Pengelolaaan
Tata kelola di sektor migas masih kacau balau. Pengelolaan sekotor Migas sangat tertutup, terbatas untuk elit dan tidak transparan. Hal ini membuat masyarakat luas tidak banyak tahu, apalagi paham berlikunya rantai industri migas. Padahal dari hulu sampai hilir terdapat potensi besar tindakan korupsi. Kasus suap mantan kepala SKK Migas, Rubiandini, diyakini hanya bagian kecil dari karut penyimpangan industri migas di Indonesia.
Penting membangun tata kelola migas menjadi format usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang menjunjung kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian untuk menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Kita semua berharap model tata kelola industri migas ke depan memiliki roh Kedaulatan Energi dalam bentuknya yang konkrit. Yaitu dengan memastikan bahwa manajemen Kontrak Kerja Sama migas tetap ditangan pemerintah atau Badan atauPerusahaan Negara yang khusus dibentuk pemerintah, seperti Pertamina dan SKK Migas.
Pengawasan
Mengingat sektor strategis yang memutar ratusan triliuan rupiah pertahun, tentu memerlukan penguatan pengawasan, internal dan eksternal. Salah satu cara pengawasan efektif dengan membuka akses pada publik untuk mengetahui kebijakan, memperbaiki audit cost recovery, dan penguatan BPK.
BPK harusnya lebih tegas dalam melakukan audit, tidak ada lagi kompromi kepentingan politis. Tindak korupsi sektor migas selama ini terbukti melibatkan empat pihak; SKK Migas, pemerintah, swasta, dan DPR. Namun jika ditelaah lebih lanjut yang jadi sumber permasalahan adalah para oknum anggota DPR yang memanfaatkan pengaruhnya.
Sudah saatnya sektor Migas dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H