Saya pernah memotivasi adik-adik di rumah untuk buka warung mie khusus untuk para ojek dan para pelajar. Saya yakin bahwa usaha ini pasti laris manis karena tempatnya strategis, persis di pangkalan ojek di kampung saya.
Setelah sepakat, mulailah dibuka warung mie untuk kalangan bawah. Yang ditawarkan adalah makanan murah dan mudah dijangkau seperti, mie telur, mie sawi, mie kacang, mie daun pepaya, kopi, dan gorengan.
Harganya juga standar, lima ribuan, hingga sepuluh ribuan. Setelah sebulan berjalan, saya melihat bahwa usaha warung mie, lumayan laris.
Akhirnya saya memberikan ide, sekalian jualan nasi bungkus. Namanya nasi ojek. Jadi nasi kuning, dikasih tempe, ikan teri dan juga mie kering, serta sambal. Harga juga mulai dari lima ribuan hingga sepuluh ribuan.
Sebulan berjalan, ternyata modal sudah kembali dan malahan usaha sudah diperluas, aneka mie, dan juga aneka kue.
Seiring berjalannya waktu, saya melihat bahwa ternyata yang paling laris adalah mie telur. Mie telur praktis dan terasa nikmat untuk kalangan ojek. Sehari bisa habiskan 40 bungkus mie, dan 40 butir telur. Semangkok Rp. 10.000.,
Cara memasak juga sederhana, air dipanaskan, di masukan mie, di masukan telur dan siap dihidangkan. Bila ingin beda rasa, tinggal tambahkan sawi, atau kacang tanah, atau daun pepaya. Tergantung selera.
Gampang dan cepat, tetapi laris karena, biasanya para tukang ojek, tidak mau repot, intinya pagi-pagi, semangkok mie dan segelas kopi, sudah menjadi modal untuk mengais rejeki hingga waktu makan siang. Atau sambil menunggu penumpang, bisa sambil mencicipi semangkok mie plus segelas kopi, bagi mereka sudah sempurna.
Bagi yang belum mencicipi, silahkan mencoba. Percayalah, praktis tetapi terasa nikmat, apalagi di musim hujan. Bisa ditambahkan cabe hijauh, sesuai selera.
Atambua, 27.03.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H