Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Saat Anak Diledek

6 Desember 2014   02:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:56 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rambut mie.....

Kriwil....

Anak Flo**s.....

Itu merupakan tiga ledekan yang kerap anak saya dapatkan dari beberapa orang tertentu. Anak saya memang berambut keriting, rambutnya berputar-putar seolah habis di rol. Apalagi dia juga lebih suka rambutnya digerai, sehingga rambutnya semakin jelas terlihat meringkel-ringkel.

Orang yang mengatakn anak saya berambut mie, sebagian ada yang bernada kagum. Katanya sangat lucu melihat anak kecil berambut keriting. Namun beberapa ada juga yang seperti bernada membully. Ada dua tetangga (ayah dan anak) yang selalumeledek anak saya dengan mengatakan Anak Flo**s, setiap kali mereka melihat anak saya .

Saya tidak tahu mereka hanya iseng, atau betulan dari hati meledek anak saya. Kedua orang tersebut selalu meledek berulang-ulang. Jujur saja saya tidak suka dengan kelakuan mereka. Saya sebenarnya ingin menegur, namun melihat usia mereka yang jauh diatas saya (apalagi masih terhitung tetangga), saya memilih melakukan perlawanan dengan jalan lain.

Saat anak saya yang berusia tiga tahun mengeluhkan ledekan dari kedua orang itu, saya bilang, jangan menangis. Lawan! Alhasil sekarang setiap kali diledek anak saya selalu melawan. Ada saja jawaban yang dia ucapkan untuk menangkis ledekan mereka. Terkadang jawabannya kurang nyambung, namun setidaknya mengingatkan yang meledek kalau dia tidak suka diperlakukan seperti itu.

Saya mengkategorikan ledekan tersebut sebagai bullying karena anak saya sempat tidak nyaman berambut keriting. Dulu setiap kali ada yang bilang rambut dia keriting, pasti dia jawab, nanti kalau aku udah besar aku rebonding. Itu berarti secara tidak sadar, dia merasa rambut keriting itu tidak bagus.

Sekarang pelan-pelan saya coba memberitahu bahwa berambut keriting tidak apa-apa kok. Saya contohkan beberapa orang yang berambut keriting, salah duanya anak tetangga yang berusia sekitar empat tahun. Mereka keriting juga rambutnya dan mereka baik-baik saja. Anehnya kedua anak ini tidak pernah diledek anak Flo**s sama kedua orang itu, padahal saya, suami dan orangtua kedua anak tetangga yang berambut keriting juga sama-sama bukan orang Flo**s.

Saya memang sangat konsen terkait ledek-meledek. Menurut sebagian orang hal tersebut mungkin hal kecil dan hanya sekedar iseng, namun kita tidak tahu kan dampak ke anak kelak. Saya tidak mau melabeli anak dengan julukan tertentu biar masa tumbuh kembangnya tidak terganggu. Saya tidak pernah meledeki anak orang lain gendut, kurus, atau apapun karena saya juga berharap mereka melakukan hal yang sama kepada anak saya.

Saya tidak mau anak yang diberi julukan tersebut merasa rendah diri dengan sesuatu yang hanya dianggap iseng. Lagian setiap orang dilahirkan berbeda bukan? Ada yang hidungnya pesek, ada yang mancung, ada yang kulitnya putih ada yang hitam, ada yang rambutnya lurus ada yang keriting.

Terus kalau rambut anak kita keriting kenapa?Wajar bila rambut anak saya keriting, orang ayahnya juga rambutnya keriting – saya juga waktu kecil berambut keriting, meski setelah besar lurus dengan sendirinya. Lagian berambut keriting, bukan berarti jelek kan?

Ah,memang agak sulit mengendalikan ucapan orang di luar sana. Hal yang bisa kita kendalikan adalah reaksi kita terhadap ucapan itu. Seperti yang sering didengung-dengungkan, ledekan negatif hanya ampuh ditanggapi dengan sikap cuek. Hehehe semoga anak saya bisa lebih cuek dan mengabaikan ledekan-ledekan tidak berguna seperti itu, dan semoga orang-orang seperti itu cepat sadar bahwa ledekannya tidak lucu dan hanya membuat ibu anak yang diledek misuh-misuh dan curhat di Kompasiana hehe. Salam Kompasiana! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun