Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Rafael Nadal Juara Sejati itu Pensiun

21 November 2024   18:59 Diperbarui: 21 November 2024   22:44 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber:https://indianexpress.com/article/sports/tennis/rafael-nadal-career-tribute-contradicting-stereotypes-fighter-9679129/


Dalam hidup ini, segala sesuatu memiliki awal dan akhir, begitu pula karir Rafael Nadal. Nadal menutup tirai karir tenis profesionalnya pada Senin, 19 November 2024 lalu, di Malaga, Spanyol pada ajang Davis Cup antara Spanyol melawan Belanda.

Bagi saya Nadal lebih dari seorang petenis, ia adalah salah satu atlet sejati terbaik yang pernah saya ikuti dan saksikan kiprahnya, di dalam dan luar lapangan. Sosok yang benar-benar istimewa yang reputasinya jauh melampaui tenis dan sport.

Saya masih ingat momen menyaksikan remaja berusia 18, turun ke lapangan Philippe Chatrier, Roland Garros, dengan gaya berambut panjang mamakai bandana putih, berkaos hijau tanpa lengan, celana selutut berwarna putih, mengalahkan petenis Argentina Mariano Puerta untuk memenangkan gelar Grand Slam pertamanya, Perancis Terbuka 2005.

Sejak itu Nadal menjadi menjadi rival terkuat petenis nomor satu dunia asal Swiss, Roger Federer. Federer memenangkan tiga Grand Slam (Australia, Wimbledon, dan US Open pada 2004. Kemudian dua gelar pada 2005, dan kembali tiga trofi pada 2006, Federer hanya gagal di Perancis Terbuka yang mulai dikuasai Nadal.

Saya dan penggemar tenis patut bersyukur dan berterima kasih atas kehadiran Nadal. Apa jadinya tenis putra tanpa Nadal waktu itu? Federer akan memonopoli semua Grand Slam dan akan membuat persaingan yang menjemukan. Tidak bagus untuk tenis.

Rivalitas mereka yang terkenal dengan istilah "Fedal", yang ditegaskan oleh gaya bermain dan pendekatan yang kontras, memantik perhatian global terhadap olahraga tenis dan memicu apa yang oleh banyak orang dianggap sebagai era keemasan tenis putra.

Nadal yang mulai menancapkan dominasi di Roland Garros tak ingin berpuas diri, ia membidik Wimbledon, trofi impiannya sejak kanak-kanak. Lewat perjuangan keras, dua tahun berturut-turut pada 2006 dan 2007 Nadal bisa mencapai final. Sayang impian juara dikandaskan Federer yang semakin mengukuhkan sebagai "Raja Wimbledon" dengan lima piala berturut-turut. Pada 2006 Nadal kalah dalam 4 set, pada final 2007 Nadal melawan sampai 5 set.

Banyak pakar yang menilai Nadal tidak bakal bisa juara di lapangan rumput All England, selama Federer masih ada. Begitu pula sebaliknya, Federer tak akan mampu menaklukkan lapangan tanah liat Roland Garrros yang seolah seperti taman bermain bagi Nadal.

Namun juara sejati tak pernah putus asa dan tak kenal menyerah. Setelah menang empat kali berturut-turt di Roland Garros pada 2008, Nadal datang ke Wimbledon lebih tangguh dan lebih siap. Ia kembali maju ke final untuk menantang Federer, lagi-lagi.

Hasilnya fantastis, Nadal membuktikan dan menjungkirbalikkan semua prediksi dengan menumbangkan "King" Roger Federer, dengan lima set ketat, 6-4, 6-4, 6-7, 6-7, 9-7.  Nadal seperti mengubah logika persaingan tenis. Final Wimbledon 2008 disebut sebagai pertandingan tenis terindah dan paling dramatis sepanjang sejarah. 

"Fedal" tercipta lagi pada final Australia Open 2009, dan Nadal kembali mengalahkan Federer dalam 5 set yang juga menegangkan. Dua kekalahan final dramatis dari Nadal membuat Federer terpukul dan menangis, momen yang belum pernah terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun