aku telah cukup lama
menantikan
engkau menyentuh-rapuh
putih tubuhku. tak ada noda
memang membuatku
merasa suci. tapi,
engkau dan aku sama-sama tahu,
aku tidaklah seperti itu.
sejak pertama kali
seseorang memaksaku terpajang
di sebuah tokonya,
aku telah tahu bahwa
suatu saat kelak
aku tak akan lagi terjerahak.
dan matamu
menemukan putihku.
dan jari tanganmu
tegas-teguh menunjukku.
saat itu, aku pun
telah yakin untuk merelakan
putih tubuhku engkau kotori
dengan warna, suci
diriku engkau kotori dengan dosa.
dan aku menyayangimu
seperti engkau
selalu menjadikanku kekasihmu
di saat semua kekasihmu
meninggalkanmu.
sebab tak seperti aku,
mereka tak ingin tahu
apa yang membuatmu
mampu menunggu
berminggu-minggu.
sebab tak seperti aku,
mereka tak mau mengerti
pada rasa empati
yang membuatmu tersakiti
lantas menyepi
seorang diri. hanya aku.
hanya aku yang mampu memahami
sesuatu epidemi
yang membuatmu tak lagi
angkuh meyakini,
yang membuatmu tertimpa gulana
dan tetap duka belaka.
maka sentuhlah aku
sekali lagi.
seperti telah engkau jamah
tubuh-tubuh
terdahuluku.
maka sentuhlah
aku hingga payah.
hingga tiada
bahasa yang tersisa
akan menjelma
sesaat saja
untuk menjadikanku
seteru abadimu.
semestinya engkau tahu,
setiap kali habis tangis
setiap sebuah gambar usai,
aku telah tak lagi di hadapanmu.
sementara di sana
engkau tersenyum terkagum-kagum,
aku hadir tersampir
di toko yang sama,
menanti engkau membeliku
di hari yang berbeda.
Bogor.24-Desember.2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H