Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Billboard, Sarana Sosialisasi Redam Gepeng

23 September 2014   23:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:47 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Billboard (Sumber: Kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi Billboard (Sumber: Kompas.com)"][/caption]

Kamu mau kota kita banyak pengemis?

Kamu suka kota kita banyak gelandangan?

Kamu gembira kota kita banyak pengamen?

Kamu senang kota kita banyak anak jalanan?

Jika jawabnyatidak

Jangan membeli sumbangan dan membeli sesuatu di jalan

Salurkan sedekah,

Sumbangan Anda ke masjid

Panti asuhan,

Rumah singgah,

Badan amil zakat dll

14114644612127322584
14114644612127322584
Dok Pribadi/Billboard di Simpang Baloi.

Kemarin sore saya sempat terperangah melihat tulisan yang cukup panjang tersebut di salah satu perempatan di Kota Batam – tepatnya di Simpang Baloi pada sebuah billboard yang cukup besar dan menarik perhatian siapapun yang melintas di jalan raya yang sangat lebar itu.

Saat pertama kali menjejakan kaki di kota yang berbentuk kalajengking ini empat tahun lalu, memang belum ada pengemis, gelandangan dan pengamen (gepeng), maupun anak jalanan (anjal) yang memenuhi jalanan. Lampu merah di Kota Batam masih relatif bersih dari gepeng maupun anjal.

Entah sejak kapan, perempatan di Kota Batam mulai dihiasi satu dua gepeng dan anjal. Awalnya di Simpang Gelael, belum ada pengemis yang meminta-minta belas kasihan pengendara kendaraan bermotor untuk memberikan sedekah, namun sekarang ada satu-dua pengemis yang terkadang meminta-minta.

Pengemis yang cukup banyak ada di Simpang Jodoh. Pengemis di kawasan yang tidak begitu jauh dari Nagoya Hill tersebut umumnya anak-anak yang menegadahkan tangan meminta belas kasihan pengguna roda dua maupun roda empat. Terkadang sangat miris melihat mereka berpanas-panasan terkena polusi udara kendaraan.

Pengemis/pengamen di Kota Batam memang masih agak lebih santun dibanding di Bogor atau di Jakarta dulu. Bila kita menggerakan tangan mengisyaratkan tidak memberi sedekah, mereka akan pergi dengan sendirinya. Kita tidak takut mobil kita tiba-tiba digores atau apa.

Kendaraan umum juga masih luput dari pengamen dan pengemis, mereka umumnya lebih suka meminta-minta di lampu merah, tidak masuk ke kendaraan seperti umumnya di Jakarta dan Bogor, atau kota lain. Meski demikian, bila dibiarkan bisa saja hal tersebut terjadi juga di Batam.

Apalagi beberapa bulan lalu, terungkap satu keluarga yang berasal dari salah satu kota di pulau Jawadijual untuk dijadikan pengemis. Hal tersebut baru terungkap saat anak, ibu, dan bapak tersebut dibuang oleh si penampung karena sudah tidak menghasilkan uang mengemis seperti yang diharapkan. Ibu dan anak pengemis tersebut sakit dan harus dirawat disalah satu rumah sakit.

Meski belum sebanyak di Jabodetabek, pengemis di Kota Batam mulai muncul di beberapa lokasi yang sebelumnya tidak ada pengemis. Pasar tradisional dekat rumah saya misalkan, sekarang setidaknya sudah ada dua pengemis yang mangkal di titik yang yang cukup strategis di pasar tersebut.

Sebenarnya saya suka kasihan, namun bila melihat berita di koran atau televisi yang memberitakan bahwa pengemis memiliki penghasilan yang cukup besar – bahkan bisa foya-foya, punya rumah megah dan mobil mewah, saya jadi malas menyumbangkan uang saya kepada mereka.

Dulu ada juga tetangga nenek saya yang mengemis karena tuannetra. Sebelum mengemis hidupnya biasa saja, namun setelah mengemis dia dapat mempekerjakan orang untuk menggendong dirinya selama ia mengemis, membangun rumah yang cukup besar, bahkan kabarnya bisa menambah istri. Itu terjadi tahun 1990-an, tidak tahu kabar pengemis itu sekarang.

Anjal dan gepeng memang gampang-gampang susah ditangani. Bila ada potensi untuk mendapatkan uang dengan cara gampang, mereka pasti dengan mudahnya membuka lapak mengemis. Bagi sebagian kecil orang, mungkin lebih senang menegadahkan tangan untuk mendapat uang receh dibanding harus bekerja bercucuran keringat. Toh kalau dikumpulkan hasilnya lumayan juga.

Tinggal kita yang harus pandai memilah kapan dan dimana harus bersedekah. Mungkin betul anjuran dari Pemerintah Kota Batam melalui billboard tersebut bahwa memang sebaiknya kita menyalurkan sumbangan atau sedekah melalui badan amal yang sudah pasti. Biasanya seperti Rumah Zakat dll suka menitipkan kota sumbangan di kantor-kantor. Nah, mending itu yang kita isi penuh-penuh sebagai sedekah kita di dunia.

Saya tidak tahu mengapa Pemerintah Kota Batam membuat billboard seperti itu, apakah sebagai bentuk sosialisasi atau memang sudah mulai gerah dengan kehadiran para gepeng dan anajal di Kota Batam? Namun yang pasti, dinas terkait katanya secara berkala melakukan pelatihan bagi anjal dan gepeng agar mereka dapat mencari nafkah dengan cara bekerja atau berwirausaha. Ya, semoga billboard tersebut dapat menjadikan Kota Batam bebas anjal dan gepeng. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun