Revolusi Industri 4.0 yang menciptakan teknologi digital merupakan salah satu pencapaian terbesar yang pernah dicapai dunia. Klaus Martin Schwab, menulis dalam buku larisnya, The Fourth Industrial Revolution (2016), bahwa revolusi 4.0 tak hanya mengubah bisnis dijalankan dan bagaimana para pekerja berelasi, tapi juga mengubah setiap orang menjalani kehidupan sehari-hari, memengaruhi perilaku personal secara mendalam. Secara fundamental mengubah peradaban manusia.
Revolusi industri 4.0 yang menciptakan teknologi digital mendorong terjadinya disrupsi, mengubah perilaku dan model masyarakat dalam berbelanja. Dari model belanja konvensional beralih ke perdagangan bisnis digital yang juga lazim disebut E-commerce, yang saat ini meningkat pesat.Â
Hasil kajian Ernst & Young (EY) dan Kemenko Perekonomian, menganalisis bahwa dengan jumlah penduduk hampir 268 juta orang, 133 juta diantaranya terhubung ke akses internet, maka bisnis E-commerce di Indonesia diprediksi setiap tahun meningkat 40 persen.
E-commerce juga positif dan menggairahkan sektor industri jasa pengiriman logistik. Hal ini didorong meningkatnya preferensi masyarakat terhadap belanja online. Contoh sederhana, orang makin malas belanja ke toko, dan juga orang-orang merasa mendapat kesenangan tersendiri saat paket-paket yang dipesan tiba di rumah, rasanya seperti mendapatkan hadiah.
Sektor bisnis jasa pengiriman logistik pasarnya masih terlalu luas dan jumlah pemainnya masih jauh dari titik jenuh. Baru menjangkau 25 juta dari hampir 268 juta penduduk Indonesia.Â
Berdasarkan laporan Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspress Pos dan Logistik (Asperindo), jumlah pembeli digital di Indonesia 2019 sebanyak 39,2 juta orang. Valuasi bisnis pengiriman paket dan dokumen pada 2018 mencapai lebih 50 triliun rupiah. Perputaran uang sebanyak itu diyakini bisa menggerakkan perekonomian terutama mengangkat banyak pelaku usaha kecil dan menengah.
****
Tantangan utama dalam revolusi industri 4.0 yang harus bisa diatasi pelaku usaha jasa pengiriman perlu dipahami adalah operasional menuju otomatisasi, pergeseran tren tenaga kerja, yang tidak lagi bergantung pada tenaga manusia, tapi pada mesin. Namun tidak pula kebablasan, keberadaan mesin otomatis dan teknologi tak serta-merta menghapus total peran manusia. Bisnis jasa pengiriman akan selalu membutuhkan manusia, yang tak tergantikan oleh mesin.
Hal tersebut dapat menjadi peluang sekaligus ancaman. Pelaku usaha jasa pengiriman harus melakukan redefinisi terhadap bisnis yang dijalankan, seperti penyesuaian terhadap nilai-nilai, visi-misi, model bisnis dan pemasaran, untuk beradaptasi mengikuti tren yang tengah berlangsung. Jika terlena, disrupsi dapat mengempaskan siapa saja yang tidak siap dengan perubahan dan inovasi.Â
Pasar E-commerce yang besar dan berkembang pesat setiap hari menjadi daya tarik PT Global Jet Express (J&T Express) masuk ke pasar turut mendukung tren bisnis online di Indonesia. Mengusung tagline "Express Your Online Business", J&T Express yang baru berdiri empat tahun, mendukung kebutuhan masyarakat dengan memberikan layanan terbaik, salah satunya dengan memaksimalkan jalannya pengiriman.
J&T Express bisa dikatakan new comer yang tumbuh pesat di bisnis jasa pengiriman. J&T Express kini menggurita hingga memiliki drop point dan collection point terbanyak dan tersebar. Hingga saat ini akhir 2019, J&T Express sudah memiliki lebih dari 2.000 drop point dan 2.000 collection point, dan lebih dari 1000 armada yang siap menjangkau pengiriman paket ke pelosok Nusantara.Â