[caption id="attachment_315387" align="aligncenter" width="564" caption="http://www.fifa.com/worldcup/photos/all-photos.html#2405617"][/caption]
Sejak abad ke-15, bangsa-bangsa Eropa mengklaim sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya. Bangsa-bangsa lain dipandang primitif, tertinggal, dan terkebelakang. Eropa berlomba-lomba untuk menjelajahi belahan dunia membangun koloni. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Pada fase ini, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok, serta hambatan-hambatan lain.
Berdasarkan catatan sejarah, tanah Amerika Selatan paling tidak ramah pada bangsa-bangsa Eropa. Sejak para penakluk Spanyol dan penjelajah Inggris mencari El Dorado, kota hilang yang kaya emas dan mineral tambang dari abad-16 hingga abad-17. Para penakluk sudah menantang bahaya, menembus rimba belantara, dan melibas deretan pegunungan untuk menemukan dimana gerangan El Dorado, namun kota yang hilang tidak pernah ditemukan (Kompas, 27 Juni 2014).
Kisah legenda El Dorado juga tertaut di sepak bola. Memasuki ke abad-20, ketika sepak bola sebagai permainan paling digemari ditandingkan secara global, bukti sejarah itu masih belum berubah. Dalam rentang 64 tahun sejak pesta sepak bola dunia pertama di Uruguay tahun 1930, belum ada tim Eropa yang mampu berjaya di tanah Amerika Latin dalam 7 kali kesempatan.
Empat negara Eropa hanya sanggup nomor dua, semuanya dihentikan Brasil dan Argentina, penguasa Latin. Cekoslowakia dikandaskan Brasil pada Piala Dunia 1962, Italia juga bersimpuh di kaki Brasil di Meksiko 1970, Belanda ditundukkan tuan rumah Argentina 1978, Jerman menjadi korban Argentina di Meksiko 1986, dan terakhir Italia takluk dari Brasil di AS 1994.
Segala sesuatu ada waktunya. Selalu datang hal untuk kali pertama. Dan waktu tim Eropa untuk menaklukkan Amerika Latin baru terjadi pada abad ke-21, setelah 84 tahun dalam delapan kali usaha, di Piala Dunia 2014 yang diselenggarakan Brasil. Penakluknya bernama Jerman.
****
Piala Dunia 2014 the greatest on earth, akhirnya dimenangi the greatest team. Tidak ada yang menyangkal kelayakan Jerman memenangi gelar keempat mereka ini. Diraih dengan cara yang berkelas, menumbangkan tiga negara berstatus juara dunia: Perancis, Brasil, dan Argentina.
Dalam satu laga final dramatis sepanjang 120 menit, Jerman berhak menuliskan namanya di dasar trofi Piala Dunia. Gol extra time Mario Goetze pada menit ‘112, cukup untuk menyudahi perlawanan alot Argentina di Estadio Maracana, Minggu (13/7). Para pendukung pun berteriak “Germany Weltmeister”, Jerman Juara Dunia.
Mereka benar-benar pantas menjadi yang terbaik diantara yang terbaik. Mereka bermain stabil dan solid sebagai sebuah tim. Kejayaan Jerman sekaligus kemenangan sepak bola modern. Tidak negara lain di Piala dunia ini yang memainkan sepak bola serapih, sekreatif, seefektif, dan mematikan seperti yang ditampilkan Bastian Schweinsteiger cs.
Sekali lagi ini adalah Piala dunia dimana tim yang paling terorganisasi, fit, disiplin, dan punya mental dan semangat baja yang akan memenanginya. Jerman punya banyak pemain kelas dunia yang sudah mencapai usia emasnya, tapi mereka bekerja serempak sebagai tim. Ini Piala Dunia yang tidak dapat menampilkan ambisi pribadi. Dahulu mungkin Diego Maradona begitu mudahnya meliuk dan seolah seorang diri meraih trofi Piala Dunia. Cristiano Ronaldo mecoba hal serupa bersama Portugal, tapi gagal. Lionel Messi pun demikian, tak kan bisa sendiri membawa Argentina Juara Dunia. Mereka mesti lebih solid.
Apa yang diraih Phillip Lahm dan kawan-kawan bukan hasil kerja singkat dan mudah. Mereka memetik hasil kerja keras bertahun-tahun. Tenaga, keringat, darah, dan airmata telah mereka korbankan.
Di beberapa turnamaen sebelumnya, mereka sudah sangat dekat dengan gelar. Empat tahun silam di Afrika Selatan, Bastian Schweinsteiger cs, juga menampilkan permainan memikat, namun harus tersingkir di semifinal di kaki pesepak bola Spanyol. Empat tahun sebelumnya lebih tragis lagi, saat menjadi tuan rumah, Jerman menyerah oleh Italia, juga disemifinal.
Jerman memberikan contoh bagaimana bangkit dari kegagalan demi kegagalan. Mereka tak pernah kehilangan motivasi, terus bekerja keras, untuk memberikan kebanggaan pada negara mereka. Dan kini mereka sudah menuntaskan penantian indah di Brasil 2014. The bigest price of world football.
Germany Weltmeister.
Salam Pildun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI