Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Perjalanan ke Prambanan Jazz 2024

13 Juli 2024   22:08 Diperbarui: 18 Juli 2024   12:00 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agenda utama ke Jogja kali ini sejatinya adalah menghadiri Prambanan Jazz 2024 yang dilaksanakan pada 5, 6, 7 Juli 2024. Event ke-10 ini mengusung tema "Satu Dekade Bersama", kolaborasi antarmusisi, seniman, jurnalis, hingga komunitas penggiat seni.

Tiba di Stasiun Tugu Jogja pada Sabtu siang 6 Juli 2024 saat kota Jogja disesaki wisatawan, membuat kami kesulitan mendapatkan kamar hotel bagus, hanya tersedia satu-dua di Maliboro, itupun harganya sudah lebih 3 juta rupiah per malam. Akhirnya kami hanya bisa menginap di RedDoorz Near Pascasarjana UGM daerah Pogung. Sebetulnya lebih tepat disebut kamar kos daripada kamar hotel.

Rencana awal Vera dan saya berangkat ke Candi Prambanan pada pukul 17.00 setelah mengantar Siti dan Uswa main ke Concert Hall Taman Budaya di Jalan Sriwedani Gondomana, karena di sana ada konser JKT 48 dengan tajuk "Aturan Anti Cinta". Kami menggunakan grabcar menembus kemacetan Jogja akhir pekan dan musim liburan sekolah. Perjalanan balik kami memilih naik grab motor dua unit, padahal sudah order grabcar yang tak kunjung diterima. 

Menjelang Magrib tiba di Jalan C. Simanjuntak Terban, rumah yang ditinggali kerabat Memed bersama keluarganya. Usai salat, pada pukul 18.10, Vera dan saya baru berangkat meminjam motor Memed, sekaligus menitip Siti dan Uswa di Terban. 

Kami memutuskan mengendarai motor setelah mendapat informasi dari Reza dan Fandi, teman dari Makassar, yang sudah lebih dulu tiba di venue. Ia menginfokan jalur ke Prambanan macet sekali, terutama saat memasuki kawasan candi yang terletak di Kranggan, Klaten, sehingga akan lebih efektif jika menggunakan motor. 

Saya mengendari Honda Beat melaju dengan kecepatan standar 50 kilo meter per jam, menyusuri Jalan Cik Ditiro, Colombo, Gejayan, Cenderawasih, Demangan Baru, Adi Sucipto, dan Jalan Raya Solo. Menikmati perjalanan dengan menengok perubahan-perubahan apa yang terjadi setelah saya meninggalkan Jogja pada awal 2008, 16 tahun silam. Ya waktu mengubah begitu banyak hal.

Setelah tiba di Prambanan menjelang pukul 19.00, panggung sedang break Isya, kami berkeliling festival dulu, menengok banyak booth keren yang menawarkan hiburan games dan souvenir. Fasilitas lengkap dalam venue; storage, musholla, toilet portable, ruang difable, kids area, hingga Fox's sparkling village.

Karena sudah makan gudeg Yu Djum di Terban tadi, saya dan Vera hanya ingin ngopi dan mengemil. Puluhan bahkan hampir ratusan aneka kuliner di area festival siap melayani PJF lovers. Karena sangat ramai, kami berbagi tugas, saya membeli kopi yang antrian panjang di stand Toko Kopi Tuku, sedangkan Vera membeli seporsi bakso. 

(arsip pribadi)
(arsip pribadi)

Berkeliling area festival sangat fun. Di stand PLN ramai pengunjung mencharger handpone sambil bersantai. Di situ, kami mengobrol dengan pasangan dari Solo, yang katanya tiap tahun menghadiri Prambanan Jazz. "Hanya ini hiburan rutin kami", katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun