Mohon tunggu...
Crystal
Crystal Mohon Tunggu... Guru - casual writer

pendidik, mendidik dengan hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Body Shaming dan Insecurity? Normalisasi Tubuh Normal

20 September 2020   19:06 Diperbarui: 20 September 2020   19:17 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini saya melihat berita di New York Times yang membahas tentang sebuah acara TV show di Denmark dimana anak usia 12-13 tahun dipertontonkan pada berbagai macam model bentuk tubuh telanjang. Mulai dari tubuh wanita lanjut usia yang padat dan lemak mulai bergelambir hingga tubuh pria imigran yang kurus dan berkeriput. Tujuannya adalah satu, memberikan gambaran bagaimana tubuh yang normal sesungguhnya dan mengkampanyekan body positivity. 

Singkatnya, mereka mencoba mencelikkan mata anak-anak remaja ini pada tubuh yang jauh dari idealisme sosial media. Pembawa acara dari acara ini juga menekankan bahwa lemak yang sedikit berlebih, rambut dan jerawat adalah normal. 

Anehnya, acara ini mendapatkan penghargaan tersendiri dan menempati posisi sebagai salah satu show paling popular bagi masyarakat Denmark. Ketika sebagai besar penonton menganggap bahwa acara ini baik adanya, partai oposisi di Denmark yang merupakan golongan sayap kanan menganggap bahwa hal ini mampu merusak moral anak-anak. 

Kita mungkin bisa mengadaptasi esensi dari diadakannya acara ini, yaitu mengenalkan tubuh yang normal sedini mungkin. Sebagai seorang guru, saya tahu benar bagaimana murid saya merasa insecure dengan tubuhnya. Mereka merasa kurang berisi, terlalu gemuk dan tidak cantik. 

Tidak sempurna, itulah yang ada di pikiran mereka. Mengetahui kenyataan ini sungguhlah miris. Sosial media mengaburkan spektrum normal dari masyarakat modern. Perfect is the new good padahal good is good. Good doesn't make people any less. 

Mengacu pada norma dan etika budaya timur yang kita anut, penyesuaian pun perlu diadakan. Saya ingat betul ketika saya tinggal di Belanda, ada buku cerita ilustrasi beserta pengetahuan untuk anak SD disertai dengan berbagai macam bentuk tubuh dan fisiologisnya (dengan tanpa mengaburkan bagian alat vital). 

Pemahaman tentang tubuh dan bentuknya diberikan sedini mungkin sehingga anak teredukasi secara layak dan tidak menghidupi  keadaan 'penasaran dan mencoba-coba' serta mencari tahu dari sumber yang kurang pantas. 

Hal ini juga merupakan salah satu bentuk awal dari sex education sedini mungkin. Anak diajak memahami fungsi fisiologis tubuh mereka dan apa yang akan berubah seiring dengan usia. 

Jika boleh mengingat, sex education yang saya dapat ketika SMA dan tampaknya masih berlanjut hingga saat ini adalah diawali dengan ditampilkannya gambar fisiologis tubuh wanita dan pria. 

Penjelasan pun ala kadarnya, tidak mencakup setiap bagian. Setelah itu, gambar yang ditampilkan melulu tentang STD (sexual transmitted disorder). Biasanya pembicara akan menampilkan berbagai sederet foto akibat penyakit seksual yang diikuti dengan ngerinya gambar janin hasil aborsi. Pemahaman pun terkesan negatif karena tampak seperti menakuti-nakuti. 

Metode seperti ini bijaknya mulai digantikan dengan cara yang lebih edukatif menyesuaikan dengan keadaan dan perkembangan anak jaman sekarang yang terpapar idealisme tubuh ideal. Sudah saatnya memperlengkapi anak dengan positivisme untuk menerima tubuh mereka apapun itu bentuk dan keadaannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun