Awal millenium ketiga, sekitar tahun 2000an, dunia musik Indonesia diramaikan dengan grup band yang berasal dari luar pusat-pusat industri musik yang secara tradisional menjadi pemain dominan di industri musik Indonesia, yaitu Jakarta dan Bandung. Di era tersebut, tumbuh semangat bermusik yang luar biasa di berbagai daerah, yang salah satunya dipicu oleh kesuksesan Dewa 19 yang mampu 'menaklukkan' Jakarta dari Surabaya. Memang, hingga pada saat itu, seperti terdapat pameo bahwa band harus tinggal dan berasal dari dua kota dominan, yaitu Jakarta dan bandung agar sukses menjadi band di Indonesia. Tentu hal ini tidak terlepas dari sejarah panjang yang menunjukkan bahwa memang dari kedua kota tersebutlah muncul band-band yang akhirnya menjadi band legendaris Indonesia. Sebutlah misalnya Koes Plus, Panbers, D'lloyd, Bimbo, God Bless, dan pada era berikutnya seperti Karimata, Krakatau, Kahitna, Swami dan seterusnya.
Mungkin hal ini tidak terlalu salah, namun juga tidak selamanya demikian.Sempat muncul juga band-band rock yang muncul dari hasil keseriusan seorang promotor mucik rock era 80an, yaitu Log Zhelebour dengan menggandeng sebuah pabrik rokok melakukan festival ke berbagai daerah untuk menampilkan pertunjukan musik rock sekaligus melakukan seleksi terhadap grup-grup musik rock di daerah. Dari ajang ini muncul beberapa band rock dari daerah yang sempat mencuat ke tingkat nasional, misalnya El Pamas dan Power Metal, keduanya dari Jawa Timur. Namun kemudian, pamor musik rock perlahan surut digantikan oleh musik-musik manis yang memang tidak pernah hilang ditelan waktu.
Pada era 2000an, muncul fenomena lain, yaitu bangkitnya band-band daerah, yang dimungkinkan muncul dengan banyaknya fasilitas-fasilitas studio dan kemudahan untuk melakukan rekaman secara independen atau dikenal sebagai indie. Di Yogyakarta, wilayah yang dikenal sebagai basis mahasiswa dan pelajar, studio musik tumbuh secara massif. Hal ini dipicu oleh banyaknya pentas musik yang diadakan di kampus mapun berbagai acara lainnya. Tambah lagi, terdapat acara musik di sebuah radio anak muda terkemuka di Yogyakarta waktu itu, yaitu Radio Geronimo yang memiliki acara yang menampilkan hasil karya bank-band yang menampilkan hasi karya sendiri, yaitu Ajang Musikal. Acara ini dikemas serius, bahkan terdapat semacam chart yang menampilkan tingkat kepopuleran lagu-lagu hasil karya band indie tersebut. Dari sinilah Sheila on 7 menemukan panggungnya untuk menuju pentas nasional.
Kesuksesan band ini diawali oleh lagu Kita yang memiliki melodi dan lirik sederhana sehingga mudah diterima di telinga para pecinta musik di Yogyakarta. Kesuksesan tersebut kemudian membawa mereka mengirimkan contoh hasil karya ke produser musik di Jakarta, yang akhirnya dapat diterima oleh mayor label, yaitu Sony Music. Kesuksesan akhirnya menghampiri band ini dengan lagu-lagu semacam Dan, Anugerah Terindah, Jadikan Aku Pacarmu, dan sebagainya. Album ini terjual hingga lebih 600 ribu copy dan mendapat berbagai penghargaam. Album kedua mereka semakin mengukuhkan diri sebagai band yang diidolakan kaum muda, dengan lagu populer seperti Kekasih Gelap (Shepia). Album ini konon terjual hingga 2 juta copy, hingga melekatkan nama mereka sebagai salah satu band dengan penjualan lebih dari 1 juta, selain Dewa19 dan Jamrud yang pada saat yang relatiif bersamaan juga mengeluarkan album yang cukup sukses.
Memang di luar pencapaian dari sisi komersial, terdapat tanggapan miring terhadap kualitas bermusik mereka yang dibilang menye-menye dan tidak ngerock. Sempat terpantau saling serang dan ejek antara SheilaGank (fans Sheila on 7) dan Slankers, juga dengan Baladewa, sesuatu yang wajar terjadi pada fans yang masih cenderung muda usia. Apabila dicermati, memang peran Erros sebagai gitaris dan pencipta lagu terasa dominan. Ada beberapa lagu yang terasa sekali dominasi gitarnya, hingga terasa tidak nyaman didengarkan, seperti pada lagu pertama album kedua yang saya lupa judul persisnya ( ). Namun demikian, terdapat juga berbagai komposisi yang sangat indah dan mungkin berpotensi untuk menjadi lagu klasik, misalnya lagu Dan yang dinobatkan sebagai salah satu lagu terbaik Indonesia sepanjang masa oleh Majalah Rolling Stone Indonesia beberapa waktu lalu.
Yang menggembirakan adalah, band ini hingga saat ini masih konsisten dengan karya, yang terlihat semakin matang, dilihat dari warna bermusik maupun tema dan lirik yang dipilih. Belum lama band ini mengeluarkan album dengan lagu-lagu yang populer seperti Waktu Hujan dan juga Lapang Dada. Terasa ada kedewasaan yang mengendap dari pengalaman hidup para personilnya, yang tentunya semakin dewasa dan matang. Hal ini mungkin juga mengikuti usia para penggemar yang juga semakin dewasa, mungkin masuk usia 30an dan 40an. Terasa tepat dan dalam apa yang diungkapkan dalam lirik lagu Lapang Dada ciptaan Erros, yang menggambarkan bahwa kondisi sudah berubah dan merekapun harus menerima perubahan itu, sebagaimana lirik berikut:
apa yang salah dengan lagu ini
kenapa kembali ku mengingatmu
seperti aku bisa merasakan
getaran jantung dan langkah kakimu
kemana ini akan membawaku
kau harus bisa bisa berlapang dada
kau harus bisa bisa ambil hikmahnya
karena semua semua tak lagi sama
walau kau tahu dia pun merasakannya
di jalan yang setapak kecil ini
seperti ku mendengar kau bernyanyi
kau tahu kau tahu rasaku juga rasamu huuu
kau harus bisa bisa berlapang dada
kau harus bisa bisa ambil hikmahnya
karena semua semua tak lagi sama
walau kau tahu dia pun merasakannya
Ya, memang jaman telah berubah, namun Sheila on 7 tetap memesona bagi para penggemar, yang tentunya juga sudah berubah usia dan kedewasaannya.