Tulisan ini dipicu oleh ketergangguan saya terhadap tampilan Ira Koesno di Kompas TV yang rutin memandu acara Satu Meja, setelah sekian lama menghilang dari stasiun TV yang dahulu membesarkannya. Karena alasan yang ringan tersebut, maka tulisan ini saya masukkan kanal Hiburan alih-alih kanal Media yang cenderung serius. Sebenarnya ketergangguan itu semata karena kepedulian dan rasa sayang (ciee) terhadap beliau, yang dahulu pernah menjadi salah satu penyiar favorit saya waktu mahasiswa. Dia dikenal sebagai presenter dan anchor berita yang sesuai dengan motto acaranya: aktual, tajam dan terpercaya. Sempat juga namanya menjadi semacam icon seorang presenter yang cerdas, cantas dan mengemukaan pertanyaan dengan tuntas, tas, tas, meniru sebuah iklan jamu bagi wanita. Bahkan kecantasannya itu sempat membuatnya bermasalah di ujung pemerintahan Orde Baru, gara-gara sebuah wawancara dengan Pak Sarwono Kusumaatmadja, salah satu tokoh Golkar yang sepertinya sangat pandai membaca situasi, yang mengemukakan kata 'cabut gigi' untuk menyelamatkan pemerintahan Soeharto. Kalimat bersayap itu dapat diartikan sebagai perlunya pergantian rezim atau lugasnya: turunkan Soeharto. Akibatnya, beredar kabar Ira Koesno mendapat teguran dari pengelola TV tempatnya bekerja, yang kepemilikan sahamya sebagaimana banyak stasiun TV waktu itu terkait erat dengan keluarga Cendana.
Itu cerita dulu, yang sebenarnya sayup-sayup saya ingat isinya, karena sebenarnya yang lebih menancap dalam ingatan adalah tampilan fisik presenter wanita itu. Sosok yang cerdas, itu yang terkesan pertama kali melihatnya, dengan didukung oleh dandanan dan tata rambut yang mendukung penampilannya sebagai seorang yang 'berotak'. Kita dapat menyimaknya dalam kumpulan foto hasil search Google yang iseng-iseng tapi serius, yang sebagian besar masih menampilkan tampilan dirinya yang dulu:
[caption id="attachment_385865" align="aligncenter" width="600" caption="Ira Koesno yang dulu"][/caption]
Tapi entah mengapa, saat ini dia memilih untuk tampil dengan tatanan rambut blonde, berponi, yang sekilas seperti Barbie itu (maaf saya tidak ahli dalam tatanan gaya rambut jadi tidak dapat mendeskripsikan dengan pas gaya apa itu). Mengapa dia justru memilih penampilan yang seperti cenderung memanjakan fisik bukan kecerdasan otak?
[caption id="attachment_385859" align="aligncenter" width="600" caption="Ira Koesno saat ini"]
Apakah dia sedang memilih sebuah posisi yang berbeda dengan beberapa presenter Kompas TV yang cantik-cantik itu yang cenderung berpenampilan seperti dirinya dahulu?
[caption id="attachment_385864" align="aligncenter" width="600" caption="Presenter Kompas TV yang muda dan fresh"]
Apakah dia sedang mencoba menciptakan image baru, sekaligus pasar penonton baru yang mungkin lebih dewasa bagi dirinya? Mengapa yang tampil justru seperti seorang Barbie yang tidak lagi dinamis dan segar. Kalau kesan itu yang tertangkap pada sebagian besar pemirsa, saya khawatir yang terjadi justru pasar yang meninggalkannya, setidaknya saya yang dahulu merupakan captive market bagi dirinya :)
Yang lebih menggelisahkan lagi adalah, jangan-jangan penampilan tersebut merupakan implikasi dari degradasi yang terjadi pada dirinya, sesuatu yang mungkin mengada-ada, tapi mungkin bisa saja ada keterkaitannya. Ini dipicu dengan acara semalam yang membahas permasalahan beras plastik, dengan narasumber salah satunya seorang ibu yang mengirimkan laporan penemuan beras plastik ke BPOM melalui email. Yang mengganggu adalah, mengapa pertanyaan yang diontarkannya terasa berputar-putar, tidak cantas dan lugas seperti dulu? Mengapa dia mempertanyakan hal-hal teknis seperti kebenaran pengiriman email yang dengan mudah dapat dicek dalam sent email pelapor? Mengapa dia justru meragukan motivasi seorang konsumen yang alasannya sederhana saja: karena beras plastik berbahaya bagi kesehatan. Mengapa dia malahan seperti membuka celah bahwa hal itu terkait dengan jaringan mafia beras, bahkan kemudian muncul ungkapan bahwa ibu itu bagian darinya, sebagaimana dituduhkan oleh seorang anggota DPR? Mengapa dan mengapa?
Hmm, saya tidak heran, kalau pertanyaan semacam itu akhirnya akan memicu masalah, seperti ternyata pernah terjadi dengan topik prostitusi online yang pernah ditayangkan Satu Meja sebelumnya.
[caption id="attachment_385866" align="aligncenter" width="547" caption="Teguran KPI"]