Mohon tunggu...
Puslatbang KDOD LAN
Puslatbang KDOD LAN Mohon Tunggu... Administrasi - Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Semoga Bermanfaat, Salam Hangat dari kami yang sedang belajar berkarya dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Hari Pahlawan pada Era Milenial

10 November 2018   18:53 Diperbarui: 14 November 2018   21:19 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari pahlawan diperingati setiap tahun pada tanggal 10 November. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani.

Sejarah telah mencatat nama- nama anak bangsa yang telah berjasa dalam memajukan dan mengharumkan nama negara, di dalam maupun luar negeri. Dan pada tanggal 8 November 2018, Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 6 tokoh yang dianggap berjasa pada bidangnya masing- masing.

Pemberian gelar kepahlawanan ini tentu telah melalui tahapan dan pertimbangan untuk dikaji kelayakannya. Nama- nama yang masuk telah digodok oleh Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) di Kementerian Sosial. Kemudian, Menteri Sosial mengajukan nama- nama tersebut ke Presiden, hingga akhirnya dipilih enam nama pada tahun 2018.

Peringatan hari pahlawan ditandai dengan peristiwa pergerakan para pemuda Surabaya untuk mempertahankan kedaulatan negara dari penjajah. Bung Tomo kemudian dikenal sebagai tokoh penting dibalik pergerakan tersebut.

Pemuda saat itu hanya bertekad bahwa kemerdekaan harus dipertahankan, apapun taruhannya dan bagaimanapun caranya. Mereka maju menantang penjajah, dengan semangat berkobar- kobar.

Hari Pahlawan Masa Kini
Kini, setelah 73 tahun berlalu, apakah pemuda Indonesia masih tetap memiliki semangat berapi- api tersebut? Jawabannya dapat dilihat pada realita yang terjadi di sekitar kita.  Data dari BNN yang dikeluarkan tahun 2017, sebanyak 24% penyalahguna narkoba adalah pelajar. Angka ini setara dengan 810.267 orang.

Betapa mirisnya kita melihat jumlah ini, melihat bahwa narkoba masih menjadi momok yang senantiasa menghantui kaum muda negeri, penerus bangsa. Seolah- olah narkoba telah menjadi kawan, bahkan menjadi trend di kalangan pemuda. Masa depan seperti apa yang menunggu mereka, sedangkan masa mudanya telah terjerumus dalam dunia narkoba. Sungguh ngeri dibayangkan.

Namun, suramnya dunia remaja saat ini karena jerat narkoba seakan tidak berlaku pada sisi pemuda yang lain, khususnya di bidang olahraga. Masih terasa bagaimana gegap gempitanya perhelatan olahraga se-Asia itu saat diselenggarakan di Indonesia beberapa bulan lalu. Pelaksanaan, pengamanan dan lainnya diberikan semaksimal mungkin.

Pun demikian dengan torehan prestasi para atletnya. Bertengger di posisi 4 merupakan capaian prestasi luar biasa yang dibuktikan oleh para atlet. Kita melihat sendiri semangat pantang menyerah, ketekunan, dan kerja keras tidak akan menghianati hasil.

Terbukti, 98 medali diraih oleh para pahlawan olahraga. Kebanggan membuncah dari segenap rakyat Indonesia melihat perjuangan para atlet.

Selain bidang olahraga, kita tentu perlu berbangga hati karena para pemuda berprestasi di bidangnya masing- masing. Bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi bidang yang banyak mencetak sejarah.

Bidang seni juga bertabur prestasi dari anak bangsa, contohnya saja Joey Alexander. Pianis muda ini mencengangkan dunia dengan permainan pianonya, sampai masuk dalam nominasi Grammy Awards, penghargaan yang diberikan untuk mengakui prestasi luar biasa di bidang musik.

Banyaknya prestasi anak bangsa, khususnya pemuda, tentu menjadi secercah harapan bagi negeri. Harapan agar dapat berkarya dan berkompetisi di berbagai bidang yang digeluti. Tidak takut menghadapi persaingan global alias jago kandang. 

Namun, karena usia muda merupakan usia rawan untuk disusupi hal- hal negatif, perlu peran nyata dari lingkup terkecil yaitu keluarga dan lingkup luas yaitu pemerintah. Dari keluarga, penting menanamkan nilai- nilai agama sebagai pondasi awal untuk nantinya menolak ajakan- ajakan "merusak", yang kebanyakan berasal dari lingkungan pertemanan.

Di lingkup negara, pemerintah harus dapat menumbuhkan semangat kepahlawanan sejak usia sekolah, tidak hanya dengan mata pelajaran di sekolah, tapi dengan cara yang menyenangkan. Misalnya dengan mengadakan safari ke museum- museum di kotanya, atau dengan cara menonton film- film bertema perjuangan kemerdekaan ataupun biografi tokoh- tokoh nasional di Indonesia.

Diharapkan dengan menghadirkan tontonan dan kegiatan yang berkaitan dengan kepahlawanan, generasi muda akan terpacu untuk turut dapat memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa dan negara.

Namun, usaha dari keluarga bahkan dari pemerintah tidaklah berarti jika tidak ada kemauan untuk berbuat. Keinginan harus hadir dari dalam diri pemuda, bahwa perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti saat setelah meraih kemerdekaan saja. Jangan mudah terjerumus ke dalam hal- hal yang nantinya akan merugikan diri sendiri.

Bentengi diri dengan nilai- nilai agama, bergaul dengan teman- teman yang mengajak pada kebaikan dan kebermanfaatan. Seperti kutipan R.A Kartini "Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi, satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri". NP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun