Mohon tunggu...
Ardy Kresna Crenata
Ardy Kresna Crenata Mohon Tunggu... -

Ardy Kresna Crenata, penyair, cerpenis,lahir di Cianjur dan kini tinggal di Bogor. Yang akan dilakukannya jika mendapatkan uang banyak: terbang ke Medan, menemui seseorang yang ia cintai di sana.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi-puisi Saya di Bali Post (8 Januari 2012)

9 Januari 2012   12:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:07 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

terbakar.
ia saksikan dirinya terbakar.
dan abu mulai
diberitakan hitam arang
yang suatu saat
menjelma jeda panjang.
tak sesiapa menaruh iba padanya.
tak sesiapa
meniupkan renjana
ke tegak rindunya.

perjamuan,
masih jauh dari usai.
doa-doa,
kian masai.
retina mana mampu menangkap-lengkap
kesunyian yang muncul tiba-tiba,
tak bisa lagi dipastikan.
ia, yang kembali berkorban,
menyeru haru
pada sesuatu yang dirindunya itu.

waktu, katanya,
adalah juga sumbu
seperti aku.
kelak ia akan menjadi sesuatu
yang tak pernah
sungguh kita tahu.

malam jatuh
dan terasa jauh,
begitu jauh.
seumpama rindu
yang kian lipu
di tabah
tubuhnya
yang
mengampu.

Bogor.September.2011

Spons

aku memang tak mencengkeram geram
kurus jarimu setiap kali diremas-
gemasnya busa tubuhku. tak ada
tulang yang bisa retak tak ada
darah yang mungkin limpah. seolah-
olah engkau kuasa dan aku dalam
genggammu adalah dosa. dan seperti
biasanya semacam prosesi memberimu
janji akan hadirnya diri yang
sungguh suci. di tubuhku, sesuatu
engkau lekatkan untuk terhisap
terperangkap. di kering rahimku
yang telah basah, engkau bisikan
sebuah kata dengan gelisah: berkah.
dan engkau berharap aku terkesiap
menyadari di kurus jarimu segala
kata telah menjelma, di kasar
genggammu sebuah bahasa kembali
tercipta: dusta. namun aku
barangkali terlalu pintar untuk
menyelingar sementara putih busa
telah meruah di rapuh tubuhku dan
engkau begitu saja menjadikanku si
pendeta yang merasa tugasnya
membuat bebas piring dan gelas
dari noda, memaksa lepas segala
aroma dari mereka. sekarang,
kukatakan padamu, aku bukanlah
hamba yang bisa kau paksa untuk
lupa. aku bukanlah pemandu tiap-
tiap mereka yang memang ragu. aku
barangkali sebuah guci yang
sungguh tabah menanti-nanti, akan
terisi suatu hari kosong tubuhnya
dengan ilusi. ya, ilusi.

Bogor.November.2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun