Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Satu Raksasa Pulang dan Satu Raksasa Ke Lisbon

29 April 2014   21:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:03 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1398756404365978960

[caption id="attachment_305082" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.uefa.com/uefachampionsleague/photos/matches-matchdays/gallery=2091172.html"][/caption]

Kapten Stefan Effenberg mengangkat trofi ke 4 untuk Bayern Munchen di San Siro, Milan pada tahun 2001. Butuh 12 tahun untuk Gelar ke 5 yang diraih tahun silam di stadion magis Wembley, dan kemudian menjadi musim tersukses dalam sejarah Munchen. The Bavaria merengkuh treble winner di bulan Mei 2013 dibawah pelatih Jup Henckyes.

Jauh sebelum menuntaskan musim bergelimang piala itu, Jupp sudah memutuskan berhenti melatih klub sepakbola—ia ingin istirahat, begitu alasan Jupp. Dan Bayern merespon dengan cepat pula dengan menunjuk pelatih muda brilian sebagai suksesor, Jose Pep Guardiola. Pelatih yang sukses besar bersama klub Catalunya, Barcelona. Singkat kata Jupp mewariskan generasi emas yang super mewah kepada Pep Guardiola.

Sesungguhnya tidak mudah bagi seorang pelatih, sekaliber apa pun dia, datang dan beradaptasi ke sebuah klub yang tengah berada di puncak prestasi. Itu sudah menjadi naluri manusia yang akan disusupi kebanggaan, egoisme, percaya diri yang berlebihan, hilangnya fokus, dan rendahnya motivasi.

Musuh terberat Bayern sesungguhnya adalah diri mereka sendiri. Pep menjelaskan dia menerima tantangan berkarir di Jerman sebagai pengalaman yang menakjubkan. Dan sejauh ini Pep masih berhasil menjaga ritme klub Die Rotten di level tertinggi. Bayern tetap menguasai Bundesliga dengan sejumlah rekor tanpa persaingan yang berarti.

Namun patut dicatat, kerja keras Pep dan Munchen belum selesai, bahkan tantangannya semakin berat dan penuh ancaman. Ujian yang mesti dilalui adalah bisakah mempertahan trofi liga Champion, yag tak pernah bisa dilakukan klub manapun sejak tahun 1992.

Bayern kini sudah di semifinal dan berhadapan dengan klub Real Madrid, klub tersukses di ajang ini dengan 9 gelar. Les Merenques sangat lapar dengan gelar impian la decima, trofi si kuping gede yang ke 10, yang sudah ditunggu 12 tahun lamanya, persis dengan Bayern tahun lalu. Banyak ahli sepakbola menilai pertarungan ini lebih layak terjadi di pertandingan final. Kedua klub didukung banyak hal, sejarah hebat klub, materi pemain kelas wahid, pelatih berpengalaman, dan sebagainya.

Hasil 1-0 untuk Real pada leg 1, pekan silam di Santiago Barnebeu, menjadikan 2nd leg di Allianz Arena, nanti malam menjadi pertandingan hidup mati antara dua raksasa Eropa. Sulit memang menebak hasil akhir, meski angin segar kini berhembus pada Los Blancos. Mereka hanya butuh hasil imbang, atau minimal kalah dengan selisih satu dengan membuat gol away, 1-2, 2-3, 3-4, dan seterusnya.

Namun selalu sulit bertanding di stadion milik juara bertahan yang berambisi menembus final tiga kali beruntun. Real sendiri sudah 12 tahun tak pernah lolos di partai puncak. Tiga tahun terakhir, Ronaldo Cs, mentok di semifinal. Kesialan itu mungkin saja berakhir di Allianz Arena yang gemerlap lampu.

Saya tak ingin menganalisa dari sudut pandang teknis pemain kedua klub ini. Saya juga tak berminat mengulas skema apa yang dipakai oleh Don Carlo Ancelotti, dan formasi apa yang menjadi jurus Pep. Carlo dan Pep adalah dua pelatih yang telah dua kali meraih trofi bergengsi itu di klub mereka sebelumnya, tentu lebih paham strategi dan taktik apa yang paling tokcer. Mereka berdua juga pastinya lebih paham pemainnya masing-masing, ketimbang saya dan pengamat sepakbola yang berlapis-lapis, mencoba membongkar kekuatan.

Namun saya percaya, dalam pertandingan sepenting ini, ketika dua raksasa bentrok di dua laga keras dalam rentang sepekan saja, aspek psikologis lebih dibutuhkan daripada unsur taktik dan teknik yang setara. Hasilnya mungkin akan ditentukan oleh hal-hal yang sangat detail, yang tentunya tak bisa dilihat kasat mata, keberuntungan, misalnya. Kesalahan sekecil pun yang dibuat pemain kedua klub bisa jadi menjadi pembeda antara pemenang dan pecundang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun