Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Begal, Bahasa Apa Itu?

27 Februari 2015   18:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:25 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan sedang marak fenomena begal di berbagai daerah. Di balik mirisnya fenomena ini, ada hal yang menurut saya membuat besar hati, yaitu munculnya kata 'begal' sebagai bagian dari lema kata arus utama. Dahulu mungkin orang hanya mengenal kata jambret untuk menyebut perilaku perampasan barang milik orang lain di jalan. Saya yang dibesarkan di kabupaten kecil di DIY sebenarnya mengenal kata itu sejak kecil, meskipun waktu itu masih samar-samar mengartikan antara begal, rampok dan maling. Namun demikian, kata ini memang memiliki nuansa yang lebih gelap dan sadis dibandingkan misalnya kata rampas. Dalam bayangan saya, dalam kata begal terdapat nuansa kejam dan pedih, seperti penggunaan senjata tajam untuk melukai korbannya. Hal ini berbeda dengan kata 'rampas' yang dalam bayangan saya hanya berupa proses merebut barang milik orang lain dengan kekerasan tanpa keinginan untuk melukai korbannya.

Ketika dewasa, saya mendengar lagi kata begal ketika melakukan kunjungan ke Lampung yang memang memiliki banyak penduduk dari Jawa yang bertransmigrasi. Ketika itu kami diperingatkan oleh penduduk setempat untuk tidak bepergian ke pedalaman di malam hari karena banyaknya pembegalan yang dilakukan di jalan yang masih relatif sepi. Selain itu, ada fenomena pembegalan dalam bentuk lain, misalnya meminta ganti rugi yang jauh lebih besar dari nilai kerugian ketika menabrak hewan-hewan peliharaan warga. Umum terjadi kerugian menabrak ayam misalnya dimintai kerugian setara sapi, karena alasan kalau ayam dipelihara terus akan berkembang biak dan memiliki nilai serupa sapi. Pengendara yang tidak punya pilihan biasanya akan mengikuti permintaan karena adanya tekanan dan ancaman.

Apabila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata begal adalah:

begal /be·gal/ /bégal/ n penyamun;

membegal /mem·be·gal/ v merampas di jalan; menyamun;pembegalan /pem·be·gal·an/ n proses, cara, perbuatan membegal; perampasan di jalan; penyamunan: - sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani memakai perhiasan kalau bepergian

Dalam KBBI tersebut memang tidak secara eksplisit dibedakan antara perampasan dan pembegalan, yang sama-sama berarti merampas di jalan. Jadi nuansa kejam dan gelap yang saya miliki rupanya hanya sekedar imajinasi yang berkembang dalam diri saya sendiri. Hal ini mungkin karena asal kata daerah yang menjadi sumber kata tersebut yang menurut saya mengandung nuansa kelam. Hal ini tidak berbeda dengan kata dari bahasa Jawa lainnya yang malahan sudah mendunia, yaitu amuk, yang sudah masuk dalam kamus bahasa Inggris: Amok, yang berarti to be out of control and act in a wild or dangerous manner (lihat ini). Sayang memang, sedikit sumbangan kita dalam bahasa Inggris ternyata berupa bahasa yang mengandung konotasi negatif.


Namun demikian, saya sebenarnya berbesar hati dengan maraknya kata 'begal' dipergunakan secara luas. Kata ini saat ini sudah menjadi kata yang umum digunakan untuk mengganti kata perampasan di jalan oleh pelaku berkendaraan bermotor atau penjambretan. Naiknya kata ini menjadi kata yang populer menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia sangat kaya dengan makna dan nuansa. Kata yang dalam bahasa Inggris mungkin hanya memiliki satu kata: steal (maaf kalau saya salah, silakan ditambahi buat yang lebih ahli), dalam bahasa Indonesia bisa diterangkan dengan berbagai kata, dengan beragam nuansa. Penggunaan kata 'begal' ini menurut saya merupakan keanehan atau anomali di tengah banyaknya penggunaan kata-kata bahasa asing yang dipaksakan dalam bahasa kita sehari-hari.



Karena itu, sebenarnya kita tidak perlu malu dan minder menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai kesempatan. Dan semuanya sepertinya memang harus berawal dari diri kita sendiri yang seringkali tidak PD dan kurang hebat menggunakan bahasa ibui. Kompasiana mungkin juga dapat memulai dengan mengganti rubrik-rubrik Head Line menjadi Berita Kepala, Trending Articles menjadi Artikel Populer (walau populer serapan juga), Highlight menjadi misalnya Artikel Utama, Featured Articles menjadi Artikel Menarik, dan sebagainya.
Semoga kita dapat turut berperan memperkaya dan merawat bahasa kita yang sebenarnya sangat indah dan kaya nuansa. Kalau tidak kita, siapa lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun