Siapa di sini yang masih menggunakan media cetak sebagai sumber berita?
Dominasinya, teknologi internet yang kian maju membuat banyak pencari informasi lebih memilih untuk beradaptasi dengan media online untuk mencari berita terkini. Salah satu alasannya, tentu karena bisa diakses kapan saja dan dimana saja, selama ada jaringan internet.
Media yang digunakan pun beragam. Ada yang langsung mengakses situs resmi media berita, ada juga yang melalui platform lain seperti media sosial, menyesuaikan dengan kenyamanan pengguna.
Perkembangan bidang teknologi ikut menyeret bidang jurnalistik untuk berkembang bersama, terbukti dengan adanya inovasi yang disebut multimedia jurnalisme.
Menurut Campbell (2013), pada dasarnya, multimedia berarti produksi suatu cerita dengan menggabungkan visual, audio, grafik, dan teks. Selain itu, ada istilah lain seperti cross media, transmedia, atau mixed media.
Wujud multimedia pun beragam, seperti galeri foto online dengan caption, audio slideshows, linear video (berdurasi singkat maupun panjang), infografis animasi, interaksi non-linear, dan dokumenter ataupun film yang disiarkan di situs dalam skala penuh.
Deuze (2004) dalam jurnal What is Multimedia Journalism? mendefinisikan multimedia dalam jurnalisme dalam dua cara.
Pertama, sebagai gambaran dari kumpulan news story dalam situs dengan menggunakan dua format media atau lebih, seperti kata-kata tertulis atau lisan, musik, gambar diam dan bergerak, serta animasi grafik termasuk elem interaktif dan hypertext.
Kedua, sebagai gambaran dari kumpulan news story yang tergabung melalui media yang berbeda, seperti situs, e-mail, SMS, MMS, radio, televisi, majalah, dan surat kabar cetak.
Deuze juga menjelaskan bentuk konvergensi multimedia dalam jurnalisme
- Sesama jurnalis saling membantu beberapa aspek di depan kamera untuk mitra televisi perusahaan mereka
- Foto yang tidak termuat dalam media cetak dialihkan ke dalam galeri atau slideshow di situs perusahaan
- Ringkasan berita yang ditulis oleh jurnalis cetak, siaran, ataupun online digunakan untuk peringatan berita e-mail, I-mode, ataupun SMS
- Proyek gabungan di antara media yang berbeda untuk menggabungkan, mengedit, dan menyajikan berita lintas format
- Ruang wartawan terintegrasi yang berisi wartawan cetak, siaran, dan online bersama menggabungkan informasi, menggali database, dan menata alur sajian untuk distribusi di seluruh media
Photojournalism
Sebuah berita tampak semakin menarik dengan adanya aspek multimedia, salah satunya foto.
Fotografi kini mempunyai jangkauan yang lebih luas dalam praktik dan kegunaannya. Photojournalism, sebuah praktik fotografi dimana seseorang menceritakan sudut pandang mereka terhadap dunia yang digabungkan dengan visual tertentu, menjadi contohnya.
Visual storytelling
Semakin detail aspek yang terkandung dalam multimedia pastinya menjadikan definisi multimedia semakin kompleks.
Istilah baru visual storytelling muncul sebagai gambaran utama terhadap reportase berbasis foto, meliputi photojournalism, videojournalism, dokumenter, sinema, dan interactive storytelling.
Visual storytelling membantu para jurnalis untuk meningkatkan kompetensi mereka tidak hanya dalam bidang fotografi, melainkan juga penulisan berita, sehingga menciptakan pasar dimana mereka dapat memegang kontrol atas konten yang diproduksi.
Sekalipun kemampuan para jurnalis terbatas, memungkinkan bagi mereka untuk membuka lapangan kerja bagi para praktisi di bidangnya.
Konvergensi jurnalisme semakin terlihat dari bagaimana satu wujud baru bisa mengambil alih banyak pekerjaan sekaligus. Jurnalisme kini tidak lagi terbatas pada publikasi cetak, namun publikasi online memungkinkan terbukanya kesempatan yang baru dan lebih luas dari sebelumnya.
Mengakses informasi dari cetak ke daring
Kebanyakan photojournalism bergantung pada publikasi cetak untuk pendanaan. Namun, di kala praktik photojournalism meningkat, peminat media cetak kian menurun.
Gambar di bawah menunjukkan sebuah riset konsumen surat kabar harian di Kanada, Amerika Serikat, dan Inggris yang mengalami penurunan signifikan dalam kurun waktu 60 tahun.
Di Amerika Serikat, pengakses berita online meningkat signifikan sejak tahun 2004, didukung oleh penggunaan smartphone yang mendominasi dibandingkan teknologi baru lainnya.
Meningkatnya multimedia pada berita online
Campbell (2013) dalam bukunya Visual Storytelling in the Age of Post-Industrialist Journalism mengambil contoh media The New York Times dalam perkembangannya di dunia media online.
The New York Times memulai jurnalisme multimedia di tahun 1997 dengan situs yang dinamai nytimes.com. Antara tahun 2000-2008, The New York Times membagi multimedia ke dalam empat kategori: video, audio, slide show, dan fitur interaktif.
Namun, kategori audio akhirnya ditutup pada tahun 2004 dan slideshow foto beraudio dikategoikan sebagai fitur interaktif.
Pergerakan publikasi tersebut tampak pada grafik di bawah ini.
Berita online berbasis video menjadi format multimedia yang paling cepat berkembang, terutama dengan hadirnya YouTube di tahun 2005.
The New York Times dan The Wall Street Journal adalah dua contoh platform yang memaksimalkan publikasi berbasis video dengan unggahan tiga sampai liima video setiap harinya dan berhasil meraih jutaan penonton.
Tantangan dalam ekonomi new media
Disrupsi
Gangguan yang timbul pada media baru tidak hanya sebatas kompetisi teknis, melainkan hadirnya kompetitor baru yang berasal dari kelas yang berbeda -- non media, misalnya -- yang akhirnya mempengaruhi perekonomian bisnis media baru.
Kebanyakan bisnis media swasta justru tidak berangkat dari bisnis jurnalistik, melainkan bisnis periklanan, misalnya.
Penghasilan dari bisnis media massa terbagi atas dua: biaya berlangganan dan penjualan ruang iklan. Secara signifikan, masuknya iklan ke dalam media massa justru memberikan 80% penghasilan bagi sebagian besar surat kabar.
Jurnalisme tidak pernah sepenuhnya menjadi produk yang berdiri sendiri, sebab penghasilannya tidak berasal dari produk jurnalisme sepenuhnya. Oleh karenanya, penghasilan jurnalisme selalu ditunjang oleh sumber tidak langsung.
Disagregasi
Sejak sumber berita online lahir, terjadi disagregasi struktur dan proses informasi dalam banyak aspek. Contohnya, artikel dalam surat kabar dan majalah dapat diakses secara satuan, musik tidak lagu harus diunduh dalam satu album sekaligus, jadwal dan stasiun penyiaran tetap berubah menjadi layanan siaran yang dapat secara fleksibel.
Struktur new story
Akibat disagregasi, muncul istilah baru yakni hyperphotography.
Fotografi tidak lagi hanya sebatas visual gambar saja, melainkan media yang interaktif dan berjejaring dengan bentuk multimedia. Contohnya, slideshows (beraudio maupun tidak), e-book, narasi yang panjang (disertai elemen multimedia), majalah dengan konten visual yang kuat, dan cerita interaktif.
Salah satu keuntungan dari bentuk storytelling baru adalah konsumen dimungkinkan untuk mengakses dari situs dan perangkat seluler dalam jangkauan yang luas.
Ekonomi media setelah adanya disrupsi
Mode storytelling baru menjadi tantangan bagi ekonomi media baru. Sebagaimana jurnalisme banyak bergantung pada ruang iklan sebagai sumber pendapatan mereka, runtuhnya iklan media cetak tentu memberi pengaruh besar.
Periklanan digital bertumbuh, namun tidak optimal untuk diintegrasikan dengan bisnis jurnalisme. Sebab, bisnis periklanan lebih memilih untuk mencari platform tersendiri dalam melakukan publikasi iklan mereka.
Strategi media pastinya berubah demi tetap meraih keuntungan atas publikasi mereka.
Seperti The New York Times yang memberikan kesempatan bagi konsumen untuk dapat mengakses maksimal sepuluh artikel per bulannya, sebelum menawarkan biaya langganan.
Cara ini berhasil meraih sebanyak 640.000 konsumen yang akhirnya memilih untuk berlangganan. Pendapatan The New York Times yang berasal dari subscriber dan iklan berhasil diseimbangkan.
Simpulan
Jurnalisme multimedia mungkin awalnya tampak sederhana, tapi ternyata banyak aspek yang memberikan manfaat jika dipahami dengan baik.
Bergabungnya aspek multimedia dengan jurnalisme mempermudah masyarakat informasi untuk mendapatkan dan menyebarluaskan kembali berita yang diterima.
Membaca teks yang panjang cenderung terkesan membosankan. Mungkin, seperti itulah gambaran berita yang ditemukan sebelum era jurnalisme multimedia.
Sekarang, membaca berita tidak lagi sekadar 'membaca' saja, melainkan melihat foto, menonton video, mendengarkan berita lisan, bahkan ada fitur interaktif yang membuat pembaca semakin memahami informasi yang disajikan.
Bagi mereka yang tertarik untuk bekerja di dunia jurnalisme, saat ini banyak inovasi yang membuat pekerja media berita bisa meningkatkan banyak kompetensi sekaligus. Misalnya, seorang jurnalis tidak hanya mampu meliput dan menulis berita, melainkan juga membuat output visual, audio, bahkan video.
Referensi
Campbell, D. (2013). Visual Storytelling in the Age of Post-Industrialist Journalism. World Press Photo.
Deuze, M. (2004). What is multimedia journalism?. Journalism Studies, 5(2), 139-152.
DENGARKAN VERSI PODCAST DI SINI!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H