Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Formula Meredam Panser Jerman

22 Juni 2014   00:11 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:52 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14033450911216413439

[caption id="attachment_312167" align="aligncenter" width="576" caption="http://www.fifa.com/worldcup/teams/team=43948/photos/index.html#2373647"][/caption]

Sang kawan bukan fans berat Jerman, dia mengaku pendukung Brasil. Pernah dalam satu lingkaran diskusi sepak bola, dia berkata: “Menyaksikan Timnas Jerman bertanding di turnamen piala dunia merupakan kemewahan sepak bola, pokoknya bedalah, rugi besar kalo sampai gak nonton”.

Tak ada satu pun yang membantah, kami bulat sepakat. Barangkali juga, semua sudah tahu kalau Jerman memang jaminan mutu satu tim tentang bagaimana caranya bertanding di lapangan sepak bola. Cara mereka menggilas lawan begitu sistematis dan dingin. Die Mannschaft adalah simbol kemapanan dunia sepak bola modern.

Setelah membunuh Portugal 4-0 di laga perdana grup G piala dunia 2014,malam nanti, Tim Panser kembali turun bertanding melawan Ghana, di stadion Castelao, Fortaleza. Hampir tak ada yang mengunggulkan tim “Bintang Hitam” dari Afrika bisa mengalahkan Philip Lahm dkk, bahkan sekedar menahan seri pun. Sejarahnya, mana ada Jerman pernah dikalahkan tim Afrika. Unggul segala-galanya, membuat rumah-rumah judi berani memasang voor 1 ½ bagi petaruh Ghana.

Ghana dan seluruh pandukungya pun menyadari data valid itu, namun sesungguhnya mereka tak boleh berkecil hati, merasa rendah diri, ketakutan, dan menyerah sebelum bertanding. Sekecil apa pun peluang, tetaplah menjadi harapan yang mesti terus ditiup. Apalagi bagi Ghana, laga ini hidup mati untuk membuka peluang lolos ke babak 16 besar.

Tak ada salahya James Kwesi Appiah, pelatih Ghana, membuka arsip sejarah dan menganalisa tentang timnas Jerman. Tak usah jauh kebelakang, cukuplah sejak era pelatih Joachim Loew, yang dimulai tahun 2006- sekarang. Dalam interval waktu tersebut, nyatanya Jerman telah lima kali tumbang di tiga turnamen akbar kepelatihan Jogi (Euro 2008, Piala Dunia 2010, dan Euro 2012).

Pada piala Eropa 2008 Swiss-Austria, Jerman dikalahkan Kroasia 1-2 di laga kedua grup. Gol dicetak oleh Darijo Srna di babak pertama, kemudian Ivica Olić menggandakan keunggulan, sebelum dibalas oleg gol telat Lukas Podolski. Jerman kalah, tapi selanjutnya bangkit hingga menembus final. Giliran Spanyol yang membekuknya, lewat gol Fernando Torres di babak pertama. Spanyol juara dan mengawali kejayaan hingga akhirnya tumbang di piala dunia 2014 ini.

Dua tahun berselang, pada piala dunia 2010 Afsel, Jerman diyakini makin matang dan kembali menjadi raksasa yang bisa mengalahkan tim mana saja. Toh di Afsel, Jerman juga menelan dua kali kekalahan. Pertama dipermalukan Serbia 0-1 di laga kedua grup. Gol penentu dicetak Milan Jovanovich, di menit 38. Pertandingan ini bakal dikenang karena Miroslav Klose diusir wasit, dan Podolski gagal menendang penalti. Hal demikian jarang terjadi. Meski melaju hingga semifinal dengan meyakinkan, Jerman lagi-lagi terhenti oleh Spanyol, kali ini gol “air Jordan” Carlos Puyol.

Kekalahan terakhir Jerman di turnamen akbar terjadi pada semifinal piala Eropa 2012 Poland-Ukrain, dari kaki-kaki pesepak bola Italia. Jerman yang sejak penyisihan sangat perkasa, tak berdaya dan tunduk 1-2 melalui sepasang gol brilian Mario Balloteli, yang merobek gawang Manuel Neuer di babak pertama dan hanya bisa dibalas satu di penghujung laga.

Kemenangan Kroasia, Serbia, Spanyol (2 kali), dan, Italia, di atas menujukkan satu kesamaan yang mungkin bakal dieksplor musuh-musuh Jerman. Hal paling mutlak untuk kalahkan Jerman adalah mencetak gol lebih dahulu. Jika memungkinkan, unggullah secepat mungkin di babak pertama. Lima kekalahan Jerman di atas menegaskan itu, Jerman tak pernah bisa sanggup menyamakan skor.

Preseden ini juga agak ironis, sejak Jogi masuk, Jerman bukanlah menjadi tim yang lambat panas layaknya mesin diesel. Mereka bukan lagi tim yang mengejar skor seperti der Panzer sebelumnya, tapi justru memulainya. Tercatat, hanya sekali mereka bisa selamat dari kekalahan setelah tertinggal, pada saat mengalahkan Turki 3-2 di semifinal piala Eropa 2008.

Selain menggedor sejak awal, Ghana barangkali mesti berani mengubah cara mereka bertanding, sedikit berjudi dengan merombak formasi tim secara tiba-tiba pada saat pertandingan berjalan, ini untuk memberikan efek daya kejut yang boleh jadi menguntungkan, meskipun juga bisa menjadi bumerang, namanya saja berjudi. Jika bermain konservatif sebagaimana biasa-biasa saja, pastilah sudah tergambar dan telah diantispasi oleh Jerman. Urusan mengantisipasi musuh sejak dini, tak ada sejago Jerman.

Seperti ungkapan kawan di atas, bahwa menyaksikan Jerman adalah suatu kemewahan, maka menurutsaya, mengalahkan Jerman adalah hal yang lebih mewah lagi, lebih prestius. Kemenangan atas negara selevel Jerman tak bisa diraih dengan cara biasa-biasa saja.

Sungguh memang tak mudah bagi Ghana. Tapi kita tunggu saja, bukankah selalu ada yang pertama dalam hidup ini ?

Salam sepak bola.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun