"Gak gampang perang di media sosial ini. Resikonya besar. Kami dibutuhkan, tapi tidak diakui."
Di antara semua pegiat mesdsos yang saya kagumi, salah satunya adalah bang Denny Siregar. Bahkan boleh dibilang 'fans berat'-nya dia. Saya yakin banyak yang kagum dengan sepak terjang beliau di medsos, termasuk lawan-lawannya, cuman sungkan untuk mengakuinya.
Saking kagumnya saya pada orang yang sering dijuliki 'buzzer rupiah', oleh 'tetangga seblah' sampai saya juga ikut-ikutan menulis di media, (kompasiana), hingga menulis buku dengan judul "Jalan Pulang", dengan mengikuti gaya penulisan bang Den.
Saya mulai tertarik membaca tulisannya di medsos, khususnya facebook. Ketika bang Den, tampil membela Ahok, yang katanya terjerat kasus penistaan agama, meski tuduhan itu menurut saya mengada-ada. Ia cukup berani 'unjuk gigi' lewat tulisannya menentang ketidak adilan yang dituduhkan kepada Ahok.
Yang saya kagum adalah keberaniaanya dan komitmennya. Tidak semua orang berani mengatakan yang sebenarnya. Tidak hanya itu ia juga berani mengkritik siapapun; entah pejabat publik atau juga tokoh agama, ormas radikal yang berlaku kasar dan tidak adil.
Hal lain yang menarik juga adalah, ia menyampaikan opininya dengan sederhana, mudah dipahami, humoris, dan bikin pembaca merasa geli sendiri, meski untuk 'kadrun-kadrun' yang sering menentangnya semakin marah.
Banyak yang selalu menantikan dan membagikan tulisannya, termasuk saya, tetapi juga tidak sedikit yang mengata-ngatain, memaki-maki dan mengancam untuk membunuhnya. Ya itulah Denny. Ia tdak bergeming sedikitpun dan tetap pada prinsip, melawan ketidakadilan dan radikalisme.
Entah sudah berapa kali bang Denny dilaporkan ke polisi karena tulisannya, tetapi hari ini kita masih menikmati tulisannya. Mungkin hanya kematian saja yang bisa menghentikan jarinya untuk menulis.