Mohon tunggu...
Kosasih Ali Abu Bakar
Kosasih Ali Abu Bakar Mohon Tunggu... Dosen - Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Penguatan Karakter

Baca, Tulis, Travelling, Nongkrong, Thinking

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merajut Program Unggulan Kementerian Pendidikan

31 Oktober 2024   15:50 Diperbarui: 31 Oktober 2024   18:40 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang sering dikritisi selama ini oleh masyarakat dan pemerhati pendidikan untuk KMB adalah penilaian yang dianggap tidak menerapkan nilai-nilai kompetitif dan kontrol yang kurang, sehingga seringkali banyak yang mempertanyakan kualitas dari peserta didik itu sendiri. Tidak hanya itu, guru juga dianggap terlalu sibuk dengan pengembangan diri sehingga kurang fokus kepada pendampingan proses pembelajaran di sekolah. K-13 sendiri dianggap untuk penilaian terlalu berfokus kepada penilaian kognitif, tidak kepada karakter sekaligus format penilaian yang terlalu banyak, ditambah dengan UN. Ketika KMB fokus pembelajaran berbasis projek dan K-13 berbasis tematik, maka ada perbedaan konseptual disitu. Berbasis projek akan lebih mengedepankan kolaborasi dan aksi nyata dalam memecahkan masalah ketika mencapai sebuah tujuan, sedangkan K-13 sedikit lebih kepada peningkatan kemampuan kognitif dengan diskusi.

Pada dasarnya, kedua kurikulum ini secara konsep tidak jauh berbeda, karena kedua-duanya memerlukan kemampuan dan kompetensi guru yang mumpuni dalam pendampingan terhadap guru, bahkan keduanya bisa saling melengkapi. Kelemahan yang ada pada KMB terkait dengan penilaian bisa ditutupi dengan K-13, bila memang harus menghidupkan kembali UN (evaluasi mutu pendidikan secara keseluruhan). Bila pada K-13 sepertinya hanya berfokus kepada kemampuan kognitif, maka bisa melihat di KMB yang ada Rapor Pendidikan (assemen nasional dengan sampling), khususnya Indeks Karakter, Iklim Keamanan Sekolah, Iklim Kebinekaan, selain Literasi dan Numerasi. Begitu juga terkait dengan PMM, PMM diakui atau tidak diakui telah membantu percepatan guru dalam penggunaan teknologi untuk pembelajaran, hanya saja jangan sampai penggunaan PMM malah kemudian menjadikan guru menjadi tidak mempunyai waktu untuk melakukan pendampingan terhadap siswa. Ini tentunya dipengaruhi oleh aturan atau regulasi penggunaan PMM itu sendiri.

Ujian Nasional

Rapor Pendidikan merupakan sebuah asesmen, asesmen adalah proses pengumpulan dan penilaian informasi tentang kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang untuk menjadi sumber informasi dalam memetakan dan mengevaluasi mutu sistem pendidikan, sedangkan Ujian Nasional merupakan evaluasi pembelajaran secara keseluruhan.

Sumber: Perbedaan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional -- Rapor Pendidikan  
Sumber: Perbedaan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional -- Rapor Pendidikan  

Oleh karena itu, jika memang akan diadakan kembali Ujian Nasional tentunya penggunaannya akan berbeda. Akan tetapi keduanya bisa saling melengkapi. Hal yang perlu dipahami adalah anggaran yang digunakan untuk Ujian Nasional amatlah besar, karena sensus yang artinya setiap peserta didik harus diuji. Selain itu, isu lainnya adalah bagaimana mendapatkan hasil Ujian Nasional ini tanpa ada kecurangan dan pemaksaaan, tidak hanya berpikir tentang nilai-nilai kompetitif yang akan diangkat. Kompetitif yang kemudian mengundang kecurangan dan sulit dikontrol malah akan menjadikan dunia pendidikan kita menjadi lebih terpuruk secara karakter dan moral. Tidak hanya itu, pada Rapor Pendidikan terdapat asesmen untuk penilaian karakter dan keamanan sekolah, tentunya bila hal ini dapat disatukan, kombinasikan, dan integrasikan akan menjadi sebuah evaluasi yang luar biasa untuk dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan.  

Upaya menghidupkan kembali Ujian Nasional tentunya harus dipikirkan dengan matang sebagai bagian dari penjaminan mutu kualitas pembelajaran. Selain masalah anggaran juga terkait dengan efektifitasnya. Jika bisa dipastikan bahwa Ujian Nasional bisa dilakukan tanpa kecurangan dan tidak dipolitisasi, tentunya kebijakan ini bisa menjadi dasar kebijakan yang implementatif.

Sistem Zonasi

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi sudah berjalan sejak zaman Menteri Muhadjir Effendy. Semangat dari PPDB ini sendiri adalah upaya melakukan percepatan mutu pendidikan dengan pemerataan sumber daya pendidikan, peserta didik lebih nyaman karena sekolah dekat dengan rumah, pemberdayaan pemerintah daerah dalam melakukan pemetaaan kondisi pendidikan, dan perencanaan peningkatan mutu pendidikan berbasis akses dan demografi. Kebijakan PPDB itu sendiri sifatnya jangka panjang dan butuh pendampingan semua pihak untuk memastikan tidak terjadinya kecurangan-kecurangan dan merubah persepsi sekolah bagus dan tidak bagus, tapi semua sekolah harus diupayakan menjadi bagus dan milik bersama.

Kendala dari kebijakan ini yang paling utama adalah kesulitan dari pemerintah daerah untuk melakukan pemetaan sumber daya pendidikan mereka berdasarkan zonasi ini, berdampak kepada perpindahan guru, penutupan dan pembukaan ruang kelas atau sekolah baru, dan pembangunan infratruktur baru. Hal yang juga menjadi perhatian khusus adalah ketika program ini adalah sekolah-sekolah swasta yang kehilangan peserta didik karena cenderung masyarakat ke sekolah negeri. Hal yang menjadi tren saat ini adalah masyarakat banyak yang berkeinginan ingin bersekolah di sekolah agama di bawah naungan Kemenag atau sekolah Islam Terpadu atau pesantren. Kecenderungan ini karena tantangan penguatan karakter di sekolah negeri yang dianggap tidak menjawab ketakutan masyarakat, seperti masalah penurunan moral, narkoba, pergaulan beresiko, dan lain sebagainya.

Kemendikdasmen ke depan ketika melihat kebijakan PPDB ini juga harus memperhatikan faktor eksternal ini, tren dari masyarakat. Sehingga kebijakan menjadikan sekolah aman, nyaman, menyenangkan, dan inklusif perlu juga ditambahkan dengan nilai-nilai religious ke depannya. Guna menjawab tantangan masyarakat tersebut. Tidak hanya berkutik kepada zonasinya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun