Ada yang aneh pada logika awam seperti saya mengenai penanganan istimewa yang diberikan kepada Aiptu Labora Sitorus. Walaupun pada saat tulisan ini dibuat yang bersangkutan akhirnya dapat ditangkap, namun ada beberapa hal yang perlu dicatat pada kasus rekening gendut ini, yaitu:
1. Labora adalah polisi rendahan berpangkat Aiptu ((Ajun Inspektur Polisi Satu), yang berarti masuk kategori Bintara Tinggi, atau setara Pembantu Letnan Satu (Peltu) di TNI (lihat sumber ini). Dengan kondisi ini, dapat dibayangkan bagaimana logika awam bertanya-tanya: polisi serendah itu saja bisa memiliki rekening lebih dari 1 trilyun, bagaimana yang lebih tinggi?
2. Ada kecurigaaan bahwa dia hanya merupakan operator lapangan dari bisnis yang dilakukan oleh petinggi polisi. Makanya, proses penangkapan yang dilakukan setelah dia melarikan diri dari penjara dengan alasan berobat tersebut relatif alot dan penuh tarik ulur. Dapat dibayangkan, diperlukan perintah Menteri KumHAM secara langsung untuk menangkap Labora Sitorus, belum lagi masih diperlukan proses negosiasi dan mediasi yang dilakukan oleh Komnas HAM, seolah ini adalah sebuah permasalahan pelanggaran HAM yang pelik. Padahal menurut logika awam saya, ini hanyalah serupa dengan kasus hukum biasa yang tidak memerlukan penanganan khusus, hanya karena nilai pelanggarannya besar maka menjadi perhatian yang serius.
3. Adanya pembelaan yang cukup heroik dari karyawan PT Rotua yang dipimpin Labora Sitorus beserta dengan masyarakat sekitar perusahaan tersebut beroperasi. Menurut berita, lebih dari 1000 orang membentengi Labora agar tidak ditangkap, walau akhirnya proses penangkapan dapat berjalan dengan damai dalam waktu singkat. Dari berita tersebut dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang membela Labora tersebut tidak berniat untuk berbuat rusuh. Satu-satunya motivasi yang masuk akal adalah motivasi ekonomi, karena perusahaan yang dijalankan memberi kemanfaatan besar bagi masyarakat.
4. Perlu diperdalam mengenai proses bisnis yang dijalankan oleh PT Rotua yang nantinya berimplikasi pada proses hukum yang harus dijalani. Pegawai pemerintah, TNI dan Polri memang dilarang untuk terlibat bisnis secara langsung, apalagi yang bersinggungan dengan lingkup tugasnya sebagai pengatur, pengawas maupun fasilitator. Mencermati besarnya nilai ekonomi dari perusahaan tersebut, perlu diperhatikan dampak ekonomi yang dapat timbul dari proses hukum yang berlaku. Apabila perusahaan tersebut menjalankan aktifitasnya secara legal, pada bidang usaha yang legal, menurut hemat saya yang awam, dapat saja diakuisisi oleh Pemerintah Daerah sehingga kemanfaatannya dapat lebih luas bagi masyarakat. Hal berbeda tentunya terjadi apabila perusahaan tersebut memang melanggar hukum dalam operasinya, misalnya menjalankan illegal logging.
Demikian beberapa catatan dari seorang yang awam hukum seperti saya, yang hanya mengandalkan logika kebenaran dan keadilan, semoga bermanfaat sebagai masukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI