Berdasarkan Wikipedia, Batam merupakan kota dengan populasi terbesar ketiga di wilayah Sumatera, setelah Medan dan Palembang. Kota yang berbatasan langsung dengan Singapura ini memiliki penduduk lebih dari satu juta jiwa. Setiap tahun penduduk Kota Batam naik secara signifikan, baik disumbang oleh kelahiran maupun para pendatang dari kota lain.
Magnet Kota Batam memang sangat kuat untuk menarik para pencari kerja. Kota yang dipimpin oleh Ahmad Dahlan ini menjadi salah satu kota favorit investasi perusahaan asing. Apalagi UMK yang ditetapkan juga tidak kalah besar dengan kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Bekasi.
Tak hanya itu, bagi pekerja yang hanya lulusan SMU, Batam juga merupakan surga untuk meraih gelar sarjana, tanpa harus mengorbankan waktu untuk mencari rejeki. Hampir semua perguruan tinggi di Batam mendukung pekerja untuk mengenyam bangku kuliah dengan membuka kelas malam, bahkan ada kelas shift bagi pekerja yang tidak memiliki jam kerja tetap.
Apalagi jenjang pendidikan dan jurusan yang ditawarkan di perguruan tinggi di Kota Batam juga sangat beragam, mulai dari Akuntasi, Manajemen, Bahasa/Sastra, Komunikasi, Hukum, Teknik Informatika, Teknik Sipil, hingga Jurusan Keperawatan dan Kedokteran.
Itu makanya tidak sedikit lulusan SMU dari luar Kota Batam yang memutuskan untuk menetap dan melanjutkan pendidikan di Kota Batam. Apalagi perguruan tinggi di kota yang berjuluk Bandar Madani ini kualitasnya tidak kalah bagus dan sebagian besar sudah terakreditasi sesuai dengan ketentuan BAN PT.
Namun dengan jumlah pendatang yang cukup tinggi, sangat disayangkan Kota Batam belum memiliki beberapa fasilitas umum seperti yang diharapkan – khususnya oleh para pejalan kaki. Salah satunya Batam masih minim trotoar, sehingga para pejalan kaki tidak leluasa menikmati Batam karena takut terserempet kendaraan yang melintas.
Hampir semua jalan besar di Kota Batam masih minim fasilitas untuk kaum pedestarian. Jalan raya di Simpang Jam memang di lengkapi dengan trotoar yang berada di samping taman, hanya saja belum seluruhnya. Begitupula dengan kawasan perkatoran Batam Centre yang notabene merupakan lokasi kantor Walikota dan Kantor BP Batam. Belum seluruhnya jalan-jalan diwilayah tersebut dilengkapi trotoar. Begitupula di areal jalan beberapa sekolah dan kampus yang merupakan fasilitas pendidikan. Kalaupun ada trotoar, kondisinya tidak terawat.
Berbeda dengan kota lain, sebagian besar penduduk Kota Batam memang lebih menikmati perjalanan dengan menggunakan kendaraan pribadi – baik roda dua maupun roda empat, dibanding berjalan kaki. Hanya saja dengan kebijakan Kota Batam yang menerapkan Car Free Day, yang rutin diadakan setiap bulan, sepertinya agak ironis bila tidak menyediakan trotoar yang nyaman sebagai salah satu “bujukan” agar warga lebih memilih berjalan kaki – terutama untuk tujuan yang jaraknya dekat – untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor.
Jalan-jalan yang belum memiliki trotoar tersebut umumnya menyisakan lahan kosong yang dapat dimanfaatkan oleh para pejalan kaki. Namun justru lahan kosong tersebut harus diwaspadai karena khawatirnya bila tidak segera dimanfaatkan untuk trotoar atau saluran air/drainase, malah akan dimanfaatkan oleh warga untuk mencari tambahan pendapatan.
Lihat saja di Jalan Laksamana Bintan setelah Patung Kuda – satu deret dengan SMPN 6 Kota Batam. Ada beberapa warga yang memanfaatkan bahu jalan untuk membuka bisnis pencucian motor, begitupula dengan lahan yang di samping Puskesmas Sei Panas. Belum lagi di beberapa titik lain yang dimanfaatkan warga untuk membuka usaha tambal ban, berjualan ikan segar atau buah. Mungkin saat ini baru satu dua, tapi bila terus dibiarkan bukan tidak mungkin beberapa tahun mendatang, lahan yang seharusnya menjadi hak para pejalan kaki akan beralih fungsi.
Selain favorit para pendatang, Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Juni 2013, Batam juga menjadi kota terbanyak ketiga di Indonesia yang dikunjungi wisatawan mancanegara (wisman), setelah Bali dan Jakarta.
Dengan banyaknya wisatawan asing yang berkunjung, alangkah lebih baik bila Batam dilengkapi dengan fasilitas untuk berjalan kaki. Apalagi dulu saat Batam di bangun katanya ingin dijadikan kota seperti Singapura. Itu berarti kota yang nyaman untuk semua pihak, termasuk bagi pejalan kaki. Bukankah hampir semua kota besar juga sangat memperhatikan kaum pedestarian?
Selain itu, Batam juga mulai dilirik sebagai tempat untuk perhelatan nasional. Musbaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Nasional yang sudah diadakan Juni ini misalkan. Bukan tidak mungkin tahun-tahun berikutnya Batam akan dijadikan tempat untuk perhelatan nasional lain, atau bahkan mungkin internasional, sehingga sebaiknya jalan-jalan di Batam dilengkapi trotoar.
Penting diketahui, ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ meski hanya tersirat. Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h UU LLAJ bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, yang salah satunya berupa fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. Ini artinya, sebagai salah satu fasilitas pendukung jalan, trotoar juga merupakan perlengkapan jalan. Jadi kapan ya ada trotoar yang mumpuni di Batam? Jangan sampai menunggu ada korban pejalan kaki terlebih dahulu! (*)
Tulisan ini dipublikasikan di Batam Pos, Rabu 18 Juni 2014, danditanggapi oleh Walikota Batam, Bapak Ahmad Dahlan pada media dan rubrik yang sama pada Sabtu, 21 Juni 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H