Kadang kita memang suka meremehkan hal-hal yang seringkali kita pandang remeh, misalnya tukang sol sepatu. Kita terbiasa tidak mengacuhkannya, bahkan menganggapnya mengganggu kenyamanan dengan suaranya yang terdengar nyaring dan khas itu: soll seppatuu... Bahkan kita mungkin kadang berpikir, siapa juga yang mau menyerviskan sepatu saat-saat sekarang ini. Banyak kios-kios kecil menjual berbagai sepatu tiruan dengan harga murah, lebih tampak keren karena tampak baru, dengan cap merk terkenal lagi. Jangan-jangan para tukang sol sepatu itu mereka yang ditolak kerja di mana-mana, dan akhirnya harus menerima nasib sebagai tukang sol sepatu, yang setiap hari harus berkeliling ke kampung-kampung yang entar berapa jarak tempuhnya itu, dan tiap kali harus meneriakkan jasa yang ditawarkannya: soll sepattuuu...
Begitulah selama ini saya menganggap tukang sol sepatu dalam memori saya. Namun kejadian beberapa hari belakangan ini membuat saya merasa bahwa pandangan saya itu salah, bahkan salah sekali. Dimulai dengan adanya lubang kecil di sol sepatu sandal kebangsaan saya yang biasa saya pergunakan ke kantor, yang kemudian menyebabkan kaki saya risi untuk tidak berhenti mengkorek dan menarik-narik lapisan sol sepatu itu karena terasa mengganggu di kaki. Sebenarnya ini seperti rasa asyik mendapatkan permainan baru, seperti keasyikan ketika mencoba menyobek-nyobek kuku kaki ketika sholat Jumat, sesuatu yang dapat berlangsung sepanjang khotib menyampaikan khutbahnya. Demikian juga dengan ritual kaki yang asyik menggaruk-garuk sol sepatu yang berlobang itu, yang kemudian memaksa tangan untuk ikut membantu menyobek ujung-ujung lubang itu, maksudnya agar tidak terasa mengganggu. Namun yang terjadi ternyata sobekan itu tambah melebar, sehingga gangguan di kaki pun justru semakin luas terasa. Akibatnya, kaki makin aktif melakukan gerakan menggosok, dan akhirnya sol sepatu sandal itupun akhirnya terlepas.
[caption id="attachment_384462" align="aligncenter" width="483" caption="Keluar lidahnya"][/caption]
Begitulah, padahal sepatu sandal itu adalah alas kaki kebangsaan untuk pergi ke kantor. Sungguh nyaman menggunakannya, karena tidak panas, juga tidak terkesan sok penting dan sok rapi. Seadanya, sewajarnya saja. Kalaupun nanti ada acara resmi tinggal memakai sepatu yang sengaja kutinggal di kantor, selain yang di rumah, sehingga sewaktu-waktu ada acara resmi tinggal dipakai saja.
[caption id="attachment_384463" align="aligncenter" width="533" caption="Sepatu untuk acara resmi"]
Karena sudah terbiasa menggunakannya, maka kerusakan sol sepatu sandal itu sungguh terasa mengganggu. Terasa lengket di kaki, karena kehilangan pelapis, sementara di sisi luar, terlihat beberapa jahitan mulai terlepas. Sempat terpikir untuk membuang saja dan kemudian beli yang baru, ketika saya sadar bahwa bahan sepatu sandal ini sebenarnya sangat bagus, terbukti dengan sulitnya merobek ujung-ujung lubang yang robek itu. Dan sesungguhnya, sepatu sandal ini masih sangat layak untuk digunakan. Dengan sedikit permak, maka sepatu sandal ini akan nyaman untuk dipakai kembali.
Demikianlah, akhirnya saya memutuskan untuk mencari tukang sol sepatu untuk memperbaiki sepatu sandal itu. Tetapi ternyata di luar perkiraan, susahnya minta ampun untuk menemukannya. Padahal saya sudah mencoba mencari pada pusat-pusat tukang reparasi tas dan koper, juga penjahit permak jeans di dekat kantor yang menjadi langganan anak-anak kampus, lalu sepanjang jalan berangkat dan pulang kerja, juga sepanjang jalan mengantar anak sekolah, tapi semuanya nihil. Heran sekali saya, padahal kemarin-kemarin sepertinya saya sering sekali menemukan papan nama mereka di jalanan. Tapi begitu ditelusuri lagi, ternyata papan nama itu tidak ada.
Lalu di manakah mereka? Tolongkah, beritahu saya. Jangan sampai saya mengkhianati ideologi kebebasan, kesederhanaan dan keapaadaan itu dengan menutupinya dengan kerapian, sikap sok penting dan bersepatu. Tidak, bersepatu itu bukan diri saya. Tolonglah, di manakah tukang sol sepatu itu? Tidakkah dia sadar, ketidakhadirannya mampu mengubah ideologi hidupku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H