Sebenarnya tulisan ini saya maksudkan untuk komen tulisan Mas Alan Budiman disini, tapi karena terlalu panjang, makanya saya tulis sebagai posting tersendiri. Padahal jujur, sebenarnya saya sudah agak malas untuk menulis lagi, karena beberapa sebab. Tulisan mas Alan yang saya perhatikan salah satu seleb di K, sama seperti beberapa penulis lain yang rajin dan sering HL maupun TA, memberikan beberapa catatan yang merupakan catatan saya juga, walaupun mungkin dari sisi pandangan tingkat selebritas yang berbeda (canda lhoo).
Sebenarnya yang patut dipermasalahkan bukan yang ter-ter, karena itu ukurannya kuantitatif, seperti juga twitter yang jelas apa ukurannya: semakin banyak yang klik atau retweet atau menilai, tentunya wajar kalau mendapat predikat tersebut. Makanya twitter tidak pernah dan tidak patut mendapat komplain karena status trending topic dan lainnya, karena ukurannya jelas dan kuantitatif. Komplain atau sinisme yang muncul adalah dari sisi jumlah follower yang katanya dapat dibeli dan sebagainya. Ini mungkin yang di K isunya menjadi tim hore yang saya sebenarnya tidak terlalu paham apa dan siapa itu.
Yang sangat patut dipertanyakan di K adalah kriteria HL, TA, FA yang menurut saya sama sekali tidak jelas, karena indikatornya kualitatif, subyektif dan kadang terindikasi tidak dikelola dengan serius. Saya bahkan pernah berpikir, pemilihan itu dilakukan secara acak, atau mungkin juga dengan menggunakan teknologi misalnya dengan mesin pengenal nama, sehingga setiap tulisan baru yang muncul, dia cukup mengenali nama penulisnya, dan kemudian menjamin masuk ke HL.Ini hanya pemikiran negatif yang timbul, sangat mungkin salah, tapi mungkin juga benar :)
Permasalahan selanjutnya adalah konsistensi admin dalam menerapkan kriteria yang katanya layak untuk HL, TA maupun FA. Saya mengamati, banyak HL yang memang cukup layak karena ditulis dengan komprehensif dan seringkali merupakan reportase lapangan yang tentunya membutuhkan effort yang besar. Tetapi seringkali juga ada HL yang hanya berupa tulisan singkat yang tidak jelas apa kebaruan yang akana disampaikan. Kriteria TA mungkin cukup jelas, karena kriterianya kuantitatif, dan saya menilai cukup fair. Kemudian kriteria FA, menurut admin adalah tulisan lama yang masih cukup menarik dan patut untuk dibaca kembali. Namun beberapa waktu lalu saya mendapati tulisan FA yang membahas mengenai Konggres PAN yang baru saja diadakan di Bali, dengan nada yang sangat memihak salah satu calon. Apakah ini namanya konsisten? Apakah tidak jadi munculnya prasangka, misalnya admin memiliki kepentingan pada acara partai itu? Sungguh ini sangat tidak layak dan seperti menjilat ludah sendiri.
Belum lagi permasalahan lain seperti terlalu lamanya Highlight berhenti, sementara tulisan terbaru selalu muncul, sehingga banyak sekali tulisan yang sepertinya bermutu menjadi terbuang bahkan tidak dilirik oleh pembaca. Saya tidak terlalu paham, ini masalah teknis, seperti beban website yang terlalu berat karena banyaknya pengakses, atau kemalasan admin yang mengelola K dengan seaadanya. Kalau memang admin tidak mampu untuk mengelola dengan serius, saya kira memang sudah waktunya untuk tidak menulis terlalu serius.
Mengapa permasalahan ini perlu disikapi dan menjadi sangat serius, menurut saya karena bagi seorang penulis, hasil tulisan adalah ibarat anak kandung yang memiliki ikatan emosional. Seorang penulis pasti ingin tulisannya dihargai, dibaca dan diapresiasi banyak orang. Karena itu, seringkali sebuah tulisan dilakukan dengan perenungan, mencurahkan energi, waktu, pikiran dan mungkin juga perasaan, sehingga tanggapan yang layak merupakan salah satu hal yang didambakan. Aku menulis, maka aku ada, mungkin itu kredo yang mendasari banyak orang untuk menulis.
Maka, ketika sebuah tulisan mungkin hanya dipandang sederet kata dan huruf tanpa makna, maka itulah saatnya untuk berhenti, itulah saat untuk mengucap selamat tinggal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H