Perdana Menteri Italia Giulio Andreotti atau beken disebut Don Giulio, pernah berujar bahwa di Italia, tak ada malaikat dan tak ada setan, yang ada hanya pendosa kecil. Jangan pernah mencari malaikat di Italia meskipun di sana banyak Gereja. Berbuat salah, berlaku curang adalah soal biasa saja bagi orang Italia. Melakukan dosa kecil tidak membuat orang masuk neraka asalkan segera bertobat.
Sepakbola Italia mencerminkan dengan jelas ujaran Giulio. Tradisi panjang dipadu ambisi besar membuat Sepakbola Italia selalu diwarnai rivalitas yang penuh drama, banyak teka-teki, sarat tendensi, dan bahkan mafia sepak bola.
Di sana sepakbola adalah metafora kehidupan, sebuah permainan yang harus dituntut menjadi pemenang apa pun caranya, habis perkara. Setiap pemain memainkan perannya dengan 'baik'. Mereka dilatih bermain tenang, sabar, ulet seperti pecatur yang cermat membaca situasi. Ciri khas paling dikenal dari sepakbola Italia adalah kesederhanaan, yakni konservatif dalam bertahan. Pecinta sepakbola kemudian menyebut Cattenacio.
***
Saya generasi milenial (kelahiran mulai 1980), rasanya sulit meneriman fakta Italia tidak ikut piala dunia 2018. Kita tumbuh dari tayangan Liga Italia di TVRI dan RCTI mulai akhir 1980-an. Lega Calcio liga terbaik di Eropa kala itu. Kumpulan pemain terhebat dan termahal bersaing keras di klub Juventus, AC Milan, dan Inter Milan. Saya masih ingat Milan merajai Piala Champions; Juventus sukses di Piala UEFA; dan Inter (atau mungkin Parma) memboyong Piala Winners. Banyak yang bilang persaingan Serie-A jauh lebih sangar daripada persaingan di kompetisi Eropa.
Rivalitas klub sekota AC Milan dengan Inter Milan sudah terpolarisasi melampaui batas dari sekadar kompetisi Serie-A ke lintas persaingan antar negara. Ketika Serie-A libur, kemudian turnamen seperti Euro dan piala dunia digelar, tifosiMilan hampir pasti memilih Italia dan Belanda. Sedangkan Interisti mejagokan Italia dan Jerman. Tentu ada alasan : AC Milan diisi trio emas Belanda : Marco van Basten; Ruud Gullit; dan Fraank Rijkaard. Sedangkan Klub La Beneamata diperkuat tiga bintang dari Jerman : Juergen Klinsmann; Lothar Mattaheus; dan Andreas Brehme. Tiga menir lebih sukses di ajang klub, namun tiga orang Jerman lebih mengilap diturnamen antar negara.
Dengan sendirinya kompetisi berkualitas akan menciptakan tim nasional yang tangguh. Gri Azzuri,julukan Timnas Italia, selalu berhasil membentuk kesebelasan yang tangguh dan padu. Italia selalu ditempatkan di pot-1 sebagai wujud tim unggulan utama yang siap mengangkat trofi.
Sejarah menunjukkan betapa tim sepakbola Italia tak pernah putus melahirkan pesepakbola yang memiliki keahlian yang berbeda dengan karakter pesepakbola negara lain. Roberto Baggio, Franco Baresi, Paolo Maldini, Alessandro Del Piero, Fabio Cannavaro, Francesco Totti, dan Andrea Pirlo; adalah legenda layaknya master atau bisa juga disebut seniman lapangan hijau. Mereka kalau bertanding punya visi kuat, sangat tenang, cerdik, dan matang.
Italia adalah negara dengan tradisi panjang, pertandingan-pertandingan yang pernah dijalani Italia telah melegenda yang sarat klimaks, kontroversial, bahkan skandal di ajang empat tahunan ini.
Generasi sebelum kita selalu mengenang dahsyatnya laga Italia vs Jerman (Barat) di semifinal 1970, atau final 1982 dimana Italia kembali menghempaskan Jerman dengan benteng pertahanan seperti karang yang dikomandoi Claudio Gentile. Publik pun masih ingat ketika Italia berstatus tuan rumah dan favorit utama pada 1990, secara pedih disingkirkan Argentina yang dimotori mega-bintang Maradona di semifinal di kota Naples. Empat tahun kemudian di AS'94 penalti gagal Roberto Baggio seakan menghapus semua prestasi yang sudah ditorehkan 'si kuncir'.
Laga perdelapan final melawan Korsel 2002 juga kontroversial karena jauh dari fair play dan masih didebat. Paolo Maldini dkk yang dipermalukan anak bawang Korsel, merasa dikerjai wasit Byron Moreno si-mata sayu. Belum selesai, Â Ahn Jung Hwan menjadi musuh besar publik Italia, dan sempat tidak gajian dari klub Perugia. Terakhir barangkali ada pertandingan terbaik di piala dunia 2006 antara host Jerman vs Italia di babak semifinal. Lagi-lagi Italia mengalahkan Jerman lewat pertandingan menegangkan dan menggetarkan. Di tanah Bavaria ini Cannavaro cs. meniti jalan pedang yang mengasilkan trofi ke-4.