Tidak ada yang musykil ternyata di negara ini. Ketika rakyat ibaratnya belum usai berpesta karena munculnya sang pemimpin idola, ternyata yang terjadi malahan silang sengkarut yang berkepanjangan. Sesuatu yang mungkin belum pernah terjadi pada pemerintahan sebelumnya: pemilihan pimpinan keamanan negeri sampai memakan waktu berminggu-minggu, mengisi ruang publik dengan berbagai tarik menarik kepentingan, berbagai intrik politik dan tarik ulur yang sebenarnya tidak memberikan manfaat sedikitpun bagi rakyat. Mereka malahan harus tersingkir ke tepian, menjadi penonton, menunggu pentas yang menjemukan ini selesai.
Jangankan turut berperan, suara-suara kelas menengah yang dulu pernah secara efektif digalang, juga dengan melibatkan media sosial, kini seperti gamang. Ya, karena yang mereka hadapi adalah pemerintahan yang belum seumur jagung yang lalu mereka sanjung-sanjung, mereka dukung dengan sepenuh jiwa raga, bahkan mungkin harus berkelahi dan berselisih dengan orang-orang terdekatnya. Teman akrab bisa berjauhan, suami istri bisa saling berdiam, karena berbeda pilihan. Alangkah mahalnya nilai pemilihan pemimpin kita yang lalu itu.
Memang masih ada yang menonton dengan pandangan lain. Mereka menyimak, terpesona, ibarat menonton adegan film eksyen, bertepuk tangan dan kagum dengan adegan-adegan yang diperankan oleh sang jagoan. Selanjutnya mereka bercerita dengan berbuih-buih tentang piawainya sang jagoan mengatasi musuh-musuhnya, padahal sebenarnya mereka tetap tak dapat apa-apa.
Apa yang tertayang dalam film tersebut sepertinya sebentar lagi usai. Sang sutradara sepertinya memilih langkah aman, dengan berusaha memenangkan kedua belah pihak, yang sebetulnya berperan sebagai sama-sama pahlawan. Yang satu pemberantas korupsi, yang satu penjaga keamanan negeri. Tapi memang rumitnya, penjaga keamananpun bisa terindikasi korupsi, dan sang pemberantas korupsi bisa dianggap melanggar ketentuan negeri. Alangkah rumitnya negeri ini.
Dan sang sutradara sepertinya memilih untuk menyelamatkan muka kedua pahlawannya, walaupun memang tetap ada yang terpental untuk sebuah harmoni. Entah, siapa sebenarnya yang benar-benar menang dalam pentas kali ini. Mungkin mereka yang suka korupsi, mungkin mereka yang senang melanggar keamanan negeri. Ya, mungkin merekalah yang benar-benar berpesta, ketika para pahlawan itu beradu pukul diantara mereka. Alangkah musykilnya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H