Menjelang Idul Adha ini, Alhamdulillah istri tergerak hatinya mengenakan jilbab yang sudah sekian lama sebenarnya diniatkannya untuk memakai. Dari jauh-jauh hari dia sudah memiliki koleksi kerudung dan jilbab yang sesekali dipakai ketika ada acara keagamaan seperti buka bersama dan lebaran. Menurutku, dia tampil cantik ketika mengenakan itu, namun sepertinya dia belum PD juga untuk mengenakan sehari-hari. Padahal aku sendiri sering mendengar pujian teman-temannya di kantor dengan tampilan jilbabnya dan kemudian setengah mendorong untuk mengenakannya sehari-hari. Istriku yang asli Lampung itu kemudian menjawabnya dengan setengah tertawa dengan bahasa Jawa berlogat kagok: 'pangestunipun' atau mohon doa restunya. Aku paham dia masih belum mantap untuk mengenakan itu, dan aku membiarkannya berproses.
Banyak faktor mungkin yang menjadi penghambat mengapa dia belum juga mengenakan jilbab. Yang terutama sepertinya soal penampilan, sesuatu yang sepertinya menjadi aspek sangat penting bagi banyak perempuan. Aku paham setelah sekian lama menemaninya hidup (hehe), dengan berbagai kehebohan yang seringkali muncul ketika ada acara pernikahan, atau sekedar acara kantor di luar acara rutin, yang menunjukkan bahwa soal penampilan adalah hal yang sangat penting bagi dia dan mungkin juga banyak perempuan lain. Dan aku maklum saja dengan hal itu, meskipun seringkali kepedulian pada penampilan itu menyita waktu yang begitu banyak untuk sekedar memilih baju dan kelengkapan yang akan dikenakan.
Ya, meskipun kadang juga sedikit gondok, lama-lama terbiasa dan paling berucap pasrah: ya, mau bagaimana lagi, namanya juga perempuan :) Satu pertanyaan standar yang seringkali ditanyakannya berulangkali ketika berdandan adalah: cantik gak sih? Sebuah pertanyaan yang seringkali menjadi buah simalakama untuk menjawabnya. Ketika dijawab cantik biasanya dia meragukan sendiri, dan kemudian mencari pakaian lain, ketika dijawab tidak, meskipun itu jarang kulakukan, dia akan cemberut dan merusak mood, jadi serba salah. Jadinya seringkali jawaban yang keluar adalah gumaman gak jelas untuk menjaga mood saja hehehe. Ketika mengenakan jilbab, pertanyaan serupa juga yang seringkali keluar, ditambah lagi dengan pertanyaan: gak keliatan tua kan? Mungkin dia ragu, karena mengenakan jilbab akan mengesankannya tirus dengan rambut yang tertutup.
Pergulatan batin semacam itu mungkin yang masih mengganggu, sehingga dia menunda-nunda untuk mengenakan pakaian yang diwajibkan untuk kaum muslimah itu. Namun selain hidayah yang langsung diberikan Allah kepadanya, banyak juga faktor lingkungan yang mendorong, seperti saudara-saudara kandung yang satu persatu mengenakan, juga teman-teman kantorku yang rutin bertemu sebulan sekali untuk arisan yang satu persatu mengenakan jilbab juga. Kutengarai, istriku mengenakan jilbab hanya sehari setelah acara arisan kantor yang mempertemukannya dengan istri teman kantorku yang ternyata juga sudah mengenakan jilbab, padahal pada acara arisan terdahulu belum dikenakannya. Mungkin itu menjadi salah satu pendorong yang membuatnya akhirnya mau mengenakan jilbab.
Aku sendiri sebenarnya tidak menemui dia ketika pertama kali mengenakan jilbab ke kantor, karena sedang ada acara ke luar kota, hari Senin yang lalu. Hari Selasa, pagi-pagi aku penasaran kok dia menyiapkan jilbab di atas tempat tidur, kukira ada acara keagamaan di kantornya, tetapi acara apa pikirku. Rasa penasaranku terjawab, ketika kemudian dia mengenakan jilbab itu selesai berdandan, dengan pakaian kantornya. Mataku membesar, dan dia menyambutnya dengan senyum, tanpa kata. Aku memeluknya, dan dia kemudian bertanya: cantik gak sih? Aku memberikan senyumku yang mungkin termanis untuknya. "Cantik banget," jawabku. Dia setengah tersipu, dan aku mengecupnya di keningnya.
Ah, salah satu momen terindah dalam pernikahanku, thank you Allah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H