Sejak kecil saya sering mendengar filosofi ini dalam bahasa daerah, (Dawan Timor) "Meup on ate, tah on usif." Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya, "Bekerja seperti hamba, makan seperti raja."
Filosofi ini, seakan mendarah daging untuk kalangan bawah, masyarakat sederhana di kampung. Ungkapan ini bagai api yang membakar semangat mereka untuk bekerja tanpa kenal lelah. Hidup untuk bekerja dan bekerja itulah hidup.
Saya kagum melihat para petani di sawah yang asyik memanen padi, tanpa peduli teriknya mentari. Di situlah saya membayangkan, seandainya saya berada di posisi mereka, pasti saya tidak sanggup. Itulah hebatnya para petani, sederhana tetapi tidak semua orang bisa.
Mereka rela berjemur matahari, rela kotor, demi mendapatkan sesuap nasi untuk menyambung hidup. Biasanya panas, kotor dan lelah, akan terobati saat memanen hasil.
Memang harus diakui bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pekerja atau "homo faber." Hanya dengan bekerja ia menjadi manusia yang sesungguhnya.
Bila kita mengambil konsep "homo faber", maka kita akan berkesimpulan bahwa, bukan manusia namanya bila ia tidak bekerja.
Kerja keras para petani, kegembiraan dan sorak--sorai ketika kembali ke rumah dengan membawa hasilnya menjadi motivasi tersendiri bagi kita, untuk menghargai pekerjaan sebagai bagian dari eksistensi manusia di dunia.
Saya angkat jempol untuk anda semua. Kalian adalah guru kehidupan, mengajar kami bukan dengan kata tetapi dengan kerja nyata.
Hidup harus diperjuangkan. Tidak ada yang gratis di dunia. Kata Bill Gates, "lahir miskin bukan salah kita, tetapi mati karena miskin itulah kesalahan kita." Supaya kaya, harus bekerja, supaya makan seperti raja, harus bekerja seperti hamba.
Atambua, 18.05.2021