsa, Dam Sei Harapan, Dam Mukakuning, Dam Baloi (sudah tidak lagi dioperasikan), dan Dam Tembesi (masih dalam tahap pembangunan).
Hampir seluruh wilayah di kota Batam teraliri air bersih – termasuk Pulau Belakang Padang. Pemerintah juga membangun dam dan mengalirkan air ke penduduk yang tinggal di Pulau Belakang Padang. Sebelum dibangun dam, masyarakat pulau yang hanya sepelemparan batu dari Singapura tersebut memanfaatkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air mereka.
Selain listrik, air merupakan salah satu elemen paling penting. Itu makanya, selain menyediakan listrik yang mumpuni otoritas Kota Batam sangat konsen menyediakan air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, maupun para pelaku industri yang tentu membutuhkan air bersih.
Tak terkecuali para penduduk yang tinggal dirumah liar. Meski tidak dapat menikmati aliran air bersih yang dialirkan langsung ke rumah karena terhalang legalitas lahan, mereka dapat menikmati air bersih melalui kios air yang disediakan di tiap wilayah dengan jumlah minimal pelanggan 100 kepala keluarga.
LAHAN IDEAL
Berbeda dengan kota lain di Indonesia, Batam tidak menerapkan hak milik untuk lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Batam. Hampir seluruh lahan di Batam menerapkan sistem hak guna bangunan. Setiap pengguna lahan wajib membayar uang wajib tahunan otorita (UWTO) kepada pemerintah (Otorita Batam/BP Batam) dengan masa hak guna bervariasi – umumnya 30 tahun.
Bila dalam waktu enam bulan pengelola lahan tidak memanfaatkan lahan tersebut, lahan dapat ditarik kembali oleh BP Batam sehingga diharapkan tidak ada lahan tidur dan lahan di Batam termanfaatkan semua. Hal yang lebih penting adalah, lahan tidak digunakan penduduk untuk dibangun rumah liar yang ujung-ujungnya kelak sulit ditertibkan.
Meski menuai pro-kontra, sebenarnya sistem hak guna bangunan cukup bagus diterapkan di kota industri seperti Batam yang memiliki lahan sangat terbatas. Bila semua lahan sudah dimiliki oleh orang tertentu dengan status hak milik, kedepan pemerintah akan kesulitan mengalokasikan lahan bila ada investor yang masuk.
Tak terbayangkan bila harus ada adegan pembebasan lahan seperti yang terjadi di beberapa kota lain yang berakhir ricuh. Atau kalaupun berakhir damai, apakah harga yang ditawarkan pemilik lahan masih “masuk akal?” bila terlewat mahal, bukankah malah akan menghambat investasi di Kota Batam? Bila investasi terhambat siapa yang rugi? Kita semua. Tidak hanya masyarakat Batam, namun juga seluruh penduduk Indonesia. Ingat, dana yang digunakan BP Batam merupakan dana dari pemerintah pusat. Itu makanya pendapatan dari BP Batam juga disetorkan ke pemerintah pusat.
PENDIDIKAN CUKUP LENGKAP
Pendidikan di Kota Batam terbilang cukup lengkap. Kota yang berbentuk kalajengking tersebut memiliki 373 taman kanak-kanak, 324 sekolah dasar, 129 sekolah lanjutan tingkat pertama, 81 sekolah menengah umum dan kejuruan, 1 politeknik negeri, dan 8 perguruan tinggi.
Perguruan tinggi di Batam juga menawarkan perkuliahan dengan sistem yang cukup mendukung para pekerja. Perkuliahan di Batam dibuka dengan sistem shift, shift pagi dan malam. Ada juga bahkan perguruan tinggi yang membolehkan mahasiswa mengikuti perkuliahan antar shif (shif pagi sekaligus malam) tergantung dari jam kerja. Umumnya mahasiswa di Batam memang bukan mahasiswa fresh graduate dari SMU/SMK, namun mahasiswa yang sudah malang melintang di dunia kerja.
FASILITAS KESEHATAN MENDUKUNG
Fasilitas kesehatan di Kota Batam terbilang lengkap. Batam memiliki 64 Puskesmas, 14 rumah sakit, 83 rumah bersalin, 111 apotik, 148 toko obat, dan 193 balai pengobatan. Batam bahkan memiliki Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah.
[caption id="attachment_385443" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Cecep Mulyana (Batam Pos)/Astaka MTQN."]
LALU APA YANG KURANG?
Selain sarana transportasi masal, seperti yang sudah saya bahas ditulisan sebelumnya (http://regional.kompasiana.com/2015/05/15/batam-kota-dengan-dua-otoritas-724569.html), hal yang agak hambar di Batam adalah museum. Belum ada museum yang representatif di Batam.
Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Saat dibangun pada awal tahun 1970-an, kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk, namun dalam tempo 40 tahun penduduk Batam bertumbuh hingga 158 kali lipat. Jumlah pendatang yang cukup besar – bahkan lebih besar daripada angka kelahiran, harus disikapi dengan bijak oleh pemerintah setempat. Bukan tidak mungkin, bila terlalu banyak pendatang – dan otoritas kota ini lengahmenyikapi hal tersebut, nilai-nilai yang selama ini menjadi landasan Kota Batam akan tergerus oleh budaya kota lain yang lebih kuat dan lebih banyak memiliki komunitas.
Anak-anak yang besar dan bersekolah di Batam memang diajarkan Bahasa Arab-Melayu dan Budaya Melayu, mereka juga diwajibkan untuk mengenakan pakaian khas Melayu pada hari tertentu. Hanya saja, hal tersebut sepertinya belum cukup untuk mengenalkan para generasi muda dengan kebudayaan dan sejarah Kota Batam.
Untuk kota dengan jumlah pendatang yang cukup banyak, sebaiknya Batam menyediakan satu tempat rekreasi yang sarat dengan kebudayaan melayu dan sejarah Kota Batam. Apalagi wisatawan manacanegara yang berkunjung ke Batam juga terbilang tidak sedikit. Kota yang berulang tahun setiap 18 Desember ini sudah sewajarnya memiliki museum – sejenis museum perjuangan seperti di Kota Bogor atau Yogyakarta yang berisi benda-benda bersejarah saat memperjuangkan kemerdekaan dulu. Bukankah Batam sempat digunakan sebagai basis perjuangan kemerdekaan oleh Laksamana Hang Nadim?