Mohon tunggu...
Sosbud

Proyek Pembangunan Tol Malang - Pandaan, Bagaimana dengan Masyarakat Tergusur?

18 Desember 2016   07:15 Diperbarui: 4 April 2017   17:21 2713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalur Surabaya – Malang menjadi salah satu jalur yang sibuk setiap harinya, entah hari-hari kerja maupun hari libur, pagi hari sampai dengan malam hari. Tahun demi tahun, menit demi menit, volume kendaraan terus meningkat dan berkembang. Sayangnya, laju peningkatan kendaraan tidak sebanding dengan bertambahnya ruas jalan atau pembangunan jalan baru. Sebenarnya kondisi demikian cukup memadai sebagai jalur provinsi penghubung antar kota. 

Namun karena pertumbuhan kendaraan yang terus meningkat akhirnya jalan ini tidak mampu digunakan secara maksimal.Sehingga macet adalah keadaan lumrah yang terjadi di titik-titik tertentu sepanjang jalan arteri ini. Maka dari itulah, pemerintah Jawa Timur atas arahan dari Presiden Jokowi mulai merencanakan proyek mengenai pembangunan jalan tol Malang – Pandaan ini, bersamaan dengan empat proyek pembangunan jalan tol di daerah lain di Indonesia.

Proyek pembangunan jalan tol Malang – Pandaan mulai digarap pada tahun 2017. Dari data Pemprov Jatim, Ruas tol Pandaan-Malang memiliki panjang 38,688 kilometer dan terbagi dalam tiga bagian. Seksi I (Kabupaten Pasuruan) 16,613 km, seksi II (Kabupaten Malang) 21,45 km, dan seksi III (Kota Malang) 0,625 km. Perjanjian dilakukan antara Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Kementerian PU Perumahan Rakyat, dan badan usaha jalan tol. Ruas tol Pandaan-Malang merupakan kelanjutan proyek jalan tol Gempol-Pandaan sepanjang 13,6 kilometer yang beroperasi sejak Juni 2015.

Lalu jalur apa saja yang dilewati tol Malang-Pandaan ini? Dalam perencanaannya, tol tersebut akan bersinggungan dengan Jalan Arteri Surabaya-Malang di kawasan Pandaan dan Purwosari, Pasuruan.Berdasar data Pemprov Jatim, saat ini belum sampai separo kebutuhan lahan yang mampu dibebaskan. Untuk seksi I, pembebasannya baru 59,8 persen. Di seksi II, pembebasannya bahkan masih sangat minim. Sedangkan untuk seksi III atau yang paling pendek, pembebasannya baru mencapai 82,33 persen. Jumlah interchange jalan tol tersebut ada lima titik, yakni di Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Kecamatan Lawang, Pakis I dan Pakis II di Kabupaten Malang serta Madyoppuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

Pembangunan  jalan  tol  ini  tidak  hanya  memberi dampak  bagi kehidupan sosial penduduk  yang  lahannya dibebaskan,  akan  tetapi  juga  akan  berdampak  pada kehidupan  pereekonomiannya.  Pendapatan  penduduk  yang lahannya dibebaskan ada kemungkinan menurun apabila sumber  mata  pencahariannya  berasal  dari  lahan  yang dimilikinya,  seperti  tani.  Di  Desa Pasir, Pakis misalnya, sebagian besar  lahannya berupa pertanian  sehingga  banyak  lahan milik penduduk yang terpaksa dibebaskan padahal lahan tersebut adalah sumber pendapatan mereka.

Kekhawatiran warga tentang nilai ganti rugi juga terkait dengan proses penetapan harga. Penentuan harga dari pihak warga sering kali hanya diwakilkan pada pihak lurah dan camat saja. Akibatnya, proses pembebasan sering dinilai tidak transparan. Dampak lebih buruk lagi munculnya kecurigaan-kecurigaan dari masyarakat. Kecemburuan sosial antarwilayah juga bisa muncul. Biasanya hal itu disebabkan ganti rugi yang diterima warga di suatu wilayah sangat berbeda cukup signifikan dengan yang diterima warga di wilayah tetangga.

Tahap konstruksi merupakan tahapan paling potensial menjadi sumber beragam dampak sosial dibandingkan dua tahap lainnya. Tahap konstruksi diawali dengan rekrutmen sejumlah besar tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam proyek. Jika pemrakarsa proyek hanya mendatangkan tenaga kerja dari luar, bisa menimbulkan kecemburuan sosial di lingkungan setempat, terutama di daerah yang angka penganggurannya cukup tinggi. Pada saat konstruksi mulai berjalan, banyak kegiatan proyek yang menimbulkan dampak sosial. 

Sebagai contoh penimbunan/pengurangan tanah, pengangkutan dan penempatan material konstruksi, pemasangan tiang pancang, pembuatan badan jalan, drainase, jalur hijau, dan seterusnya. Selama konstruksi dilakukan akan timbul kemacetan, kebisingan, polusi debu, serta genangan air (banjir) akibat drainase. Hal ini akan sangat merugikan masyarakat.

Banyaknya masalah yang mungkin timbul pada saat pembangunan proyek Jalan tol Malang – Pandaan seharusnya harus sesegera mungkin dicari penyelesaiannya. Peran dari pemprov dan pemda sangat diperlukan dalam menyukseskan pembangunan jalan tol Pandaan – Malang guna kemajuan bersama. Diharapkan dengan adanya pembangunan tol ini, selain masalah transportasi Surabaya – Malang dapat terselesaikan, juga tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang lahannya digunakan. Ada win-win solution antara warga dan pemerintah dalam pembangunan proyek ini. Dengan demikian, Provinsi Jawa Timur ke depan akan menjadi lebih maju dengan adanya sarana perhubungan darat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun