Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Nasib Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi

18 Februari 2015   20:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:56 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin memang tidak ada yang benar-benar merasa diuntungkan oleh pemberantasan korupsi di negeri ini. Karena korupsi sebenarnya kejahatan tidak terlihat, sehingga setiap orang tidak bisa merasakan kerugian langsung secara pribadi. Berbeda dengan maling ayam maupun copet yang terlihat jelas apa yang dicuri, kasat mata, sehingga kalau ketahuan juga bisa digebuki rame-rame, bahkan seringkali sampai si pelaku babak belur dan mati. Korups tidak begitu, dia dilakukan dengan tingkat kecanggihan tersendiri, oleh orang-orang yang sebenarnya memiliki otak lebih dibandingkan rata-rata lainnya. Dengan kelebihan otaknya itu, dia juga dengan pandai akan menyembunyikan hasil korupsinya, mungkin untuk investasi, mungkin disimpan atas nama orang-orang yang tidak berhubungan darah dengannya. Dan ketika ketahuan, dia juga akan begitu pandai berkelit, mencari celah dan jalan untuk mengelak dari kejahatan yang dilakukan. Dalam tingkatan penggunaan otaknya yang paling canggih, para koruptor itu malahan bisa menjerat leher para pemburunya, seolah para pemburu koruptor itulah yang bersalah. Ya, mereka dapat benar-benar menjerat, meskipun itu dengan persoalan remeh temeh seperti urusan administrasi kependudukan. Kalaupun kurang, mereka bisa mencari-cari kesalahan yang lebih serius, misalnya kepemilikan senjata illegal. Logika awam mungkin tidak akan habis pikir, bagaimana mungkin pemburu koruptor tidak dibekali senjata, dan bukankah pemburu koruptor itu juga bagian dari mereka?

Ya, siapa kini yang benar-benar peduli dengan pemberantasan korupsi. Dahulu, masih ada orang-orang yang bersama-sama bergandengan tangan, akademisi, profesional, agamawan, LSM, mahasiswa. Gerakan mereka meluas dan nyaring terdengar, dengan dukungan dari istana yang awalnya seperti ragu-ragu, namun akhirnya menemukan bentuknya yang jelas: pemberantasan korupsi harus diteruskan! Saat ini, mungkin karena bangsa ini habis bertempur dalam pemilihan pemimpin tertinggi yang begitu menghabiskan energi, yang membuat kelompok masyarakat masih terbagi-bagi, dan mungkin saling mencurigai, mereka tidak lagi tampak solid dan kompak. Celakanya lagi, suara dari istana juga sayup-sayup terdengar, kalau tidak dapat dilakatakan tidak ada sama sekali. Tidak ada dorongan, tidak ada dukungan, yang ada malahan seperti menjadikan beberapa tokoh pejuang pemberantasan korupsi itu sebagai tameng untuk pasang badan pembentukan citra bahwa istana peduli, sementara sikapnya yang sebenarnya benar-benar tidak diketahui.

Ya beginilah kini. Jauh lebih mudah melihat mereka-mereka yang menjadi sasaran bidik itu beraksi. Menikam sana-menikam sini, menyeruduk sana-menyeruduk sini, hingga para pejuang pemberantasan korupsi ini seperti pesakitan tanpa harga diri. Sungguh, ikut menangis melihat ketua pemberantas korupsi itu seolah pasrah didakwa dengan pasal remeh temeh pelanggaran administrasi kependudukan, seolah itu kesalahan teramat besar yang setara dengan tugas berat yang diemban. Dan sepertinya tidak ada yang membela dia, dia seperti sendirian. Sementara di luar, aku mendengar para anggota dewan bertepuk tangan.

Ya, silakan saja kemana negeri ini mau dibawa. Ada pemimpin, ada istana yang memegang bola, yang seharusnya tidak cuma ditimang-timang dengan keraguan. Dia seharusnya tahu, apa yang harus dilakukan, ditendang, atau dioper, yang jelas bola harus masuk ke gawang. Lapangan ini terlalu luas, penonton di stadion terlalu banyak, untuk sekedar menonton pertandingan yang menjemukan. Mereka menunggu pertunjukan yang cantik, pertunjukan yang bersih dan bermutu. Itu tugasmu sekarang.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun