Kedua, hal ini merupakan akibat dari kegagalan Bentham dalam mengembangkan secara jelas konsepnya mengenai keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Bentham percaya bahwa kepentingan tidak terbatas dari begitu banyak individu secara otomatis mengarah pada kepentingan masyarakat, namun Bentham tidak menjelaskan mengapa hal ini terjadi.
Â
Contoh Kasus dan Penerapan metode hedonistic Calculus pada Fenomena Korupsi
Tindak pidana korupsi bantuan Sosial yang lakukan oknum pejabat pemerintah merampas hak politik mereka, dan pelaku divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta + 6 bulan. Tindak pidana korupsi sendiri  diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa korupsi merupakan perbuatan yang merugikan keuangan negara dan perekonomian nasional serta menghambat pembangunan  nasional.
Dari sisi penerapan etika, tindakan suap  ini tentu melanggar  etika  penyelenggaraan pemerintahan. Etika pemerintahan mengharuskan semua pejabat politik bersikap jujur, dapat dipercaya, terikat pada tugas, dan melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka dengan keteladanan dan kerendahan hati.  Asas etika deontologis menjelaskan bahwa suatu perbuatan dianggap benar apabila didasarkan pada hukum, asas, atau norma  objektif yang mengikat  secara mutlak bagi setiap orang. Etika deontologis juga mengkategorikan tindakan yang sesuai dengan prinsip tugas dan kewajiban  serta  fungsi yang didasarkan pada hukum dan norma sosial.
Berdasarkan pemahaman tersebut,  tindakan suap dalam pengadaan bansos menunjukkan bahwa pejabat politik tidak menjalankan etika deontologis dalam menjalankan tugas dan tugasnya. Bukan sekedar suap, perbuatan ini juga dapat merugikan perekonomian negara, dan pelakunya bersalah melanggar Pasal 12 ayat b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 . Didakwa. Pasal 55 ayat ke (1) KUHP serta Pasal 64 ayat (1) KUHP. Namun, ruang lingkup atau skala kesalahan dan pelanggaran semata-mata berada dalam yurisdiksi hukum.Â
Mengenai persentase kesalahan, akibat perbuatan dan kepentingan pelaku, hal ini diatur dalam Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang  Pasal 2 dan  3 Pedoman Pemberantasan Pemidanaan Pidana.
hukum korupsi.
Berbeda  dengan etika deontologis, etika teleologis lebih fokus pada tujuan akhir. Suatu tindakan atau perbuatan  dikatakan etis apabila lebih banyak menimbulkan akibat atau akibat baik  dibandingkan akibat atau akibat buruknya. Etika teleologis masih mengakuiprinsip hukum,tetpi dampak atau kegiatan lebih di utamakan dari pada hukum. Ada beberapa aliran etika teleologis: egoisme,  altruisme, dan utilitarianisme, yang menjelaskan bagaimana tindakan pelaku  korupsi kesejahteraan dinilai baik atau buruk, bermanfaat atau tidak berguna. Teleologi Etis – Dalam pengertian egoisme etis, pelaku mempunyai pemahaman unik bahwa perbuatan pelaku adalah baik jika memberikan manfaat bagi dirinya. Namun teori teleologis ini memiliki pemahaman yang lebih sempit bahwa  egoisme etis mengedepankan pemahaman bahwa perbuatan baik adalah perbuatan yang  menguntungkan diri sendiri dalam jangka panjang.
Dari sudut pandang etika teleologis – egoisme etis tindakan korupsi ini dalam pemberian bantuan sosial tidak dapat dibenarkan.
Pandangan ini menekankan  bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat pada prinsipnya bertujuan untuk mencapai keuntungan pribadi. Namun bukan berarti orang lain mengabaikan manfaatnya sepenuhnya. Hal ini tidak etis karena pelaku hanya fokus mencari keuntungan sebesar-besarnya dan tidak memikirkan proses hukum serta sanksi sosial  yang akan diterima jika tertangkap.
 Dilihat dari  teori altruisme teleologis yang menekankan pada kesejahteraan orang lain tanpa  mengharapkan imbalan apa pun bagi diri sendiri, perilaku tersebut jelas melanggar etika. Sebab, bertentangan dengan pemahaman tersebut, perilaku koruptif di masa krisis pandemi justru  mengutamakan keuntungan pribadi tanpa rasa peduli. Kesulitan yang  dihadapi masyarakat. Perbuatan pelaku korupsi sama sekali tidak ada gunanya karena tidak  membahagiakan atau sejahtera orang lain.
Terakhir, utilitarianisme, suatu perspektif teori etika teleologis, menyatakan bahwa jika tindakan seseorang dapat memaksimalkan kebahagiaan dan memberi manfaat bagi banyak orang tanpa membeda-bedakan orang lain, maka tindakan tersebut secara moral memberikan pandangan umum tentang apa yang dianggap baik dan bermanfaat. Teori ini menentukan baik  atau buruknya suatu tindakan berdasarkan  hasil akhir atau akibat dari tindakan  tersebut bagi sebanyak mungkin orang. Dari sudut pandang keuntungan, suap  dalam  pengadaan paket kesejahteraan sosial melanggar etika teleologis atau utilitarianisme.Â