Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis buku Wajah Kota, Wajah Kita (kumpulan artikel koran) dan Dari Soeharto hingga Raisa (kumpulan artikel Kompasiana)

sekedar omong-omong sambil belajar merenungi hidup

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Alangkah Menjemukan Musik Indonesia Saat Ini

4 Mei 2017   11:16 Diperbarui: 4 Mei 2017   11:30 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musik Indonesia saat ini sungguh menjemukan. Hampir tidak ada musik yang menarik perhatian di telinga, mampu membuat kaki bergoyang dan mulut berdendang. Yang ada adalah musik-musik yang dibuat seolah tanpa jiwa, hanya pengulangan-pengulangan yang terkesan mirip dengan musik-musik sebelumnya. Bahkan dapat dikatakan saat ini sebagian besar lagu baru yang muncul adalah lagu daur ulang, baik dari lagu-lagu jaman dulu era Koes Plus, Chrisye, hingga lagu-lagu yang baru dikeluarkan belum lama ini yang dibuat berbagai versi. Bukan hanya dilakukan oleh para pendatang baru yang mungkin ingin mendapatkan nama dengan mendompleng karya yang sudah melegenda tersebut, daur ulang juga dilakukan oleh para musisi yang terkenal mampu mengeluarkan karya-karya hebat seperti grup musik Noah dan juga D Massiv.

Masih lumayan memang apa yang dilakukan para pelantun yang sudah punya nama tersebut, karena mereka sedikit banyak memberi warna baru pada lagu yang dibawakan. Celakanya, para pendatang baru yang namanya saja belum pernah didengar itu justru merusak harmoni dan juga kenangan pada lagu yang sebelumnya sudah dikenal. Sungguh menyesal memang saya tidak dapat menyebutkan siapa saja itu, namun yang jelas kita bisa mendengarnya sesekali di radio, yang kemudian hanya akan mendorong kita berkomentar: gak memberi nilai tambah apapun, seperti mengunyah permen karet yang sudah hambar, yang ketika digelembungkan juga hanya akan mengotori wajah.

Tentu tidak seluruhnya karya-karya musisi dan penyanyi Indonesia saat ini sedemikian parahnya. Ada beberapa yang mampu nyantol di telinga, seperti lagu-lagu Vidi Aldiano terbaru, juga GAC dan beberapa nama lainnya. Nama-nama cukup beken menurut saya justru biasa-biasa saja, seperti lagu Armand Maulana yang diproduseri personil Maliq itu, juga lagu Anji yang banyak diplesetkan itu sesungguhnya tidak membawa kebaruan yang menyegarkan. Hal ini ironis, karena musisi Barat saat ini sedang jaya-jayanya dengan berbagai lagu yang cukup segar. Kita bisa menyebutkan berpuluh penyanyi. bahkan yang namanya mungkin belum pernah terdengar namun lagunya berseliweran dengan enak di telinga. Ed Sheeren, Shawn Mendes, Maroon 5, Coldplay, Charlie Puth, hingga musisi-musisi remaja yang dulu tampak alay seperti Justin Bieber dan Selena Gomes. Semuanya segar, semuanya menyebabkan kita berdendang.

Mengapa musik Indonesia seperti mati suri? Padahal dahulu kita dapat begitu dominan, hingga ke negara tetangga. Kemana energi-energi kratif itu? Ada beberapa hal yang mungkin dapat menjadi penyebab. Pertama, banyaknya pembajakan menyebabkan industri musik tidak menarik secara finansial. Data dari Bekraf yang saya sempat dengar menyebutkan pembajakan di Indonesia telah mencapai lebih dari 95% dari CD yang beredar. Belum lagi download yang dengan mudah didapat dari laman internet. Hal ini tentu menyurutkan minat para musisi untuk menggantungkan hidup dari industri musik. 

Kedua, ada stagnasi kreatifitas pada pekerja musik di Indonesia. Dahulu kreatifitas mungkin tanpa batas, dengan didorong oleh energi penciptaan yang tidak terpolusi oleh iming-iming uang dan pendapatan. Para musisi mencipta dengan suka cita dari dalam hati, misalnya seperti yang diceritakan oleh Mas Oddie Agam di acara Di Balik Nada TVRI beberapa waktu lalu. Tony Koeswoyo juga contoh pencipta lagu yang mencipta karena suka bukan karena tujuan lain. Unsur suka cita dan keriangan ini yang mungkin tidak dimiliki para pencipta saat ini, sehingga lagu yang diciptakan juga terkesan sumbang, susah diikuti dan susah nyantol di telinga. Mungkin. 

Ketiga, faktor ekonomi politik yang tidak mendukung. Maraknya penggunaan para musisi untuk tujuan politik.  menyebabkan banyaknya musisi yang partisan, yang seringkali mengganggu para pencinta musik untuk menikmati para musisi yang berbeda haluan politiknya. Di lain pihak, karya-karya para musisi yang sudah tercemari politik tersebut seringkali terasa tidak murni lagi, susah dinikmati oleh para pendengar. Akibatnya juga karir para musisi tersebut kemudian juga meredup. 

Demikian sedikit opini dari saya sebagai wujud kepirhatinan terhadap kondisi permusikan tanah air saat ini. Harapannya semoga saja musik Indonesia segera bangkit dan hidup kembali. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun