Dalam beberapa bulan terakhir, publik Indonesia digemparkan oleh sosok Ferry Irwandi, seorang content creator yang secara terbuka membongkar praktik perdukunan dan santet. Pergeseran pandangan masyarakat, serta dampak kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terhadap eksistensi mistisisme membuat gundah para dukun di Indonesia. Fenomena ini menjadi perbincangan hangat di media sosial, memunculkan pertanyaan besar: Apakah dukun mulai kehilangan jati diri nya di zaman modern saat ini?Â
Dukun dan Praktik Mistisisme di Indonesia
Keberadaan dukun telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya Nusantara selama berabad-abad. Dalam masyarakat tradisional, dukun dianggap sebagai penjaga keseimbangan spiritual yang memiliki kemampuan supranatural seperti menyembuhkan, meramal, atau bahkan melakukan praktik ilmu hitam seperti santet. Dalam struktur masyarakat yang kerap mengandalkan kepercayaan lokal dan tradisi, dukun tidak hanya memiliki peran spiritual tetapi juga sosial. Mereka dipercaya sebagai penengah konflik, penyembuh penyakit, hingga pelindung masyarakat dari ancaman gaib dan kerap kali dipandang terkemuka oleh masyarakat.
Namun, posisi dukun tidak pernah lepas dari kontroversi. Pada masa kolonial, praktik mistis seperti santet sering mendapat tekanan dari pemerintah kolonial Belanda yang menganggapnya sebagai ancaman terhadap otoritas mereka. Setelah kemerdekaan, keberadaan agama-agama resmi dan akses pendidikan modern mulai mengikisi dominasi mereka. Â Perubahan besar terjadi pada akhir abad ke-20, ketika teknologi masuk ke berbagai lapisan masyarakat. Dukun yang sebelumnya dianggap sebagai satu-satunya solusi atas masalah spiritual, mulai kehilangan pengaruh ketika masyarakat memiliki akses ilmu pengetahuan serta pengobatan medis yang jauh lebih meyakinkan dan dapat diterima akal logis.
Pada masa lalu, masyarakat cenderung menerima mistisisme tanpa banyak pertanyaan. Kepercayaan terhadap dukun dan praktik supranatural didasarkan pada tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Namun, di era modern, skeptisisme semakin meningkat. Hal ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk pendidikan formal, akses informasi melalui internet, dan pengaruh budaya global yang menekankan pentingnya rasionalitas, membuat banyak orang tertarik dalam mengetahui penjelasan logis dari permasalahan mistis yang terjadi selama ini, alih-alih hanya sekedar percaya. Viralnya konten-konten yang membongkar trik perdukunan, seperti yang dilakukan Ferry Irwandi, menjadi simbol pergeseran pola pikir masyarakat modern. Kini, banyak orang mulai memandang praktik mistis secara kritis, mempertanyakan keabsahan klaim supernatural yang selama ini diterima begitu saja.Â
Namun, bukan berarti mistisisme dapat hilang begitu saja. Di daerah pedesaan dan dalam komunitas tertentu misalnya, mistisisme masih memiliki pengaruh dalam kehidupan masyarakat adat. Banyak orang yang masih percaya bahwa dukun memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit, melindungi dari gangguan gaib, atau membantu mengatasi masalah kehidupan. Bagi mereka, mistisisme bukan sekadar kepercayaan, tetapi bagian dari identitas budaya yang sudah melekat kuat.Â
Mistisisme dalam Budaya dan Adat Istiadat
Indonesia sebagai negara dengan keberagaman budaya tentu memiliki unsur mistisisme yang menjadi salah satu elemen penting dalam banyak tradisi adat. Dalam upacara adat seperti pernikahan, kelahiran, atau panen raya, peran dukun sering kali menjadi bagian yang tak terpisahkan. Tradisi seperti Ruwatan di Jawa atau ritual pembersihan spiritual di Bali menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap kekuatan gaib masih hidup dan dihormati hingga saat ini.
Disisi lain, modernisasi membawa tantangan tersendiri. Banyak ritual adat yang mulai kehilangan makna spiritualnya, berubah menjadi simbol budaya belaka. Generasi muda yang lebih pada pandangan rasional nya pun cenderung melihat praktik ini sebagai bagian usang dari masa lalu yang tidak lagi relevan. Â Meski begitu, mistisisme tetap menjadi daya tarik, seperti halnya dalam industri pariwisata. Ritual-ritual mistis yang dahulu hanya diketahui oleh komunitas lokal kini sering dikemas ulang untuk menarik wisatawan, menjadi sebuah seni pertunjukan.Â
Pandangan Modern Terhadap Mistisisme
Banyak fenomena yang dahulu dianggap mistis kini dapat dijelaskan secara ilmiah. Misalnya: santet yang dapat dijelaskan sebagai efek psikologis atau psikosomatik, di mana sugesti kuat menyebabkan seseorang merasa sakit atau terancam akan hal-hal yang sebenarnya belum tentu terjadi. Penampakan hantu yang seringkali disebabkan oleh gangguan halusinasi, bahkan klaim seseorang dapat melihat hal-hal gaib, dimana saat ini sudah banyak disetujui sebagai gejala psikologis dari skizofrenia. Berbagai trik yang dilakukan dukun modern, seperti "membakar" telapak tangan atau mengeluarkan benda asing dari tubuh pasien, seringkali merupakan ilusi sederhana, seperti yang dilakukan para pesulap namun dengan tujuan yang berbeda.Â
Kasus Ferry Irwandi yang membongkar praktik perdukunan menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat modern semakin kritis terhadap mistisisme. Dalam videonya, Ferry menunjukkan berbagai trik yang digunakan dukun untuk meyakinkan klien, seperti penggunaan alat-alat sederhana atau manipulasi psikologis. Konten seperti ini mendapat tanggapan beragam, dari yang mendukung hingga yang mengecam karena dianggap merusak dan merendahkan tradisi. Kasus ini juga memunculkan diskusi tentang perlunya regulasi terhadap praktik perdukunan, terutama dalam kasus-kasus di mana dukun memanfaatkan kepercayaan klien untuk keuntungan pribadi.Â
Kesimpulan
Era modern dengan segala kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan nya telah mengguncang fondasi mistisisme tradisional di Indonesia. Peran sentral dukun yang dahulu disegani masyarakat kini mulai tergeser, meskipun masih ada ruang bagi mistisisme dalam konteks budaya dan adat istiadat tertentu. Namun tantangan sesungguhnya bagi masyarakat Indonesia adalah bagaimana menjaga warisan tradisional ini tetap relevan tanpa mengorbankan rasionalitas. Jika dulu mistisisme menjadi jawaban atas berbagai pertanyaan hidup, kini masyarakat mulai mencari jawabannya melalui ilmu pengetahuan, teknologi, dan logika.Â