Disusun oleh: Denny Susanto – Associate Researcher CRMS
Pengertian Enterprise Risk Governance (ERG)
Menurut International Risk Governance Council (IRGC), risiko adalah ketidakpastian (umumnya merugikan) konsekuensi dari suatu peristiwa atau kegiatan yang berkaitan dengan sesuatu yang dianggap bernilai, dan merupakan bagian permanen serta penting yang terjadi dalam setiap aktivitas kehidupan manusia. Kemauan dan kemampuan untuk mengambil, menerima, serta menghadapi risiko sangat penting untuk dapat mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan sehingga dapat dikatakan bahwa risiko juga disertai dengan potensi atau peluang manfaat. Potensi tersebutakan mungkin didapatkan oleh masyarakat dengan meminimalkan konsekuensi negatif dari risiko yang terkait melalui Risk Governance atau yang seringkali disebut tata kelola risiko.
Governance mengacu pada tindakan, proses, tradisi dan institusi tempat kewenangan dilaksanakan dan keputusan diambil serta dilaksanakan. Oleh sebab itu, Enterprise Risk Governance (ERG) dapat dikatakan sebagai pendekatan sistemik yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan oleh para pimpinan dalam suatu organisasi terkait dengan risiko-risiko yang terdapat pada badan organisasi tersebut.Prinsip-prinsip kerjasama, partisipasi, mitigasi dan keberlanjutan merupakan dasar dari penerapan ERG yang diadopsi untuk mencapai pengelolaan risiko yang lebih efektif dalam suatu badan organisasi dan konvergen dengan kebijakan publik dan swasta lainnya. Tujuan dari ERG adalah untuk mengurangi eksposur risiko dan kerentanan dengan mengisi kesenjangan yang terdapat dalam kebijakan tentang penanganan risiko, serta menghindari atau mengurangi biaya manusia dan ekonomi yang disebabkan oleh risiko yang dapat berdampak sistemik.
Secara umum, ERG dan Enterprise Risk Management (ERM) memiliki keterkaitan dalam hal prinsip dan tujuan dari penerapannya. Namun, prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance (GCG) untuk identifikasi, penilaian, manajemen dan komunikasi risiko yang terdapat pada penerapanERGmerupakan perbedaan diantara keduanya.Hal tersebut terkait dengan akuntabilitas, partisipasi dan transparansi dalam prosedur dan struktur pembuatan keputusan terkait manajemen risiko yang akan dibentuk dan diimplementasikan. Perbedaan lainnya dalam penerapan ERG dibandingkan dengan ERM dalam suatu organisasi adalah terlibatnya para pimpinan pada struktur organisasi yang menjadi prioritas. Melihat definisi ERG yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa penerapannya dalam suatu badan organisasi sangat penting dalam hal mengatasi risiko dan mencapai tujuan dari organisasi tersebut.
Penerapan ERG Pada Industri Perbankan
Perbankan merupakan salah satu bentuk organisasi atau sebuah kegiatan usaha yang terus mengalami perubahan dan peningkatan sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, globalisasi dan integrasi pasar keuangan. Perubahan tersebut akanmembuat kompleksitas kegiatan dari usaha perbankan semakin meningkat. Kompleksitas kegiatan usaha perbankan yang semakin meningkat akan mengakibatkan tantangan dan eksposur risiko yang dihadapi juga semakin besar. Melihat perkembangan tantangan dan risiko dari usaha perbankan, maka diperlukan berbagai macam upaya untuk memitigasi risiko tersebut. Salah satu upaya utama yang dapat dan perlu dilakukan oleh industri perbankan adalah dengan menerapkan ERG.
Implementasi ERG yang suksesakan mengarah kepada pengertian dari para pimpinan di suatu organisasi atau perusahaan tentang pentingnya penerapan ERM dalam menghadapi risiko.Hal tersebut akan menciptakan proses tata kelola perusahaan yang lebih baik dalam hal mengurangi dan mengendalikan biaya keseluruhan manajemen risiko, mengurangi profil risiko bank secara keseluruhan, membantu alokasi modal yang lebih baik sejalan dengan tingkat eksposur risiko yang dihadapi bank secara keseluruhan dan meningkatkan kepercayaanstakeholders dan regulatorterhadap kegiatan bank.Pada industri perbankan di Indonesia pengelolaan risiko dianggap sangat penting, terbuktidari dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 5/8/PBI/2003 yang diubah atau diperbaharui oleh PBI Nomor 11/25/PBI/2009 dan surat edaran Bank Indonesia No. 13/23/DPNP tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum.
Mengacu pada peraturan tersebut, Bank Central Asia (BCA) memiliki suatu kerangka kerja manajemen risiko terintegrasi yang mencakup kebijakan bank dan pembagian tanggung jawab agar pengelolaan risiko berjalan secara efektif di seluruh aspek bank. Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) telah membentuk sebuah komite manajemen risiko untuk memformulasikan kebijakan manajemen risiko Indonesia dan juga membentuk unit manajemen risiko untuk memonitor pelaksanaan manajemen risiko yang terintegrasi. Pada Bank Danamon, budaya integrasi atau ERM diterapkan dengan tegas di seluruh bagian bank, manajemen menggunakan pendekatan pengelolaan risiko menyeluruh berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang baik, meliputi strategi risiko yang terdefinisi dengan baik, struktur dewan yang tepat dan komite kerja yang aktif dengan peran, tanggung jawab, wewenang dan jenjang pendelegasian yang jelas. Begitu pula dengan bank-bank lainnya yang ada di Indonesia.
Secara fundamental, penerapan risk management oleh perbankan akan mendorong diterapkannya pula prinsip GCG dan peningkatan kehati- hatian dalam kegiatan operasional sehari-hari. ERG akan menjadi awal bagi industri perbankan dalam membangun sebuah budaya risiko yang kuat dan penerapan ERM yang terintegrasi. Oleh sebab itu, dengan penerapan ERG yang semakin baik, industri perbankan di Indonesia diharapkan dapat bertahan dan berkembang menjadi lebih baik dalam rangka menyambut Asean Economic Community (AEC)
Peran ERG Dalam Menghadapi AEC