Sabtu pagi, 28 Februari 2015, hangatnya sinar mentari menemani langkah gesit beberapa anak muda ibukota menuju markas besar Crackerz Makerspace di Gedung MD Place 2, Kuningan, Jakarta. Raut wajah mereka menyiratkan semangat optimisme dan harapan, seakan menunjukkan kalau hari yang mereka tunggu-tunggu telah tiba. Ya, hari itu memang hari yang paling mereka tunggu sejak satu tahun yang lalu. Sebuah hari besar buat para jammers se-dunia dimana mereka akan mengajak orang-orang berkolaborasi dan memberi arti baru kepada dunia yang mereka tinggali.
Tahun ini adalah tahun ketiga mereka turut serta dalam gerakan perubahan yang diinisiasi oleh Global Service Jam, sebuah organisasi non profit yang mengajak semua orang untuk melakukan perubahan berarti bagi kehidupan di Bumi. Tanpa promosi berlebihan di media massa, tanpa harus berorasi dan berpanas-panasan hingga memacetkan jalanan, anak-anak muda ini bergerak tanpa banyak kata dan menunjukkan pada dunia kalau anak muda Indonesia pun mampu berkontribusi nyata bagi dunia.
Pintu lift terbuka, salah satu jari lentik menekan tombol nomor lima dan dalam sekejap mengantarkan mereka ke lantai yang dituju. Anak-anak muda ini, Ketut Sulistyawati, Anggakara Kautsar, Amelia Hendra, Dono Firman, Dina Kosasih, dan rekan-rekan panitia lainnya tanpa buang waktu segera mengerjakan tugasnya masing-masing dan memastikan event JAKARTA SERVICE JAM 2015 siap digelar.
Day 1 (Saturday, February 28th 2015):
08.30 AM: Door Open, Check-in, Mingle
Pintu utama Crackerz Makerspace telah terbuka lebar, para partisipan yang berasal dari berbagai profesi seperti Desainer (Service-, Interaction-, User Experience, dan Grafis), Antropolog, Ilmuwan Sosial, Arsitek, Seniman, Mahasiswa, dan Pengusaha, mulai berdatangan dan langsung check in mengisi daftar peserta. Lantas mereka diminta mencari kelompoknya berdasarkan kertas berwarna yang telah disediakan.
Wajah-wajah antusias para partisipan tampak sumringah berkenalan dengan orang-orang baru yang sebagian besar belum mereka kenal. Tanpa persiapan apapun dan tanpa bayangan apa yang hendak mereka lakukan pada hari itu, mereka langsung berbaur sambil mencari-cari orang yang akan menjadi bagian dari kelompoknya.
MORNING: Group Formation, Research, Problem Identification
Semua partisipan telah tiba dan bertemu dengan kelompoknya masing-masing, para mentor segera mengajak mereka untuk melakukan ice breaking di sebelah ruangan Crackerz yang belum terpakai. Suasana langsung mencair dan semua orang tampak tertawa lepas mengikuti sesi yang dipimpin oleh Angga dan Sulis ini.
Setelah itu, mereka kembali ke dalam ruangan dan para mentor secara sekilas menerangkan apa itu Service Jam dan apa yang harus mereka semua lakukan dalam dua hari ke depan. Para partisipan juga dikenalkan dengan cara berpikir design thinking dan tahapannya seperti empathy, define, ideate, prototype, dan test.
Design thinking merupakan metode berpikir yang mengadopsi cara berpikir seorang designer dalam proses kreatifnya men-design sesuatu. Biasanya, seorang designer tidak memulai pemikirannya dari pendekatan permasalahan (problem centered approach) melainkan memulai proses kreatifnya melalui empathy terhadap kebutuhan manusia. Jadi, design thinking tidak mengajarkan mencari akar permasalahan dan menemukan solusinya, namun secara unik seorang designer dengan empathy-nya akan mencari kebutuhan mendasar manusia dan sama sekali tidak perlu tahu permasalahannya.
Prosesnya seperti yang telah disebutkan di atas, yakni empathy yaitu merasakan dan mencoba berganti posisi menjadi orang lain, define yaitu mencari dan mendefinisikan permasalahan, ideate yaitu proses membiakkan ide, mengembangkan dan mengujinya, prototype yaitu membuat contoh produk dari hasil ideate serta test yakni menguji prototype yang telah dihasilkan dan mengevaluasinya apakah masih ada yang kurang atau dinilai berlebihan.
Nah, agar para partisipan dapat berinovasi secara cepat dan tepat dalam waktu dua hari, mereka diminta untuk menerapkan pola design thinking. Jadi mereka jangan pernah takut salah dan be outside the box thinking, berpikirlah segila-gilanya tanpa terlalu memikirkan tentang resiko kegagalannya. Mereka bisa melayangkan imajinasi tanpa batas, berkelana liar mencari berjuta kemungkinan. Namun meski begitu, hasil akhirnya harus tetap kreatif, inovatif dan sekaligus solutif.
Agar hasilnya bisa maksimal, proses ini harus kolaboratif dan latar belakang para partisipan dari berbagai disiplin ilmu akan sangat berpengaruh. Para mentor juga mengingatkan kembali tips-tips buat ngejam bareng seperti berpikiran terbuka, siap untuk mencoba melakukan hal-hal baru, fokus kepada proses bukan hasil, lebih banyak bekerja daripada bicara, jangan cepat menyerah karena merasa tidak memiliki skill, memiliki keyakinan bahwa semua orang bisa melakukannya, dan yang paling penting adalah bersenang-senang!
Setelah itu, semua kelompok yang sudah terbentuk disodorkan secret theme yang baru diterima para mentor sehari sebelumnya. Tema tersebut berupa gambar origami dan setiap orang bebas menafsirkannya sesuai pandangan masing-masing. Banyak penafsiran tentang tema origami tersebut, ada yang menganggapnya sebagai game semata, barang tidak berguna menjadi barang yang berguna, mainan semasa kecil, umum, dan sebagainya. Pokoknya setiap orang bebas mengintrepretasikan tema tersebut dan mengidentifikasi permasalahannya.
Untuk mempersingkat waktu, mentor mempersilahkan setiap tim untuk memilih project room-nya masing-masing agar dapat berdiskusi dan berkolaborasi tentang tema yang akan mereka buat. Beberapa perlengkapan pendukung seperti post it, alat tulis, gabus, kardus, dan perlengkapan lainnya sudah dipersiapkan panitia untuk mereka gunakan.
AFTERNOON: Ideation
Sesi ideation pun dimulai. Tahap ini dimulai dengan mengedepankan cara berpikir divergen yakni menciptakan berbagai macam pilihan dari ide dan pandangan setiap partisipan terhadap secret theme yang diajukan. Semua orang tampak bersemangat mengutarakan ide serta pandangan mereka dan menuliskannya di atas post it, lantas semua itu ditempel di kaca yang tersebar di seluruh ruangan. Hingga dalam sekejap, ruangan Crackerz menjadi lautan post it berwarna warni.
Proses penelusuran dan pembangkit gagasan ini tujuannya untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan berdasarkan pandangan dari semua anggota tim. Dalam tahap ini, para mentor terlibat aktif dalam memberikan pengarahan agar para partisipan tidak tergesa mencari solusi tapi secara spesifik mencari akar permasalahan.
Setelah beberapa opsi ditemukan, para mentor mengajak para partisipan untuk berpikir konvergen yakni memilih tema yang paling spesifik dan mewakili semua pandangan partisipan di kelompok tersebut. Proses sintesa ini kemudian diarahkan untuk mencari asumsi yang semuanya kembali dijabarkan dalam post it.
Pada tahap selanjutnya, untuk menguji asumsi-asumsi yang sudah didapat, setiap tim kemudian melakukan observasi yakni melakukan riset secara langsung untuk memahami apa yang sebenarnya diinginkan user terhadap project yang sedang mereka kerjakan. Tak jarang dari hasil observasi ini, asumsi-asumsi semula yang telah dijabarkan pada kenyataannya sangat berbeda dan berbanding terbalik dengan kenyataannya.
Setelah selesai, setiap tim kembali ke ruangan dan melakukan brainstorming terhadap hasil observasi yang didapat dan mencari kelemahannya. Proses berpikir divergen kembali dikedepankan dan lagi-lagi semuanya harus dijabarkan dalam post it. Setelah beberapa gagasan opsi ditemukan, para partisipan dituntut kembali berpikir konvergen dan memilih solusi terbaik untuk dikembangkan menjadi sebuah prototype yang sesuai.
EVENING: Prototyping
Solusi sudah didapat dan dianggap dapat menjawab permasalahan yang telah ditemukan, kini saatnya bagi semua tim untuk mulai membangun sebuah prototype. Hasil-hasil penjabaran dari post it sudah saatnya diwujudkan menjadi bentuk nyata dan dapat dilihat secara visual. Setiap anggota tim segera bekerja keras menyiapkan semua perlengkapan yang dibutuhkan guna membangun prototype yang sudah disepakati.
Tanpa terasa, hari mulai menjelang malam. Para mentor kembali mengumpulkan semua tim guna mendiskusikan semua result yang telah mereka dapat pada hari itu. Selain itu, para mentor juga mengingatkan kepada para partisipan agar tidak terlalu fokus kepada membuat video yang bagus untuk diupload esok harinya ke website Global Service Jam.
Belajar dari event sebelumnya, mereka menekankan agar para partisipan lebih fokus pada membangun prototype sebaik-baiknya dan lebih logis untuk direalisasikan. Akhirnya workshop Jakarta Service Jam 2015 hari pertama pun selesai dilewati dengan mulus. Para partisipan mulai berkemas pulang satu persatu, sebagian lagi masih memilih untuk bertahan dan mengobrol bersama beberapa partisipan lainnya serta para mentor yang masih stay di lokasi.
Meski berbeda isi kepala, perjalanan hari itu seolah telah menyadarkan mereka bahwa perubahan untuk menjadi lebih baik itu sangat mungkin dilakukan. Tak ada yang mustahil bagi mereka yang mau berusaha dan bekerja sama untuk melakukan perubahan sesulit apapun itu. Ketika pintu utama Crackerz kembali tertutup dan semua orang melangkah pulang, tampak jelas sikap optimisme mulai terpatri dalam pancaran wajah mereka. Mungkin dalam setiap benaknya telah tersusun segudang rencana guna mewujudkan prototype yang akan mereka implementasikan esok hari. (to be continued)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H