Mohon tunggu...
Chairan Rizkisyah
Chairan Rizkisyah Mohon Tunggu... -

Anak bungsu berbintang Aquarius yang lahir di ambon 29 Januari 1990. hobby ngegame, baca komik, nonton film, pokoknya banyak dah. Lebih sering ceria daripada murung, tapi sering juga marah-marah. suka banget mengasah bahasa Inggris. Online wajib banget. kebiasaan buruk apa ya??? tanya ja ma orang laen yah. . . . . Untuk Info lebih lanjut tentang saya, silahkan berkawan sama saya ya. . . haha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Horror yang Beralih Profesi

8 Mei 2010   00:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saat perfilman Indonesia mengalami kemajuan, entah mengapa saat ini justru terjadi pe-monoton-an pada ide dan terkesan terlalu ikut rame, bahkan isinya juga melenceng. Terutama film horror. Genre yang satu ini memang lagi banyak-banyaknya di buat dan di putar di bioskop. Pasti ada di bioskop diputar satu judul genre tersebut. Pastinya horror Indonesia yang saya maksud di sini

Film horror memang salah satu genre terlaris di samping genre percintaan. Namun, perkembangan film horror di Indonesia dari tahun ke tahun ke tahun mengalami “deviasi”baik dari isi dank e-horror-annya. Sebut saja Jelangkung yang merupakan film horror yang bisa dibilang pure dan memang focus pada Horror. Namun, bagi yang sudah nonton Suster Keramas ataupun Hantu Puncak Datana Bulan, apakah kita berfokus pada horronya??? Atau pada pemerannya yang agak vulgar dan erotis??? Apakah atmosphere horror tak lagi bisa menjadi daya tarik dalm film yang mereka buat????

Bandingkan dengan film horror barat yang memang focus pada horror. Walapun ada sedikit scene yang “hot”, namunitu lebih ke selingan saja. Tak seperti di Indonesia, yang malah terkesan menjadikan hal itu sebagai daya tarik utama dari film yang mereka buat. Dari judul saja lebih ke arah “panas” daripada menakutkan. Mungkin orangmenonton film tersebut panas dingin dan kebelet pipis bukan karena ketakutan menonton film itu tetapi karena hal “lain”.

Yah, akhirnya kita sebagai otang yang menjunjung tinggi adat ketimuran harus pintar dalam menerima dan menyaring hal-hal yang datang dari luar, karena semua itu kita serap dan kta tiru dari kebudayaan luar. Dan kita dalam menanggapi hal itu harus pro aktif, bukan agresif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun