Mohon tunggu...
Cove Zebua
Cove Zebua Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil -

Belajar dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meneladani Mahatma Gandhi

11 Juli 2015   09:22 Diperbarui: 11 Juli 2015   16:34 2567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Mahatma Gandhi, sumber: www.en.wikipedia.org"][/caption]

 

Siapa tak kenal Mahatma Gandhi? Salah satu tokoh besar dunia yang tak akan lekang oleh waktu. Keteguhannya pada prinsip hidup yang penuh kasih dan tanpa kekerasan mengantarkan India, negara yang sangat ia cintai, pada pintu gerbang kemerdekaan. Barangkali di dunia ini hanya Gandhi dan kelompoknya yang berhasil mengusir penjajah tanpa mengangkat senjata dan tanpa kekerasan, meskipun kerap kali menjadi sasaran amukan tentara-tentara kolonial.

Mohandas Karamchand Gandhi lahir pada tanggal 02 Oktober 1869 di Porbandar, India bagian Barat Laut. Menikah pada usia muda (13 tahun), Gandhi dan istrinya Kasturbai dikaruniai 4 orang anak. Masa muda Gandhi banyak dihabiskan di perantauan, berpisah jauh dengan keluarganya untuk menuntut ilmu dan bekerja. Sosok Gandhi yang kita kenal sangat berkharisma lahir dari hasil tempaan hidup yang keras dan penuh liku di India, Inggris, dan Afrika Selatan. Kisah Gandhi merupakan metamorfosa kehidupan yang sangat nyata yang hanya dapat dicapai dengan keterbukaan (open minded) dan introspeksi yang terus menerus menuju kesempurnaan hidup. Siapa sangka, Gandhi yang mampu memimpin ribuan orang berjalan kaki sejauh 384 km pada peristiwa Salt March, ternyata di masa mudanya hanyalah seorang pengacara tak laku dan sangat tidak percaya diri. Sifat pemalu dan rendah diri Gandhi kecil terbawa hingga ia dewasa. Pernah suatu kali Gandhi menangani kasus ganti rugi biasa di Bombay, dengan lutut bergetar ia berdiri di tengah ruangan, tetapi tiba-tiba kehilangan akal dan tak berhasil mengucapkan sepatah kata pun. Akhirnya, di antara tawa kolega-koleganya ia bergegas meninggalkan ruangan dan menyerahkan kasusnya kepada yang lebih berpengalaman. Gandhi jatuh dalam keterpurukan, terobsesi memberantas berbagai ketidakadlian yang banyak terjadi pada masa itu, namun kegagalan demi kegagalan ia yang alami. Setiap kali ia lari dari kegagalan sebelumnya, siuasi yang sama selalu tampak berulang dengan kadar yang lebih mengancam.

Sebagaimana tokoh-tokoh besar dunia lainnya yang selalu mampu menemukan menciptakan titik balik dalam hidup mereka,  Mohandas Karamchand Gandhi menjadikan jurang keputus-asaannya menjadi pintu harapan keberhasilan yang kelak mengantarkannya sebagai salah satu orang berpengaruh dalam peradaban dunia dan dinamai Mahatma, “Jiwa yang Hebat”. Tidak hanya berhasil mentransformasi dirinya, ia pun berhasil mengubah dunia dengan Satyagraha-nya. Gandhi selalu menjadi pengamat yang baik atas perilakunya sendiri. Ia berpendapat: bila tak mampu mengubah lingkungannya, mengapa ia tdak berusaha mengubah dirinya sendiri?

Pada akhirnya Gandhi tampil sebagai pemenang. Ia berhasil mengalahkan dirnya sendiri. Bercermin dari istrinya Kasturbai yang setia meski seringkali dikasari olehnya, Gandhi menemukan cinta yang tulus sebagai kebutuhan dasar manusia. Setiap orang butuh untuk mencintai dan juga dicintai. Bahkan penjahat kelas kakap sekalipun mencurahkan kasih sayangnya pada orang-orang terdekatnya. Kasih sayang inilah yang membuat Gandhi dan kelompoknya dapat bertahan di tengah ketidakadilan dan kekerasan yang sering mereka alami di bawah Pemerintahan Inggris sebagai penguasa India pada saat itu. Mereka membalas kekejaman penjajah dengan cinta dan rasa hormat, tanpa sedikitpun kebencian. Lantas, apakah itu berarti harus menjadi orang tak berdaya untuk menaklukkan musuh? Tentu saja tidak demikian! Ketika cara-cara persuasif tidak memberi hasil yang baik, barulah aksi-aksi perlawanan nirkekerasan seperti pembangkangan sipil, pemogokan, nirkerja, dll dapat diterapkan. Jikapun aksi-aksi ini kemudian memicu reaksi keras dari pihak lawan, ikhlaskan dan responslah dengan kasih. Inilah yang Gandhi sebut Satyagraha (dalam Bahasa  Sansekerta berarti berperang pada kebenaran atau kekuatan jiwa). Menurut Gandhi; kejahatan, ketidakadilan, dan kebencian hanya ada selama kita mendukungnya, mereka tidak memiliki keberadaan dengan sendirinya. Tanpa kerja sama kita, disengaja atau tanpa disengaja, ketidakadilan tidak mungkin berlanjut. Selama orang-orang menerima eksploitasi, yang mengeksploitasi dan yang tereksploitasi akan terjerat dalam ketidakadilan. Namun, saat yang tereksploitasi menolak untuk menerima hubungan itu, menolak untuk bekerja sama dengannya, dan kemudian merespons segala kekerasan yang mungkin akan mereka terima dengan cinta dan rasa hormat, niscaya mereka akan menjadi manusia merdeka. Kekerasan takkan pernah dapat mengakhiri kekerasan; yang bisa dilakukannya hanyalah memancing kekerasan yang lebih besar.

Satyagraha bukanlah teori untuk dipelajari, tetapi diterapkan dalam kehidupan nyata. Sebab lembaran deskripsi yang sangat banyak sekalipun, tidak akan cukup menguraikan Satyagraha yang seutuhnya. Perjuangan Gandhi adalah gambaran Satyagraha yang sebenarnya. Ia menjalankannya sekaligus memperbaikinya secara terus-menerus hingga akhir hayatnya. Begitu banyak teladan yang dapat kita ambil dalam hidup Mahatma Gandhi. Jika di bawah ini dituliskan beberapa di antaranya, hanyalah sepenggal goresan di tengah lembaran-lembaran inspirasi yang Gandhi wariskan kepada kita semua melalui kisah hidupnya.

Beberapa keteladanan hidup Mahatma Gandhi:

  1. Tumbuh besar dengan sifat pemalu dan tidak percaya diri, tetapi berhasil mengalahkan diri sendiri dan bertransformasi menjadi salah satu pemimpin besar yang paling berpengaruh di dunia;
  2. Menanggalkan kehidupannya yang telah mapan dan berbaur dengan rakyat kasta terendah di India;
  3. Keluar masuk penjara dan mengalami kekerasan fisik, tetapi sebanyak itu pula membalasnya dengan cinta, rasa hormat, dan tanpa kebencian;
  4. Memimpin ribuan orang berjalan kaki sejauh 384 km pada peristiwa Salt March. Peristiwa ini sebagai aksi penolakan rakyat India terhadap kebijakan Pemerintah Kolonial yang melarang orang India membuat garam sendiri. Aksi ini berakhir di Dandi, sebuah kota kecil di pesisir, tempat garam dari laut terhampar di atas pasir untuk diambil secara cuma-cuma;
  5. Berhasil memenangkan rasa hormat dan persahabatan dari musuh-musuhnya dengan diplomasi persuasif dan nirkekerasan;
  6. Berhasil membawa India mendapatkan kemerdekaan tanpa mengangkat senjata;
  7. Ketika seseorang yang dibutakan oleh kebencian menembakkan senjata dengan jarak yang sangat dekat ke dadanya, Gandhi tidak melawan. Saat tubuhnya perlahan roboh ke tanah, hanya mantra yang keluar dari mulutnya; Rama, Rama, Rama, yang artinya: aku memaafkanmu, aku memaafkanmu, aku memaafkanmu, hingga akhirnya ia wafat beberapa saat kemudian.

 

Sumber: Buku “Gandhi The Man” karya Eknath Easwaran (terjemahan Bahasa Indonesia), Penerbit Bentang Pustaka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun