Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemimpin Visioner, Adakah Kini?

10 Maret 2015   14:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:44 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak tipe pemimpin di dunia. Ada pemimpin yang membuat orang ternganga dengan langkah-langkahnya yang berpandangan jauh ke depan dan terbukti mampu melintasi ruang dan waktu. Nelson Mandela adalah salah satu pemimpin di era sekarang yang mampu menggedor memori kita tentang seorang pemimpin besar. Dia mampu mengatasi konflik di negaranya yang terbilang rumit, kemudian mampu menyatukan negara yang saat itu terpecah berdasarkan warna kulit hingga mampu duduk secara bersama-sama membangun bangsa. Tak sedikit duka lara yang telah dialami oleh Nelson Mandela, berupa pemenjaraan, penyiksaan dan berbagai derita lain selama masa hidupnya. Kesemua tindakan penguasa apartheid yang memegang paham membedakan manusia berdasarkan warna kulit itu ternyata tak mampu mengatasi kebesaran jiwa yang dimilikinya. Akhirnya, setelah melalui perjuangan tanpa kekerasan selama bertahun-tahun, Afrika Selatan mampu menjadi bangsa yang menyatu.

Nelson Mandela, dengan kebesaran jiwanya mengampuni kesalahan yang dilakukan rezim pendahulunya, dan merangkul bersama dalam sebuah pemerintahan yang tidak memandang warna kulit. Baik hitam maupun putih mendapat kesetaraan untuk berkiprah memajukan bangsanya. Metode rujuk nasional tersebut kemudian diacu oleh berbagai negara, termasuk di Indonesia yang pernah menggaungkan pembentukan semacam Komite Rekonsiliasi diantara pihak-pihak yang pernah bermusuhan, misalnya antara anak-anak PKI dan anak-anak enderal yang terbunuh. Apa yang dihadapi oleh Nelson Mandela saat itu tentulah lebih rumit, karena menyangkut sekian juta rakyat kulit hitam yang menjadi mayoritas dalam negeri yang dikuasai oleh kulit putih sebagai minoritas. Kebesaran jiwa Mandela terbukti dengan dapat dicegahnya pertumpahan darah dalam proses rekonsiliasi tersebut.

Saat ini, Afrika Selatan menjadi salah satu negara yang mengalami perkembangan ekonomi tertinggi di dunia, bergabung dengan beberapa negara ekonomi terkemuka lainnya, seperti China dan Brazil. Kita tentu pernah mendengar tentang negara-negara ekonomi baru tumbuh yang disingkat BRICS, yang meliputi Brazilia, Rusia, India, China dan South Africa. Visi Mandela dalam mengatasi permasalahan-permasalahan besar di negaranya, juga perannya sebagai mediator di berbagai konflik dunia diakui oleh berbagai kalangan yang menganggapnya sebagai Bapak Perdamaian Dunia, termasuk Komite Nobel yang menganugerahinya Nobel Perdamaian 1993 (lihat ini). Kebesaran jiwanya juga tampak dengan banyaknya pemimpin negara yang hadir dalam proses pemakamannya pada akhir tahun 2013 yang dihadiri oleh sekitar 60 pemimpin dunia.

Mengenang Mandela menimbulkan kekaguman juga keharuan membaca keberanian, konsistensi dan pengorbanan yang dilakukan. Pemimpin seperti itu mungkin yang dulu sering digaungkan oleh Anies Baswedan sebelum menjadi pejabat, sebagai 'orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri'. Artinya, orang tersebut hanya memikirkan kepentingan yang lebih besar, bagi orang lain, masyarakat, maupun bangsa dan negaranya. Pertanyaannya, pernahkan kita memiliki pemimpin semacam itu, dan masihkah saat ini kita memilikinya?

Dari sejarah kita belajar bagaimana para pendiri bangsa ini memiliki kebesaran jiwa, berkorban untuk kepentingan yang lebih besar, seperti pengorbanan para tokoh Islam untuk merevisi sila pertama yang mencantumkan kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' menjadi sebagaimana yang kita kenal saat ini. Kita juga mengenal para pemimpin yang memiliki etika berpolitik yang tinggi, tetap saling menghargai meskipun berbeda pendapat, seperti yang pernah diceritakan mengenai persahabatan antara tokoh Partai Katolik I.J Kasimo dengan tokoh-tokoh berbasis Islam, seperti M. Natsir misalnya. Perbedaan ideologi dan arah politik tidak membuat mereka berkonfrontasi secara fisik dan meninggalkan penghargaan sebagai sesama. Sungguh cerita-cerita yang  agung dan mengharukan bagi kita yang membacanya sekarang.

Melihat kondisi bernegara saat ini, ketika atmosfir politik dipenuhi dengan konflik kepentingan, tarik ulur para pihak, bahkan diiringi dengan sumpah serapah dan caci maki, apakah kita melihat adanya pemimpin yang visioner yang tumbuh di negeri ini? Adakah pemimpin yang benar-benar berjuang dan berkorban untuk rakyat, meninggalkan kepentingan pribadi, kelompok, golongan dan partainya? Adakah pemimpin yang di kepalanya berisi mimpi-mimpi, ide-ide, gagasan-gagasan yang berkecamuk menunggu untuk direalisasi, yang tujuannya untuk sebesar-besar kemanfaatan masyarakat? Adakah pemimpin yang tidak meributkan perbedaan-perbedaan yang timbul, namun menjadi jembatan yang menengahi perbedaan untuk tujuan yang lebih besar? Adakah sosok seperti itu?

Terus terang, saya sedang mencoba mengeja jawabnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun