Mohon tunggu...
Kosasih Ali Abu Bakar
Kosasih Ali Abu Bakar Mohon Tunggu... Dosen - Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Penguatan Karakter

Baca, Tulis, Travelling, Nongkrong, Thinking

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kado Kemerdekaan RI 78: Permendikbudristek 46/23, Sekolah Bebas Kekerasan

17 Agustus 2023   09:45 Diperbarui: 17 Agustus 2023   13:43 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini, 78 tahun yang lalu, Bung Karno - Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Mereka yang lahir ketika Belanda membuka keran kesempatan pendidikan bagi orang pribumi, politik etis. Kemerdekaan yang dipimpin oleh kelompok Cendekia Indonesia, Founding Father kita. Berjuang tidak hanya mengandalkan senjata, akan tetapi dengan akal dan lobby-lobby nasional bahkan internasional. Sebuah instrumen gerakan kemerdekaan berbasiskan bhineka tunggal ika dan sejarah besar nusantara melawan Belanda yang kerap melakukan teror ketakutan dan politik devide et impera. Merdeka atau Mati.

8 Agustus 2023, Mas Menteri Nadiem Makarim, melaunching Merdeka Belajar 25, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan, Permendikbud Ristek No. 46 tahun 2023. Tanggal 8 Agustus bertepatan dengan berdirinya ASEAN dan pada tanggal tersebut Bung Karno, Bung Hatta, dan Dr. Radjiman bertemu dengan Marsekal Terauchi untuk membicarakan persiapan kemerdekaan Indonesia secepatnya. Tentunya semangat 2 kejadian penting ini akan menjadi pembelajaran untuk kita semua. Bebasnya lingkungan satuan pendidikan merdeka dari kekerasan dan menjadikan Indonesia pemimpin bangsa-bamgsa ASEAN, bahkan Asia dan Dunia.

Dalam launching, kebijakan ini didukung oleh 5 Kementerian dan 3 Lembaga Negara. 5 Kementerian tersebut adalah Kemendagri, KPPPA, Kemenag, Kemensos sedangkan 3 Lembaga Negara terdiri dari Komisi Nasional Disabilitas, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Komisi Perlindungan Anak. Bahkan sudah dibuat Nota Kesepahaman dan akan ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama antar lembaga tersebut guna mempercepat implementasi dari kebijakan ini.

Perlu dipahami, 3 Dosa besar ini mempunyai pengaruh jangka panjang dalam kehidupan seseorang. Perundungan akan menjadikan manusia menjadi tidak percaya diri atau minder bahkan trauma. Intoleransi akan menumbuhkan sikap eksklusif yang tidak sehat, bila tidak ditangani dengan benar cenderung mudah diarahkan melakukan kekerasan atas nama SARA, dampak kekerasannya  berpotensi menjadi masif. Sedangkan kekerasan seksual, kejahatan yang sulit dibuktikan dan traumanya akan dibawa seumur hidup oleh korban.

Sejak awal Mas Menteri mengeluarkan diksi 3 Dosa Besar Pendidikan, yaitu perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual. Diksi 3 Dosa Besar ini sebagai pengingat semua, agar dosa atau kesalahan ini tidak terjadi di lingkungan sekolah. 

Fakta dan data masih menunjukkan terjadinya dosa ini, Berdasarkan Asesmen Nasional Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2022 sebanyak 34,51% (1 dari 3) peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9% (1 dari 4) peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik; dan 35,31% (1 dari 3) peserta didik berpotensi mengalami perundungan, dan 68% satuan pendidikan  perlu ditingkatkan nilai iklim kebhinekaannya. 

Permendikbud Ristek 46/23 ini menjadi titik point atau tonggak  penting dalam penguatan karakter bangsa ini. Bahkan, saya menyebutnya kado bagi kemerdekaan Indonesia ke 78. Permendikbud Ristek ini merupakan revisi dari Permendikbud 82/2015. Hanya saja banyak substansi dan detail yang ditambahkan pada aturan ini.

Hal perlu digarisbawahi, regulasi ini semangatnya adalah kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan, serta masyarakat. Dalam regulasi imi pemerintah daerah diberi mandat untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas), satuan pendidikan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), sedangkan pemerintah pusat melakukan koordinasi. Sedangkan aspek pencegahan dan penanganan pada satuan pendidikan secara garis besar terdiri dari penguatan tata kelola, edukasi, dan penyediaan sarana dan prasarana. 

Hal yang menarik dari regulasi ini adalah adanya bentuk kekerasan yang dinamakan kebijakan yang mengandung kekerasan yang berpotensi dilakukan oleh pembuat keputusan maupun PTK di sekolah,  baik tertulis maupun tidak tertulis. Bentuk kekerasan sendiri diperjelas dalam regulasi ini, ada kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, dan diskriminasi dan intoleransi. Sehingga masyarakat yang bertanggung jawab untuk mengawasi satuan pendidikan tempat anaknya bersekolah akan mudah mengerti. Semakin hitam dan putih sebuah regulasi maka akan semakin mudah dijalankan.

Hal yang menggembirakan juga, kejelasan hukuman yang diberikan, ringan, sedang dan berat. Dari teguran tertulis hingga pemberhentian. Sasarannya juga tidak ASN, potensi tidak tercovernya hukuman kepada mereka yang non ASN di lingkungan satuan pendidikan juga sudah diberikan. Bahkan selain mengatur persyaratan keanggotaan TPPK dan Satgas juga diatur hukuman ketika mereka tidak menjalankan fungsinya dengan baik.

Kiranya regulasi ini akan menjadi tonggak sejarah penting dalam dunia pendidikan, sehingga layak menjadi kado bagi ulang tahun ke 78 bangsa Indonesia. Tujuan mulia hilangnya kekerasan pada satuan pendidikan untuk menciptakan sekolah yang aman, nyaman, dan menyenangkan adalah pondasi amat dasar dalam pembelajaran. Bila anak-anak masih merasa tidak aman bersekolah, maka dampaknya adalah kepada mentalitas anak-anak kita ke depan. Tentunya kita tidak ingin mental terjajah seperti yang dilakukan oleh penjajah selama ratusan tahun terus melekat pada bangsa ini. Ini dibuktikan, founding father kita ketika diberikan kesempatan mendapatkan pendidikan dan lepas dari sedikti perlakuan diskriminasi, mereka menjadi pelopor perubahan yang luar biasa. Indonesia Merdeka.

Merdeka... Merdeka... Merdeka !!!

Sekolah Aman, Nyaman, dan Menyenangkan.

Sekolah Bebas Kekerasan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun