Pada dunia pendidikan kita selalu mengungkapkan slogan "No One Left Behind", ini juga sejalan dengan Pembukaan UUD 1945, negara berkewajiban untuk mencerdaskan bangsa, artinya setiap warga negara berhak mendapatkan layanan pendidikan. Politik negara dalam bidang pendidikan adalah setiap warga negara berhak mendapatkan layanan pendidikan, utamanya akses dan pemenuhan sarana dan prasarana.
Mendikdasmen yang baru dilantik, Prof. Abdul Mu'ti mengungkapkan 5 kebijakan baru dari Kemendikdasmen, yaitu: (i) pengkajian ulang program kurikulum merdeka, sistem zonasi, dan UN; (ii) sekolah unggulan terintegrasi; (iii) kerjasama dengan PSSI; (iv) peningkatan kualitas guru; dan (v) peningkatan gaji dan kesejahteraan guru.
Sedangkan untuk akses pendidikan, Mendikdasmen berencana untuk memperbanyak Rumah Belajar, merupakan fasilitas yang bertujuan mendekatkan proses belajar kepada anak-anak tanpa harus membuat mereka menempuh jarak yang jauh dari tempat tinggal. Infrastruktur "Rumah Belajar" sendiri tidak menutup kemungkinan dengan memberdayakan bangunan sekolah yang sudah ada, dengan membukan kelas pembelajaran di sore dan malam hari. Jalur yang paling pada dengan mode seperti ini adalah pendidikan non formal dan informal. Untuk pendidikan karakter, Mendikdasmen juga akan mengadakan kembali mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) selain program pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
Dalam implementasi kebijakan, sebuah kebijakan memang tidak bisa menyasar kepada semua pihak karena faktor-faktor pendukung dan kondisi dari sasaran yang memang berbeda. Sehingga selalu saja ada yang dinamakan dengan kebijakan afirmasi untuk menyentuh sasaran yang memang tidak tersentuh. Hanya saja kemudian, mana yang menjadi kebijakan utama dan mana yang kemudian menjadi kebijakan afirmasi.
Biasanya penentuan yang menjadi kebijakan utama atau afirmasi itu berdasarkan sasarannya atau kepentingannya. Pemutus kebijakan akan melihat pro dan kontranya di masyarakat atau melihat dari sisi kepentingan jangka panjang atau pendek atau keefektifannya. Sehingga sesungguhnya tidak ada kebijakan yang salah, tapi mana yang lebih efektif dan bisa mencapai tujuan dengan lebih cepat dan baik. Sering kali banyak dari kita mencoba mencari kebijakan yang sifatnya out of box, artinya kebijakan yang bisa melakukan percepatan dalam mencapai tujuan dengan sumberdaya yang minimal serta dukungan dari berbagai pihak, antara lain komunitas-komunitas (kolaborasi).
Pengkajian ulang program kurikulum merdeka, sistem zonasi, dan UN tentunya merupakan bagian dari evaluasi kebijakan publik, ke tiga isu ini masih sering menjadi pembicaraan di masyarakat. Bicara kurikulum maka berbicara tentang PTK dan pembelajaran di sekolah (input, proses, ouput, dan evaluasi serta sarana pendukung). Sehingga bicara kurikulum tentunya tidak terlepas dari sistem zonasi dan ujian nasional.
Hingga saat ini sudah lebih dari 300 ribu sekolah (kurang lebih 95% dari seluruh satuan pendidikan) yang menggunakan kurikulum merdeka. Perlu dipahami bahwa penerapan kurikulum merdeka itu bukan sebuah paksaan, sehingga masih ada juga sekolah yang menggunakan kurikulum 2013.
KMB memang didesain agar peserta didik memiliki banyak alternatif kompetensi dan keterampilan yang relevan sesuai dengan minat dan bakatnya serta disesuaikan dengan perkembangan masa depan. KMB juga melakukan penilaian berbasis dengan kompetensi dan portofolio serta guru yang berperan dalam melakukan penilaian, sedangkan K-13 bersifat holistik dalam mengukur kompetensi peserta didik, yang meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta ada juga disitu komponen Ujian Nasional. Hal yang menarik, peningkatan kualitas guru melalui pelatihan dan pengembangan guru serta penguatan karakter, KMB sendiri menggunakan Platform Merdeka Mengajar (PMM).