Mohon tunggu...
S. Cristian Putri
S. Cristian Putri Mohon Tunggu... -

Menjadi cahaya meskipun kecil \r\n@Cristian_Putri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengintip Strategi Propaganda Capres Jokowi

17 Juni 2014   15:43 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:23 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_329512" align="aligncenter" width="350" caption="Propaganda Media: Jokowi Menyapu, Mana Sampahnya, Kok Pakai Sepatu (SumberFoto:TribunNews)"][/caption]

Silahkan amati foto diatas dengan seksama. Bagaimana Jokowi menyapu dengan media bayaran? Menarik bukan, menyapu dengan sepatu kantor dan tanpa ada sampah. Silahkan cari digoogle, akan banyak ditemui trik media sebagai alat pencitraan Jokowi.  Ini merupakan trik propaganda....

Perhelatan pemilihan presiden akan menjadi ajang kolaborasi penerapan berbagai teori keilmuan, mulai dari politik, statistik, sosiologi, marketing, komunikasi bahkan sampai ilmu perang. Arena pilpres bahkan kerap menjadi tempat eksperimen penerapan aneka inovasi strategi oleh masing-masing kubu untuk memenangkan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang mereka dukung.

Terlebih, Ilmu politik sebagai bagian alat strategi kini semakin berkembang berkat kolaborasi berbagai ilmu lainnya semisal ilmu statistik, bagaimana politik yang merupakan sebuah ilmu sosial kualitatif, bahkan sarat dengan hal irasional, kini bertransformasi seolah menjadi ilmu eksakta yang kuantitatif. Penerapan ilmu komunikasi, teknologi informasi dan marketing dalam politik juga membuat kampanye politik menjadi lebih kreatif dan inovatif.

Strategi di dalam politik, diantaranya adalah melakukan propaganda, selain tentunya juga terdapat banyak strategi lainnya yang memiliki porsi tersendiri seperti black campaign, negatif campaign, positif campaign, hingga play victim. Propaganda merupakan sebuah usaha sadar yang dilakukan seseorang atau kelompok tertentu untuk mempengaruhi orang atau kelompok lain agar mengikuti tujuan orang yang berpropaganda. Orang yang melakukan propaganda disebut sebagai propagandis. Strategi propaganda ini secara umum ada tiga metode; koersif, persuasif dan pervasif.

Metode Koersif, sebuah komunikasi dengan cara menimbulkan rasa ketakutan, agar secara tidak sadar bertindak sesuai keinginan propagandis. Lalu, metode Persuasif, sebuah komunikasi dengan cara menimbulkan rasa kemauan secara sukarela, agar secara tidak sadar dengan seketika dapat bertindak sesuai dengan keinginan propagandis. Adapun metode pervasif, sebuah komunikasi dengan cara menyebarluaskan pesan serta dilakukan secara terus menerus/berulang-ulang, sehingga melakukan imitasi atau menjadi bagian dari yang diinginkan oleh propagandis.

Hanya saja, kali ini akan membahas propaganda dengan metode persuasif dan sedikit menyinggung strategi pervasif. Mengingat, propaganda koersif di era demokrasi Indonesia nampaknya kurang begitu diterima atau tidak memiliki pengaruh. Sehingga, metode koersif tidak dibahas disini. Metode koersif semisal, melakukan kekerasan pada seseorang di kelompok tertentu agar secara spikologis kelompok tersebut terpengaruh karena rasa takut.

Propaganda Persuasif

Propaganda persuasif dalam bentuknya memiliki banyak ragam, ada yang cukup dengan penyampaian oral (baik dibantu media ataupun tidak), ada yang menggunakan visual, adapula yang dengan memberikan suatu bantuan tertentu, serta di kalangan pemerintahan era modern ada yang menggunakan strategi pembangunan. Meskipun dalam implementasi propaganda persuasif beragam, namun memiliki kesamaan. Kesamaan dari semua bentuk propaganda persuasif bersifat itu hanya sementara atau hasil kebaikannya tidak awet. Karena, tujuan propaganda adalah sekedar mempengaruhi atau menarik simpati seseorang atau kelompok tertentu sampai tujuannya tercapai, yang merupakan sesuatu yang manis dari propaganda persuasif ini tidak memiliki nilai visi dan misi. Sederhananya, sekedar gebrakan pencitraan. Lazimnya, propaganda persuasif diciptakan mendekati detik-detik yang dituju, semisal menjelang Pilpres. Karena jika terlalu lama dari tujuan, propaganda persuasif tersebut akan ketahuan.

Propaganda persuasif yang dilakukan oleh pemerintah misalnya, kita ambil contoh Jokowi dengan DKI-nya. Jokowi menjelang Pilpres ini, mampu merelokasi PKL ke Blok G. Padahal, meskipun sebelumnya banyak PKL yang tidak menerima, namun setelah dilakukan berbagai upaya negosiasi dan diturunkannya Satpol PP dan Jawara, akhirnya PKL menuruti.

Hanya saja, relokasi PKL ke Blok G yang dilakukan Jokowi tidak diikuti mekanisme penyejahteraan PKL, seperti bantuan marketing untuk PKL. Sehingga, para PKL merasa tertipu, karena setelah direlokasi banyak yang bukan saja tidak kuat membayar bulanan, tetapi juga merasa kesulitan membiayai hidup keluarganya dikarenakan dagangannya selalu sepi. Hal tersebut karena, program Jokowi itu, dinilai pedagang tidak berkelanjutan dalam menyediakan faktor pendukung stabilnya aktivitas jual-beli.

Terkait relokasi pedagang, juga mengingatkan kita saat Jokowi sebagai walikota Solo dan akan maju sebagai calon gubernur DKI. Di Solo yang sering dianggap revitalisasi pasar terbaik, realitanya empat pasar sepi pembeli. Paling parah, di Pasar Pucang Sawit, Surakarta, dari 400 kios, hanya terisi 8 kios, sehingga kalau malam jadi lokasi prostitusi. Hal itu lantaran pembangunan hanya ditekankan pada perbaikan fisik, akhirnya tidak menyentuh pemberdayaan manusia yang berjualan di dalamnya. Ketiadaan program jangka panjang ini, ditinjau secara politik merupakan sarana pencitraan karena mendekati pemilihan gubernur DKI.

Contohnya lagi terkait Jokowi, normalisasi Waduk Pluit. Meskipun diawal banyak warga yang menolak digusur, namun setelah melakukan berbagai upaya pendekatan, tidak cukup dengan satpol PP sehingga juga melibatkan aparat Brigade Mobil, akhirnya warga pun menuruti untuk pergi berpencar-pencar. Salah satu alasan mengapa warga tidak rela digusur, dikarenakan tidak adanya program jangka panjang terkait perekonomian warga nantinya. Tukang tambal ban, misalnya, bila tinggal di rusun lantai 2, tidak ada yang bisa dikerjakan. Belum lagi, program rumah susun tidak sepenuhnya gratis, ada biaya reguler dimana warga tak tahu dimana bisa mendapatkan pengahasilan untuk hidup.

Kesuksesan penertiban yang dilakukan Jokowi, yang tidak mampu dilakukan oleh gubernur-gubernur sebelumnya, ditinjau dari hal tersebut merupakan keberhasilan. Secara politik, meskipun warga yang terelokasi dan yang tergusur kecewa, namun secara publik Jokowi sudah dapat poin kemenangan, dalam hal ini pencitraan. Citra tegas, misalnya. Inilah propaganda persuasif.

Propaganda persuasif akan semakin kuat dipublik, bila diikuti strategi propaganda pervasif. Yaitu, mempublikasikan secara terus-menerus kemampuan penertiban, pemberian ruang dengan diikuti tampilan imajiner yang masif, dengan tujuan melemahkan isu publik yang memungkinkan muncul untuk mengcutter. Sekuat apapun langkah ini ditahan dengan cara demikian, namun tidak mungkin bisa bertahan lama, dikarenakan bersifat publik--posesif. Langkah demikian, lazimnya membawa tujuan lain yang harus bersifat cepat, semisal untuk Jokowi sebagai upaya menyambut Pilpres. Karena, bila terlalu lama, akan menjadi isu publik yang tidak menguntungkan Jokowi.

Strategi persuasif ini, mengingatkan tatkala Jepang mengambilalih kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia tahun 1942. Kala itu, televisi belum ada. Radio pun amat terbatas. Pihak Jepang, dalam rangka melancarkan propagandanya, mengklaim sebagai "saudara tua" Indonesia, lewat selebaran-selebaran. Propaganda itu dimaksudkan untuk menarik simpati publik.

Berita Penting Lain:

- Ini Bukti Nasi Bungkus Jokowi
- Media Online Ini Melakukan Black Campaign Pada Prabowo

- PKB Dirahamkan Gus Dur, Tapi Pakai Foto Gus Dur Dimana-mana

- Ini Alasan UU Berbau Islam Selalu Ditolak PDIP

- Kebohongan Jokowi Dimata Para Tokoh

- Jokowi Perintahkan Anak Buahnya Melakukan Black Campaign

- Indonesia Dipimpin Presiden Plagiator Jokowi, Mau?

- Tinggalkan Janji di DKI Jakarta, Jokowi Nyapres

- Versi KPK: Hebat, PDIP Terkorup Pasca Reformasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun