Sedikit pengantar mengenang momen Piala Dunia Jerman 2006.
Setiap kali pesta akbar Piala Dunia menjelang, ada semacam joke di lingkaran mahasiswa perantau yang menempuh pendidikan di kota Jogja.Â
Begini, mayoritas mahasiswa menetap di Jogja selama 4-5 tahun, merujuk masa kuliah, dari semester pertama sampai wisuda. Nah, jika dikaitkan ajang Piala Dunia yang dihelat empat tahun sekali, berarti normalnya mahasiswa melewatkan 1 Piala Dunia, bisa juga 2 kali.Â
Jika Piala Dunia ke-3 masih juga di Jogja, hal itu dapat menjelaskan besar kemungkinan studi mahasiswa bersangkutan molor dari jadwal. Hehehe.
Saya sendiri sepuluh tahun bermukim di Jogja (1997-2007), mulai dari siswa SMA, mahasiswa sarjana, dan mahasiswa magister. Jadi saya termasuk melewati 3 Piala Dunia di kota gudeg (France 1998, Korea-Jepang 2002, dan Jerman 2006).
Piala Dunia membuat saya selalu ingin kembali ke kota bersahaja yang telah menjadi rumah kedua saya.Â
Standar Jerman
Piala Dunia ke-18 kembali berlangsung di benua biru, tepatnya negara Jerman. Bos FIFA, Sepp Blatter, mengapresiasi tinggi kerja komite panitia yang dipimpin "kaisar" Franz Beckenbauer.
Piala Dunia bagi Jerman, seperti wahana untuk memamerkan tingginya standar mereka dalam mengurus sebuah ajang yang menjadi pusat perhatian.Â
Kultur sepak bola, stadion representatif, rapihnya sistem transportasi, akomodasi memadai, dan fasilitas lain, membuat semua orang yang datang ke Jerman berdecak kagum.