Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menikah, Perlukah Dirayakan Mewah?

22 Januari 2015   20:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:35 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap calon pengantin pasti ingin merayakan pesta pernikahan secara spesial. Pasangan yang akan menjadi suami-istri tersebut pasti ingin mengundang orang-orang terdekat (baca: orang yang mereka kenal secara dekat) untuk merayakan hari – yang diharapkan semua orang – sekali seumur hidup. Hanya saja perlukah perayaan yang biasanya hanya berlangsung beberapa jam tersebut dirayakan secara mewah?

Saat saya menikah dulu, pesta pernikahan yang dihelat sangat jauh dari kesan mewah – apalagi bila dibandingkan dengan para pesohor negeri ini =D, namun tetap saja menguras tabungan saya dan (calon) suami – termasuk juga (mungkin) simpanan orang tua.

Saat merancang-rancang pesta pernikahan, pasti semua orang ingin mengambil paket yang paling baik. Pelaminan, undangan, catering, kursi tamu, paket pre wedding, souvenir, hingga perias pengantin tentu inginnya yang nomor satu. Maunya kan saat menjadi pengantin terlihat lebih cantik/ganteng, makanan yang disajikan ke tamu juga lezat, dan souvenirnya bisa sangat bermanfaat sebagai bentuk penghargaan kepada tamu yang hadir.

Mungkin bagi yang memiliki uang tidak ber”seri”, sah-sah saja mengalokasikan dana yang tidak sedikit untuk merayakan hari yang paling bahagia tersebut. Toh setelah habis beberapa ratus juta (atau bahkan milliar) untuk pesta pernikahan tersebut, uang akan kembali datang. Hanya saja, bagi yang memiliki uang pas-pasan perlukah memaksakan diri?

Bila dapat membalik waktu, saya sebenarnya ingin kembali ke saat-saat saya akan menikah. Bukan…bukan untuk membatalkan pernikahan tersebut =D, namun untuk memangkas biaya-biaya pernikahan yang tidak perlu. Hal tersebut dikarenakan setelah menikah, ternyata ada banyak biaya yang harus dipikirkan.

Rumah

Memiliki rumah sepertinya menjadi impian bagi semua orang. Resepsi pernikahan yang super mewah rasanya akan menjadi hambar bila setelah menikah terpaksa harus tinggal di pondok mertua indah, atau mungkin terpaksa memperkaya pemilik kontrakan dengan mengontrak rumah karena uang simpanan habis untuk biaya menikah.

Dulu teman kantor saya ada yang menikah hanya ijab-kabul, tidak ada pesta mewah yang mengundang sanak famili. Beberapa waktu sempat menjadi topik hangat para penggosip karena agak tidak biasa menikah “anyep-anyep” seperti itu.

Namun beberapa bulan setelah itu para penggosip langsung bungkam. Hal tersebut dikarenakan uang yang sedianya untuk pesta pernikahan digunakan teman untuk membeli (mungkin DP KPR) rumah di salah satu perumahan lumayan elit.

Isi Rumah

Beberapa calon pengantin terkadang ada yang sudah membeli/mengkredit rumah sebelum mereka menikah. Beberapa pengantin bahkan ada yang mengadakan resepsi pernikahan di rumah baru mereka. Namun benarkah rumah saja cukup? Tidak mungkin juga kan kita tinggal di rumah kosong melompong tanpa ada sofa, tempat tidur, kompor, piring, televisi, mesin cuci dan barang-barang keperluan rumah tangga lainnya.

Saya masih ingat saat pertama kali menikah. Waktu itu rumah memang sudah ada, namun isi rumah masih sangat minim. Saat itu yang ada hanya mesin cuci – karena jauh sebelum menikah saya sudah wanti-wanti ke suami, pekerjaan rumah tangga harus dibagi bila kami tidak memiliki ART, dan suami kebagian mencuci baju =D. Itu makanya hal pertama yang dibeli suami adalah mesin cuci.

Akhirnya agar kehidupan rumah tangga berjalan lancar, kami berbelanja berbagai kebutuhan. Ternyata panci itu mahal ya, kompor, gas, apalagi sofa, tempat tidur dan lainnya. Saat seperti itu, suami bilang, nah kan coba pas nikah tidak mengeluarkan uang habis-habisan, uangnya bisa untuk dibelikan kebutuhan rumah tangga.

Kendaraan

Setelah menikah apalagi memiliki anak, kendaraan menjadi salah satu hal wajib yang harus dimiliki. Bukan apa-apa, saat tengah malam anak panas, dan sudah tidak ada lagi angkutan umum yang melintas di sekitar rumah, masa harus jalan kaki untuk membeli obat di apotik? Atau harus mengetuk-ngetuk rumah tetangga saat harus mengantar anak ke rumah sakit. Apalagi bila tinggal di daerah yang tidak begitu banyak di jangkau angkutan umum, kendaraan menjadi salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi.

Keperluan Anak

Setiap pasangan yang menikah umumnya ingin cepat diberi buah hati. Perlu diketahui, membesarkan seorang anak itu perlu beberapa biaya yang harus disiapkan, mulai dari pakaian, susu formula (meski sebenarnya lebih baik diberi ASI), diapers, hingga pernak-pernik lain seperti stroller dll.

Pendidikan Anak

Biaya pendidikan anak ternyata tidak murah ya? Masuk TK saja perlu dana yang disiapkan khusus bila kita ingin memasukan anak ke sekolah tertentu. Belum lagi bila berpikir terlalu jauh, misalkan untuk biaya anak masuk SMA, kuliah S1, S2, dll. Kalau anak kita dapat beasiswa, kalau tidak? Kalau kita punya asuransi pendidikan untuk anak, kalau tidak?

Menurut saya sih ada baiknya menggelar resepsi dengan bijak. Mungkin tidak apa-apa menggelar pesta yang meriah, namun harus disesuaikan dengan isi dompet. Daripada dihambur-hamburkan untuk membuat pesta yang diluar jangkauan (mengorbankan dana pensiun orangtua/berhutang/menggerus tabungan cukup dalam), lebih baik agak direm sedikit dan sisanya ditabung untuk keperluan lain yang pasti ada setelah menikah. Salam Kompasiana! (*)

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun